Tantangan Ekonomi RI di 2021: Gelombang PHK Lanjutan hingga Lonjakan Kemiskinan

1 Januari 2021 13:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 membuat ekonomi terpuruk sepanjang 2020. Meski digadang-gadang membaik di tahun 2021 ini, namun sejumlah tantangan masih akan terus membayangi pemulihan ekonomi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berikut kumparan merangkum tantangan ekonomi yang harus dihadapi Indonesia di sepanjang 2021.

Gelombang PHK Lanjutan

Sepanjang 2020, Indonesia menghadapi gelombang PHK yang melanda berbagai sektor dunia usaha sebagai akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi karena pandemi COVID-19.
Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memperkirakan, korban putus hubungan kerja (PHK) masih akan tinggi di tahun depan. Hal ini sebagai dampak dari pandemi COVID-19 yang dinilai belum akan usai di 2021.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, perkiraan tersebut juga dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi Indonesia yang masih belum sepenuhnya pulih. Menurutnya, fase pertama ledakan PHK terjadi di akhir 2020.
Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran per Agustus 2020 mengalami peningkatan sebanyak 2,67 juta orang. Dengan demikian, jumlah angkatan kerja di Indonesia yang menganggur menjadi sebesar 9,77 juta orang.
ADVERTISEMENT
“Fase ledakan PHK yang pertama yang dirumahkan maupun yang di-PHK mendekati 3-4 juta, di antaranya 387.000 di-PHK itu pariwisata dan UMKM turunannya," kata Iqbal dalam keterangannya, Rabu (30/12).
Ketua KSPI Said Iqbal di Kemenkopolhukam, Jakarta. Foto: Nadia Riso/kumparan
Sementara fase kedua menurutnya akan dimulai di dari akhir 2020 hingga 2021. Iqbal menilai, sektor manufaktur hingga pariwisata yang banyak menyerap tenaga kerja, belum akan pulih di tahun mendatang. Menurutnya, akan ada tambahan 500 ribu hingga jutaan orang yang terkena PHK dari kedua sektor tersebut pada 2021.
"Ledakan PHK itu akan lebih meningkat, karena pariwisata belum bergerak dan PSBB juga makin ditingkatkan. Apalagi ada varian baru COVID dari Inggris yang sudah masuk ke Singapura, Malaysia, tidak menutup kemungkinan masuk ke Indonesia itu pariwisata tetap terpukul," jelasnya.
ADVERTISEMENT

Meningkatnya Jumlah Pengangguran

Akibat adanya gelombang PHK tersebut maka tingkat pengangguran yang besar juga tidak terelakkan. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS pada Agustus 2020, jumlah angkatan kerja tercatat sebanyak 138,22 juta orang, naik 2,36 juta orang dibanding Agustus 2019. Sejalan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga naik sebesar 0,24 persen poin.
Sementara, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Agustus 2020 sebesar 7,07 persen, meningkat 1,84 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2019. Penduduk yang bekerja sebanyak 128,45 juta orang, turun sebanyak 0,31 juta orang dari Agustus 2019. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase terbesar adalah Sektor Pertanian (2,23 persen poin). Sementara sektor yang mengalami penurunan terbesar yaitu Sektor Industri Pengolahan (1,30 persen poin).
ADVERTISEMENT
Sebanyak 77,68 juta orang (60,47 persen) bekerja pada kegiatan informal, naik 4,59 persen poin dibanding Agustus 2019. Dalam setahun terakhir, persentase pekerja setengah penganggur dan persentase pekerja paruh waktu naik masing-masing sebesar 3,77 persen poin dan 3,42 persen poin.
Sejumlah pekerja pabrik berjalan di luar area pabrik saat jam istirahat di Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (7/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
Kemudian, terdapat 29,12 juta orang (14,28 persen) penduduk usia kerja yang terdampak COVID-19, terdiri dari pengangguran karena COVID-19 (2,56 juta orang), Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena COVID-19 (0,76 juta orang), sementara tidak bekerja karena COVID-19 (1,77 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 (24,03 juta orang).
Dalam pidato kenegaraan Nota Keuangan 2020, Jokowi menyebut tingkat pengangguran pada 2021 ditargetkan mencapai 7,7-9,1 persen. Untuk itu menurut Jokowi, pemerintah akan bergerak cepat untuk menangani masalah tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kita harus bergerak cepat karena masih banyak PR yang belum kita selesaikan, kita akan dihadapkan pada besarnya jumlah pengangguran akibat PHK di masa pandemi,” ujar Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2020 secara virtual, Kamis (3/12).
Selain persoalan besarnya jumlah pengangguran, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia juga dihadapkan pada besarnya jumlah angkatan kerja yang belum mendapatkan pekerjaan.
“Kita menghadapi besarnya angkatan kerja yang memerlukan lapangan pekerjaan,” jelasnya.

Naiknya Tingkat Kemiskinan

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021, pemerintah memperkirakan tingkat kemiskinan berada di kisaran 9,2-9,7 persen atau sekitar 26,4 juta penduduk miskin. Sementara itu, tingkat ketimpangan diperkirakan berada di kisaran 0,377-0,379, serta indeks pembangunan kualitas manusia (IPM) di kisaran 72,78-72,95.
ADVERTISEMENT
“Berbagai kebijakan belanja negara secara keseluruhan diharapkan dapat mendorong tercapainya sasaran pembangunan pada tahun 2021, yakni tingkat pengangguran 7,7-9,1 persen dan tingkat kemiskinan di kisaran 9,2-9,7 persen,” ungkap Presiden Jokowi dalam Pidato Nota Keuangan, Jumat (14/8).
Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Adapun tren kemiskinan di Indonesia sejatinya sempat menurun dalam periode 2015-2019. Dikutip dari Buku Nota Keuangan yang diterima kumparan, tingkat kemiskinan mengalami penurunan dari 11,13 persen di September 2015 menjadi 9,22 persen di September 2019. Di periode yang sama, jumlah penduduk miskin telah menurun dari 28,5 juta orang menjadi 24,8 juta orang, atau telah turun sebanyak 1,91 persen poin (3,7 juta orang keluar dari kemiskinan).
Seperti diketahui, angka kemiskinan sangat erat kaitannya dengan rasio gini atau tingkat ketimpangan pendapatan. Sebagaimana capaian pada penurunan tingkat kemiskinan, rasio gini dalam periode 2015-2019 juga membaik yaitu dari 0,402 di September 2015 menjadi 0,380 di September 2019. Dalam periode tersebut, rasio gini telah menurun sebesar 0,022 basis poin.
ADVERTISEMENT
Namun, tren ini diperkirakan terhenti karena merebaknya pandemi COVID-19 di akhir kuartal pertama tahun 2020. Pandemi COVID-19 tersebut berimplikasi pada penurunan aspek sosial, ekonomi dan kesejahteraan.