The Fed Naikkan Suku Bunga jadi 0,75 Persen, Ini Efeknya ke Indonesia

6 Mei 2022 8:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi logo Bank Indonesia. Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi logo Bank Indonesia. Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi
ADVERTISEMENT
Bank sentral AS Federal Reserve atau The Fed menaikkan suku bunga acuan semalam (overnight interest rate) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 0,75 persen hingga 1 persen.
ADVERTISEMENT
Kenaikan suku bunga ini menjadi yang tertinggi dalam 22 tahun terakhir. Tidak hanya akan berimbas pada stabilitas moneter AS, kebijakan ini juga akan berdampak besar kepada negara lain, salah satunya Indonesia. Berikut penjelasannya.
BI Diprediksi Naikkan Suku Bunga Acuan 4 Persen
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad memperkirakan Bank Indonesia (BI) juga akan menaikkan suku bunga acuan berkisar 25-50 bps, dengan batas tinggi sampai 4 persen pada 2022. Per Maret 2022, suku bunga acuan BI masih di level 3,5 persen.
“Kemungkinan BI akan menaikkan suku bunga mungkin tidak lama lagi, bulan lalu BI masih pertahankan karena inflasi relatif rendah,” katanya saat dihubungi kumparan, Kamis (5/5).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Dengan kondisi lebaran dan faktor harga bahan bakar, Tauhid memprediksi inflasi dalam negeri akan terus meningkat. Apabila faktor pendorong suku bunga acuan RI melemah, BI sebaiknya menaikkan arus modal dalam sektor keuangan.
ADVERTISEMENT
Apabila BI tetap mempertahankan suku bunga acuan 3,5 persen, kata Tauhid, capital outflow akan semakin kuat dan rupiah sulit untuk bertahan, bahkan nilai tukar menembus di atas Rp 14.400.
Menurut Tauhid, BI akan menaikkan suku bunga acuan mulai di Juni 2022. Agar menjaga stabilitas, BI diharapkan semakin terlibat dalam sektor jasa keuangan.
“BI harus melakukan banyak pembelian uang dolar dan melakukan operasi di sektor keuangan,” pungkasnya.
Milenial di Indonesia Makin Susah Beli Rumah
Pekerja menyelesaikan pembangunan perumahan. Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Direktur Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, investor telah mewanti-wanti kenaikan suku bunga tersebut. Kenaikan suku bunga berimbas pada pemulihan ekonomi Indonesia.
“Suku bunga naik, cost kredit dan ekspansi biaya usaha akan relatif lebih mahal. Anak-anak muda susah dapat rumah, dan dampaknya langsung kena ke kita semua,” katanya saat dihubungi kumparan, Kamis (5/5).
ADVERTISEMENT
Bhima khawatir kenaikan suku bunga akan berimbas pada suku bunga pinjaman, khususnya kredit modal kerja, kredit konsumsi, dan kredit kepemilikan rumah (KPR). Terlebih permintaan KPR dari para milenial akan meningkat seiring pemulihan ekonomi. Ketika suku bunga saat memasuki floating akan semakin mahal hingga tahun berikutnya.
Selain itu, Bhima menyebut kenaikan suku bunga berdampak pada bunga kredit kendaraan bermotor. Suku bunga pinjaman dari bank juga akan meningkat sehingga milenial yang ingin membangun startup menjadi terhambat.
“Dampaknya juga ke imported inflation. Kalau rupiahnya goyang, impor akan lebih mahal terutama komoditas tepung terigu,” lanjutnya.
Menurut Bhima, biaya impor komoditas akan semakin mahal akibat perang Rusia-Ukraina ditambah dengan pelemahan rupiah. Investor saat ini menunggu rilis data inflasi dari BPS dan suku bunga acuan Bank Indonesia.
ADVERTISEMENT