Tanah Lunak dan Bergerak Jadi Tantangan MRT Fase II, Bagaimana Mengatasinya?

22 Juli 2020 18:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perkembangan proyek MRT di Depo Lebak Bulus. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Perkembangan proyek MRT di Depo Lebak Bulus. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Kondisi tanah yang lunak dan bergerak harus dihadapi PT MRT Jakarta saat membangun Fase II. Mayoritas Stasiun MRT di fase II ini dibangun di bawah tanah. Sehingga kondisi tanah di Jakarta menjadi tantangan yang harus dipikirkan perusahaan.
ADVERTISEMENT
Soft soil dan land subsidence ini yang kita hadapi dari Thamrin ke Kota, kita sudah menghadapi itu,” kata Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim saat konferensi pers secara virtual, Rabu (22/7).
Dalam mengerjakan konstruksi dengan kondisi tersebut, MRT Jakarta tidak bisa sembarangan. Untuk itu, Silvia menjelaskan sudah ada 3 tahap yang disiapkan pihaknya dalam proses pembangunan Stasiun MRT fase II.
“Pertama terhadap kondisi tanah itu kita melakukan soil improvement untuk meningkatkan kekuatan tanah tersebut atau properti tanah itu supaya tanah itu lebih stabil pada saat kita mulai melakukan penggalian,” ujar Silvia.
Direktur Konstruksi MRT Jakarta, Silvia Halim. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
Langkah kedua yang diambil adalah building monitoring system sebelum memulai aktivitas fisik di lapangan. Silvia menjelaskan strategi itu dimulai juga dengan mengecek kondisi gedung-gedung yang ada di sekitar Stasiun MRT.
ADVERTISEMENT
“Kita cek kondisinya mereka seperti apa, sudah mengalami penurunan atau seperti apa, kita record. Kita ukur. Habis itu kita akan pasang beberapa instrumen untuk memonitor itu selama konstruksi apakah dia akan mengalami pergerakan atau tidak. Itu sebagai untuk memitigasi proyek juga,” terang Silvia.
Silvia mengatakan dengan langkah itu membuat pihaknya mengetahui lebih awal apabila terindikasi ada pergerakan. Setelah itu bakal ada respons yang diambil termasuk menghentikan sementara kegiatannya kalau memang belum bisa diatasi.
Tahapan ketiga adalah construction method. Silvia menjelaskan strategi itu penting dilakukan dengan menggunakan diaphragm wall atau dinding bawah tanah yang berfungsi sebagai penahan tanah. Hal itu penting dilakukan untuk mencegah pergerakan tanah pada saat mulai proses menggali.
ADVERTISEMENT
“Nah dinding ini tebalnya 1 meter, kedalamannya di tempat yang berisiko tinggi tanah lunak di Thamrin itu 30 meter. Padahal stasiunnya itu sendiri kedalamannya cuman 17 meter. So dindingnya itu double kita sudah ngecek ini soft-nya sampai mana gitu. Begitu soft-nya di sini, dindingnya lebih dalam lagi. Jadi ada step yang kita lakukan selama konstruksi,” tutur Silvia.