The Fed Naikkan Suku Bunga, Wall Street Ditutup Melonjak

5 Mei 2022 7:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja melihat pergerakan saham dari layar monitor di Wall Street di New York City. Foto: Eisele / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja melihat pergerakan saham dari layar monitor di Wall Street di New York City. Foto: Eisele / AFP
ADVERTISEMENT
Wall Street ditutup menguat pada perdagangan Rabu (4/5) waktu setempat usai Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed menaikkan suku bunga 50 basis poin (bps). Dengan kenaikan itu, kisaran acuan dana federal naik menjadi 0,75 persen hingga 1 persen yang merupakan tertinggi dalam 22 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, Kamis (5/5), Dow Jones Industrial Average (.DJI) naik 932,27 poin atau 2,81 persen menjadi 34.061,06, S&P 500 (.SPX) naik 124,69 poin atau 2,99 persen menjadi 4.300,17 dan Nasdaq Composite (.IXIC) menambah 401,10 poin atau 3,19 persen menjadi 12.964,86.
Awalnya, laju dari grafik saham terlihat lesu pasca pengumuman kenaikan suku bunga yang dilakukan The Fed. Kendati demikian, indeks saham menunjukkan penguatan. Kenaikan S&P 500 sebesar 3 persen merupakan indeks yang terkuat sejak 18 Mei 2020.
Semua 11 sektor utama S&P 500 mengakhiri sesi di zona merah dengan saham energi (.SPNY) yang memimpin kenaikan.
Di sisi lain, muncul kekhawatiran tentang pukulan terhadap pertumbuhan ekonomi akibat melemahnya pendapatan dari beberapa perusahaan besar. Konflik di Ukraina dan pertumbuhan industri yang berkaitan dengan pandemi di China telah memukul Wall Street baru-baru ini. Nilai saham tumbuh tapi penjualan merosot.
ADVERTISEMENT
Meski pasar saham melambung, tapi para investor yang menyaksikan pengumuman Gubernur The Fed Jerome Powell juga menebak seberapa jauh dan seberapa cepat bank sentral bersiap untuk menurunkan inflasi yang tinggi selama beberapa dekade. Sebab kebijakan ini bakal membuat biaya pinjaman juga tinggi.
Chief Executive AXS Investments di Port Chester, New York, Greg Bassuk mengatakan The Fed sebetulnya memahami mengenai perlunya menahan kenaikan harga. Ketika The Fed menjadi lebih agresif dengan kenaikan suku bunga, mereka masih perlu bergulat dengan ketegangan geopolitik. Di sisi lain, COVID-19 yang tak kunjung usai membuat pendapatan perusahaan merosot.
"Jadi, terlepas dari langkah Fed, kami pikir kami masih akan melihat lebih banyak volatilitas ke depan," ujar Bassuk.
ADVERTISEMENT
Adapun saham yang anjlok sampai 30 persen akibat kekhawatiran atas jumlah penunggang dan pengeluaran perusahaan, yakni saham Lyft Inc (LYFT.O). Perusahaan ride-hailing ini melaporkan pendapatan kuartal pertama sebesar USD 875 juta yang meningkat 44 persen dari tahun sebelumnya, sementara jumlah pengendara aktif meleset dari ekspektasi analis.
Gubernur The Fed Jerome Powell berbicara pada konferensi pers setelah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal. Foto: AFP
Kemudian ada Starbucks Corp (SBUX.O) yang naik 9,9 persen setelah rantai kopi tersebut mencatatkan penjualan yang berbanding lurus tumbuh 12 persen per triwulan di Amerika Utara.
Livent Corp (LTHM.N) juga mengalami kenaikan 30,2 persen setelah membukukan laba kuartalan yang lebih baik dari perkiraan. Livent juga meningkatkan prospek pendapatan 2022 karena permintaan yang lebih tinggi untuk lithium yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik.
Saham bank ikut naik 3,5 persen setelah imbal hasil Treasury AS dua tahun yang paling sensitif terhadap prospek suku bunga The Fed melonjak ke level tertinggi sejak November 2018. Hasil suku bunga acuan 10-tahun mencapai 3 persen untuk hari ketiga berturut-turut.
ADVERTISEMENT