Tabungan Masyarakat di Atas Rp 5 Miliar Naik Drastis, Pertanda Apa?

13 Oktober 2020 14:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Uang Rupiah Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Uang Rupiah Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Tabungan masyarakat di perbankan semakin melambung. Berdasarkan data Bank Indonesia, Dana Pihak Ketiga (DPK) selama Agustus 2020 perbankan secara nasional mencapai 11,64 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya tumbuh 8,53 persen (yoy).
ADVERTISEMENT
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Andry Asmoro menjelaskan, dalam situasi saat ini kelas menengah atas semakin menahan dananya untuk belanja.
Tabungan di atas Rp 5 miliar pun melesat, mencapai Rp 373 triliun sepanjang Januari-Agustus 2020 (year to date/ytd), naik tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 115 triliun (ytd).
"Kalau dibandingkan full 2018 dan 2019 itu hanya Rp 130 triliun dan Rp 162 triliun. Sampai Agustus 2020, penabung di atas Rp 5 miliar, campuran antara institusi dan masyarakat menengah meningkat sangat tinggi," ujar Andry dalam webinar bincang APBN 2021, Selasa (13/10).
Bahkan di Agustus 2020, tabungan di atas Rp 5 miliar mencapai Rp 148 triliun. Ini juga jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, di mana angka tertingginya sebesar Rp 113 triliun di Juni 2019.
Petugas mengitung uang rupiah di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (27/11). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Menurut Andry, gemuknya tabungan masyarakat kelas menengah atas itu mengindikasikan ketidakpastian masih tinggi. Sehingga mereka lebih memilih untuk menaruh dananya di bank.
ADVERTISEMENT
"Itu mengindikasikan orang prefer to save, karena masih uncertainty," katanya.
Untuk itu, pemerintah diminta membuat kebijakan yang lebih seimbang untuk mendorong permintaan atau konsumsi pada kelas menengah atas.
Adapun selama ini kebijakan pemerintah lebih banyak untuk mendorong kelas bawah seperti bansos dan BLT, atau menengah ke bawah seperti subsidi gaji.
"Dengan kondisi seperti itu, memang perlu ada penyeimbang untuk mendorong permintaan dan competitiveness. Ini perlu diperhatikan di 2021 nanti," ujarnya.