Tak Blak-blakan Seperti NU, Muhammadiyah Akui Tertarik Jatah Lahan Tambang

26 Juni 2024 19:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PP Muhammadiyah mengakui masih membuka peluang untuk menerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) batu bara jika dapat penawaran dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
Pengamat Kebijakan Publik Muhammadiyah, Ihsan Tanjung, mengatakan penolakan Muhammadiyah atas pemberian lahan tambang bukan sikap resmi dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.
Ihsan mengakui sikap resmi Muhammadiyah memang belum selugas Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Pihaknya siap mempertimbangkan jika pemerintah menawarkan lahan tambang.
"Jadi intinya Muhammadiyah tidak selugas NU. Tapi mungkin Insya Allah ke depan kalau ditawarkan ke Muhammadiyah, saya nggak tahu akan diterima nanti kita tanya sama Ketua Umum kami," katanya saat Diskusi Fraksi PAN DPR RI, Rabu (26/6).
Ihsan mengutip pernyataan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti sebelumnya, bahwa Muhammadiyah menyatakan akan mengkaji dulu kebijakan ini dengan saksama.
Hal ini berbeda dengan sikap Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf yang sudah menegaskan butuh lahan tambang. Adapun PBNU adalah ormas pertama yang sudah memproses WIUPK, berupa penciutan lahan bekas PKP2B PT Kaltim Prima Coal (KPC).
ADVERTISEMENT
"Beliau menyampaikan, kami akan kaji dulu. Cuma kalau Gus Yahya bilang kan, iya kami butuh, kami siap. Nah, itu bedanya antara Muhammadiyah sama NU," imbuh Ihsan.
Sejauh ini, lanjut Ihsan, ada beberapa poin pernyataan Haedar Nashir terkait pengelolaan lahan tambang. Pertama, Haedar menilai ekonomi dan sumber daya alam harus diolah, tapi jangan dirusak.
Ihsan menyebut, Ketum PP Muhammadiyah itu menilai urusan tambang adalah hal yang sederhana. Tambang harus diolah oleh manusia, namun jika pengelolaannya bersifat merusak maka harus ditertibkan oleh hukum.
"Bukan berarti kita tidak boleh hanya karena ada pihak yang melakukan dengan cara yang salah. Justru kalau ingin menunjukkan uswah hasanah, tunjukkan bahwa kita bisa. Jadi ini soal mau ambil kesempatan atau tidak itu urusan kebijakan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, mayoritas umat Islam di Indonesia harus memiliki dan mengelola Tanah Air dengan baik dan harus berdaya. Sesuai dengan ajaran agama, kata Ihsan, mukmin yang kuat itu jauh lebih baik dan lebih dicintai Allah ketimbang yang lemah.
"Kita tidak boleh selalu tangan di bawah. Alhamdulillah kami organisasi yang mandiri namun tetap terbuka untuk berkolaborasi," pungkas Ihsan.
Adapun penolakan lahan tambang digaungkan Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu, Din Syamsuddin. Dia meminta PP Muhammadiyah menolak tawaran Presiden Jokowi yang mempersilakan ormas keagamaan mengelola tambang batu bara.
Dia menilai kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 ini lebih banyak mudharat-nya daripada maslahat-nya.
"Sebagai warga Muhammadiyah saya mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil/Presiden Joko Widodo. Pemberian itu lebih banyak mudharat dari pada maslahatnya. Muhammadiyah harus menjadi penyelesai masalah bangsa (problem maker), bukan bagian dari masalah (a part of the problem)," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (5/6).
ADVERTISEMENT