Tanpa Omnibus Law, Pajak Perusahaan Kini Turun Jadi 22 Persen hingga 2021

1 April 2020 8:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buruh melakukan aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (13/1).
 Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Buruh melakukan aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (13/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan atau perusahaan menjadi sebesar 22 persen di tahun ini dan 2021 serta 20 persen di 2022. Sebelumnya, tarif PPh Badan adalah 25 persen dari penghasilan kena pajak.
ADVERTISEMENT
Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 5 peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, yang berlaku sejak 31 Maret 2020.
"Penyesuaian tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud menjadi: a) sebesar 22 persen yang berlaku pada tahun pajak 2020 dan tahun pajak 2021, dan b) sebesar 20 persen yang mulai berlaku pada tahun pajak 2022," tulis Pasal 4 Perppu tersebut seperti dikutip kumparan, Rabu (1/4).
Selain itu, untuk perusahaan berbentuk perseroan terbuka (PT) dan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada Bursa Efek Indonesia paling sedikit 40 persen, dapat memperoleh tarif sebesar 3 persen lebih rendah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tertentu nantinya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
ADVERTISEMENT
Isi dari Perppu di bidang perpajakan tersebut sebagian terdapat dalam Omnibus Law Perpajakan, yang seharusnya masih dibahas oleh DPR RI. Dengan kata lain, aturan penurunan pajak perusahaan kini bisa berjalan tanpa Omnibus Law Perpajakan.
Padahal sebelum adanya Perppu tersebut, pemerintah juga telah memberikan diskon pajak bagi dunia usaha. Hal ini masuk dalam stimulus kedua untuk penanganan virus corona, dengan total anggaran mencapai Rp 22,9 triliun.
Dalam stimulus II itu, pemerintah memberikan insentif berupa penundaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor selama enam bulan. Penundaan ini berlaku untuk 19 sektor industri manufaktur.
Selanjutnya, pemerintah juga merelaksasi PPh Pasal 25 bagi korporasi. Yakni pengurangan 30 persen pajak korporasi pada 19 sektor industri, termasuk industri kecil dan menengah (IKM). Namun Sri Mulyani menjelaskan, insentif ini hanya berlaku penundaan hingga enam bulan ke depan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah juga memberikan relaksasi berupa restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Bagi eksportir, pemerintah tak akan memberikan batasan nilai restitusi.
Sementara untuk perusahaan lainnya non-eksportir diberikan batasan restitusi dipercepat hingga Rp 5 miliar, dari yang sebelumnya Rp 1 miliar. Insentif ini berlaku mulai April 2020 hingga September 2020.