Tarif Ojol Naik Dinilai Bisa Berdampak ke Kinerja UMKM

13 Agustus 2022 18:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para pengemudi ojek online berbincang saat kemacetan terjadi di kawasan Bundaran HI, Jakarta, pada Selasa (10/5/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Para pengemudi ojek online berbincang saat kemacetan terjadi di kawasan Bundaran HI, Jakarta, pada Selasa (10/5/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Tarif ojol atau ojok online naik lagi setelah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menaikkan batas tarif, khususnya di biaya jasa minimal yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 564 tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
ADVERTISEMENT
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan tarif baru yang ditetapkan Kemenhub tersebut berpotensi membebani masyarakat.
“Kenaikan tarif baru ojol memang tinggi, mungkin lebih dari 30 persen. Pada kilometer pertama hingga empat saja, kenaikannya sudah 50 persen. Sehingga nanti tarif ojol baru ini akan terasa sekali,” kata Piter, Sabtu (13/8).
Piter mengatakan apabila kenaikan setinggi itu, maka tarif ojol nantinya akan mendekati tarif taksi. Sehingga membuat minat masyarakat mengunakan ojol akan mengalami penurunan. Bila itu yang terjadi, maka akan berdampak negatif terhadap driver karena dapat mengurangi pendapatan.
“Perlu jadi perhatian bahwa masyarakat bawah itu sangat sensitif dengan kenaikan harga. Apalagi daya beli masyarakat sudah tergerus akibat pandemi, banyak PHK, penurunan gaji, kenaikan harga-harga bahan pangan, harga barang, dan sebagainya,” ujar Piter.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, kata Piter, kalau ada pernyataan kenaikan tarif ojol ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan driver dinilai tidak sepenuhnya tepat. Sebab, jika penepatan tarif terlalu tinggi akan membuat pendapatan driver turun dan memiliki dampak yang cukup luas pada sendi-sendi ekonomi. Ia mencontohkan dampaknya seperti membuat daya beli turun, memicu kenaikan harga-harga, dan mengerek inflasi.
“Menurut saya, sebelum ada kenaikan tarif ojol inflasi akan berada di kisaran 5 persen sampai 6 persen. Mengapa sebesar itu, karena banyak produsen belum mentransmisikan kenaikan harga-harga bahan baku terhadap harga jual kepada konsumen. Padahal inflasi di tingkat produsen itu sudah lebih dari 10 persen. Sementara inflasi di tingkat konsumen masih 4 persen,” terang Piter.
"Dan kenaikan tarif ojol yang tinggi ini dapat menjadi pemicu bagi produsen untuk mulai menerapkan kenaikan harga bahan baku kepada konsumen," tambahnya.
Piter Abdullah. Foto: Facebook/ @Piter Abdullah
Selain itu, Piter mengungkapkan dampaknya juga dirasakan pelaku usaha sektor mikro atau UMKM yang terkait dengan ojol, seperti GoFood, GrabFood, ShopeeFood, atau makanan lain yang pembeliannya melalui aplikasi yang akan mengalami kenaikan. Menurutnya, hal itu dapat membuat penjualan makanan melalui aplikasi turun. Pelaku UMKM bakal kesulitan berusaha di saat mereka mencoba bangkit usai pandemi.
ADVERTISEMENT
Sedangkan, UMKM yang tidak terkait dengan ojol diperkirakan juga akan terdampak secara tidak langsung dari kenaikan harga pangan dan barang akibat produsen besar turut menaikkan harga.
“Jadi, akibat dari kebijakan kenaikan tarif ini, efek bola saljunya sangat besar, dan bisa memicu inflasi menjadi liar,” tegas Piter.
Oleh sebab itu, Piter menyarankan agar pemerintah mengkaji kembali kenaikan tarif ojol yang cukup tinggi tersebut. Menurutnya, kalau harus ada kenaikan, sebaiknya dilakukan secara moderat alias tidak langsung tinggi.
“Angka wajar menurut saya itu ya maksimal 10 persen. Saya juga bertanya-tanya mengapa naiknya setinggi itu, kalkulasinya seperti apa?” tanya Piter.
Kemenhub telah mengevaluasi batas tarif terbaru dengan adanya Kepmenhub Nomor KP 564 tahun 2022. Namun, untuk sistem zonasi masih sama atau tetap berlaku 3 zonasi.
ADVERTISEMENT

Berikut ini pembagian zonasi dalam pengaturan tarif ojek online atau ojol:

a. Zona I meliputi: Sumatera, Jawa (selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), dan Bali;
b. Zona II meliputi: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi;
c. Zona III meliputi: Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan sekitarnya, Maluku dan Papua.

Berikut rincian tarif ojek online berdasarkan zonasi:

Zona I
Biaya jasa batas bawah: Rp 1.850 per km.
Biaya jasa batas atas: Rp 2.300 per km.
Biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa antara Rp 9.250-Rp 11.500 (Sebelumnya Rp 7.000-Rp 10.000).
Zona II
Biaya jasa batas bawah: Rp 2.600 per km (Sebelumnya Rp 2.000).
Biaya jasa batas atas: Rp 2.700 per km (Sebelumnya Rp 2.500).
ADVERTISEMENT
Biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa antara Rp 13.000-Rp 13.500 (Di Kepmenhub sebelumnya Rp 8.000-Rp 10.000).
Zona III
Biaya jasa batas bawah: Rp 2.100 per km.
Biaya jasa batas atas: Rp 2.600 per km.
Biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa antara Rp10.500-Rp 13.000 (Di Kepmenhub sebelumnya Rp 7.000-Rp 10.000).