Tekad dari Ujung Barat Indonesia

17 Mei 2019 13:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Aktivitas di UD. Nagata Tuna. Foto: Dok. LPDB
zoom-in-whitePerbesar
com-Aktivitas di UD. Nagata Tuna. Foto: Dok. LPDB
ADVERTISEMENT
Angin dari Samudra Hindia berembus hangat mengelus kapal yang sedang menggantungkan nasibnya pada laut. Pagi itu, di ujung Barat Indonesia sudah bersandar kapal-kapal berisi harapan untuk para nelayan dan keluarga mereka di rumah. Kapal-kapal tersebut akan menjelajah perairan untuk menangkap sumber daya alam yang tersimpan melimpah.
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil laut. Pada 2018, hasil laut Indonesia menyumbang 30% pendapatan nasional. Tahun ini Indonesia telah dilabeli sebagai negara eksportir tuna terbesar di dunia. Tercatat hingga tahun 2017, Indonesia menghasilkan 198.132 ton ikan tuna, senilai 659,9 juta dolar AS.
Provinsi Aceh menjadi salah satu penghasil tuna berkualitas ekspor di Indonesia. Tuna jenis sirip kuning hasil tangkapan nelayan lokal menjadi idola pasar mancanegara. Salah satu pengusaha lokal yang telah mengekspor tuna hingga ke Jepang adalah Muslim, pemilik UD Nagata Tuna di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam. Usaha yang dirintisnya pasca bencana tsunami Aceh tersebut berkembang pesat.
Nagata Tuna awalnya hanya mengolah lobster yang dipasarkan ke Kota Medan. Seiring permintaan pasar, ikan tuna menjadi komoditas utamanya, apalagi pada saat itu ada kesempatan untuk memasarkan tuna ke Singapura dan Malaysia.
ADVERTISEMENT
"Jadi awalnya ditawarkan, mau tidak dikirim ke Singapura, karena kualitasnya yang bagus. Aceh ini kaya dengan hasil lautnya," kata Muslim saat tim dari LPDB berkunjung melihat operasional usahanya.
Muslim mengakui, memang sebagai provinsi yang dikelilingi laut, Aceh memiliki potensi maritim yang tinggi dari bibir pantai barat hingga ke timur. Berkat potensi tersebut Nagata Tuna bisa berkembang. Bahkan, kini Nagata Tuna pun merambah ke ikan-ikan kecil seperti ikan cakalang, ikan layang, dan ikan karang lainnya.
com-UD. Nagata Tuna. Foto: Dok. LPDB
Perjuangan Muslim untuk membawa Nagata Tuna ke pasar internasional bukan tanpa halangan. Kendala yang dihadapi saat itu adalah sulitnya modal, apalagi lembaga bank juga sulit diakses karena perikanan adalah sektor yang berisiko besar.
"Pada saat itu kami butuh dana, dan bank tidak mempercayai kita, karena bank di sini belum percaya dengan perikanan," keluh Muslim.
ADVERTISEMENT
Di tengah sulitnya akses modal tersebut, Muslim mendapatkan tawaran untuk mengakses dana bergulir LPDB-KUMKM. Muslim semakin tertarik karena imbal jasa yang murah, yakni hanya lima persen per tahun menurun. "Jadi saya dengar, ada dana bergulir LPDB, bunganya ringan, jadilah saya ajukan proposal usaha ini ke Jakarta," ucap Muslim.
Dalam proses pengajuannya, Muslim merasakan LPDB tidak hanya sekadar memberikan permodalan saja, tapi juga pembinaan. Terbukti, kini administrasi yang dilakukan Nagata Tuna sudah lebih rapi dan lengkap dibandingkan sebelumnya.
"LPDB buat saya sangat profesional. Tadinya kami tulis pembelian ikan di sobekan kardus rokok, sekarang sudah tertib administrasi, semua diketik menggunakan komputer," jelas Muslim sambil tertawa menceritakan awal pengajuan dana bergulir LPDB.
Kini, Nagata Tuna tidak lagi dijauhi oleh perbankan, justru kini bank yang turun gunung menawarkan modal ke kantornya yang terletak di Desa Punge Blang Cut. "Berkat dulu berbagi pengalaman dengan LPDB, kini orang bank kaget melihat administrasi kami yang sudah rapi dan lengkap, padahal dulu bank menolak kami," ujar ayah beranak lima tersebut. Karena bantuan dari LPDB, tekad Muslim untuk menyukseskan usahanya di Ujung Barat Indonesia pun dapat terwujud.
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan Dana Bergulir
com-Aktivitas di UD. Nagata Tuna. Foto: Dok. LPDB
Nagata Tuna mendapatkan dana bergulir LPDB sebesar Rp 1 miliar dan memanfaatkannya untuk pembuatan air blast freezer (pembeku ikan) kapasitas 4 ton dan cold storage (tempat penyimpanan ikan) kapasitas 50 ton. Bulan Maret ini, Nagata Tuna telah mengolah ikan tuna mencapai lebih dari 200 kg dan ikan lainnya yang berkisar 40-60 ton.
Produktivitas yang meningkat ini pula yang memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Awalnya hanya terdapat 3 pegawai termasuk Muslim, tapi kini Nagata Tuna memiliki 10 pegawai ditambah tenaga kerja lepas harian yang mencapai 30 orang.
"Sejak adanya cold storage itu, semakin berani kami terima ikan lebih banyak, hingga akhirnya tenaga kerja pun kita tambah, supaya dapat memproses lebih cepat, bahkan bisa mencapai 30 orang totalnya jika ikan yang diterima banyak, agar tetap terjaga kesegarannya," jelas Muslim.
ADVERTISEMENT
Kualitas ikan pun menjadi perhatian Muslim, karena untuk ekspor terutama ke Jepang, Nagata Tuna menyeleksi ikannya yang berkualitas grade A. Dari pengolahan ikan hingga pemotongan dan packing pun dilakukan secara profesional dengan quality control yang ketat. Sampai saat ini Nagata Tuna tetap dipercaya oleh pembelinya di luar negeri.
"Kami harus menjaga kualitas ikan ini, karena ekspor maka harus Grade A. Makanya kami lakukan kontrol yang ketat," Kata Muslim sambil memperlihatkan sertifikat dan penghargaan yang telah diraihnya.
Muslim merasakan adanya dana bergulir ini dapat membantu meningkatkan produktivitasnya. Produktivitas yang didorong tentu berarti penambahan tenaga kerja dan peningkatan aset serta omzet dari usahanya. Tahun 2018, Nagata Tuna memiliki omzet menembus angka Rp 5 miliar dengan pasar domestik dan luar negeri.
ADVERTISEMENT
Merangkul Nelayan
com-Aktivitas di UD. Nagata Tuna. Foto: Dok. LPDB
Hubungan Muslim dengan nelayan tidak hanya sebatas bisnis ikan, tetapi juga mencakup hubungan sosial yang dibangun dengan pendekatan kekeluargaan. Misalnya saja, jika ada nelayan yang sakit, Muslim selalu menyempatkan diri menjenguk. Menurut Muslim, dengan menjalin hubungan tersebut, akan tercipta kedekatan bersifat psikologis yang tidak hanya sekadar bicara mengenai uang dan bisnis. Selain itu, Nagata Tuna juga turut memberikan pelatihan bagi rekan nelayan, baik bagi nelayan yang memasok ikan ataupun tidak, agar mereka dapat menjaga ikan tetap segar selama di kapal menuju tempat pengolahan.
"Kami lakukan pendekatan sosial, jika ada yang sakit kami tengok, lalu ada anaknya di rumah kami belikan buah, dan seperti tahun lalu kami berikan pelatihan gratis tentang pengolahan ikan selama di kapal sampai tiga kali dari teori sampai praktik di atas kapal," cerita Muslim.
ADVERTISEMENT
Ia berharap dengan adanya pendekatan ini rasa kebersamaan akan semakin kuat, terutama bagi sesama orang Aceh. Karena, di era globalisasi dengan persaingan yang ketat ini, mereka akan kalah jika tidak berjuang bersama-sama untuk bersaing dengan pendatang yang memiliki modal lebih besar dan sumber daya yang lebih modern.
"Jadi kita orang Aceh harus bersatu, semoga cara itu bisa menguatkan ekonomi orang Aceh," harap Muslim.
Bapak berusia 50 tahun itu berharap agar LPDB dapat memberikan fasilitas permodalan kepada pelaku usaha lain di Aceh dan Indonesia, khususnya bagi mereka yang membutuhkan dan layak untuk mendapatkannya. LPDB juga perlu melakukan sosialisasi bukan hanya di kota-kota besar saja, melainkan juga ke daerah-daerah terutama di Aceh untuk memberikan informasi ke tiap kepala desa.
ADVERTISEMENT
"Saya harap LPDB ke depan dapat semakin maju, dan membantu pelaku usaha di Indonesia, khususnya di Aceh," tutup Muslim.
Sebagai informasi, LPDB-KUMKM merupakan satuan kerja dari Kementerian Koperasi dan UKM yang sampai saat ini telah menyalurkan Rp 8,9 triliun kepada satu juta lebih pelaku usaha di Indonesia. Tahun 2019, target penyaluran LPDB sebesar Rp 1,5 triliun yang akan disalurkan menggunakan skim konvensional Rp 975 miliar dan skim syariah Rp 525 miliar. Tarif yang dikenakan untuk program Nawacita (Pertanian, Perikanan, dan Perkebunan) 4,5 persen per tahun menurun, Sektor Riil 5 persen, dan Simpan Pinjam 7 persen.
Story ini merupakan bentuk kerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Bergulir.