The Fed Pertahankan Suku Bunga Rendah hingga 2023, Bagaimana dengan BI?

18 September 2020 11:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Foto: Dok. Departemen Komunikasi Bank Indonesia.
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Foto: Dok. Departemen Komunikasi Bank Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, mempertahankan suku bunga acuan 0-0,25 persen selama bulan ini. Hal ini dilakukan The Fed demi mendorong inflasi di atas target 2 persen dan lapangan pekerjaan tumbuh maksimal.
ADVERTISEMENT
Bersamaan dengan pernyataan kebijakannya, The Fed juga merilis perkiraan dari anggota Federal Open Market Committee (FOMC) yang menunjukkan bahwa mereka akan mempertahankan suku bunga acuan mendekati nol tersebut hingga akhir 2023.
Sementara itu di Indonesia, Bank Indonesia (BI) juga mempertahankan suku bunga acuan 4 persen selama bulan ini. Ini merupakan ketiga kalinya BI menahan bunga acuan.
Adapun level suku bunga acuan tersebut merupakan yang terendah sejak BI 7 Day (Reverse) Repo Rate diberlakukan pada April 2016. Jika ditarik lebih jauh lagi, bunga acuan 4 persen juga merupakan yang terendah sepanjang masa.
Lalu, apakah BI akan mengikuti The Fed untuk menahan bunga acuan hingga 2023?
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky mengatakan, BI masih perlu menahan suku bunga acuan 4 persen demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, yang saat ini dinilai masih berfluktuasi.
New York Federal Reserve Bank Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Selain itu, BI juga masih perlu menjaga laju inflasi yang saat ini masih rendah. Selama Agustus 2020, tercatat indeks harga konsumen mencatatkan deflasi 0,05 persen (mtm) dan inflasi 1,32 persen (yoy). Inflasi tahunan tersebut merupakan yang terendah sejak 20 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
“Karena pandemi tidak akan hilang seluruhnya dalam waktu dekat, permintaan agregat yang lesu akan terus menahan angka inflasi dalam beberapa bulan mendatang,” kata Riefky kepada kumparan, Jumat (18/9).
Penerapan kembali PSBB di wilayah Jakarta juga akan memberikan tekanan tambahan pada kegiatan ekonomi, sehingga hal ini akan mendorong permintaan agregat dan inflasi lebih rendah.
Riefky menjelaskan, BI masih perlu menjaga suku bunga acuan karena ketidakpastian di pasar keuangan juga masih tinggi.
Dalam catatannya, total aliran masuk portofolio sebesar USD 4,60 miliar per 11 September 2020, melambat dari akumulasi arus masuk portofolio bulan sebelumnya sebesar USD 5,68 miliar.
Arus modal keluar mendorong peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 Tahun dan 1 Tahun menjadi masing-masing 7,0 persen dan 3,9 persen.
ADVERTISEMENT
Hingga 16 September 2020, nilai tukar rupiah juga tercatat mengalami pelemahan atau depresiasi 1,58 persen secara point to point dibandingkan dengan akhir Juli 2020, atau terdepresiasi 6,42 persen dari akhir Desember 2019.
Dia menilai, risiko kontraksi ekonomi yang lebih dalam di waktu dekat, ditambah dengan kemungkinan penyebaran virus yang berkepanjangan di Indonesia, telah mendorong pasar menjadi lebih bergejolak dari sebelumnya.
“Meskipun tekanan deflasi yang meningkat memberikan momentum yang cukup bagi BI untuk lebih melonggarkan kembali kebijakan moneternya, stabilitas rupiah lebih krusial,” jelasnya.
Sementara itu, BI juga perlu menjaga kebijakan makroprudensial dan mendorong kebijakan moneter nonkonvensional secara lebih agresif. Hal ini untuk menjaga jumlah likuiditas agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
BI dinilai bisa melonggarkan kebijakan moneternya jika faktor-faktor dan kondisi ekonomi di atas menunjukkan perbaikan.
“Untuk saat ini, kami melihat bahwa perbedaan tingkat suku bunga saat ini masih relatif menarik untuk menjaga aliran modal masuk dan stabilitas nilai tukar,” tambahnya.
Gubenur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) memberikan keterangan kepada pers mengenai hasil Rapat Dewan Gubernur BI bulan Februari 2019, Kamis (20/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut, keputusan untuk menahan bunga acuan 4 persen dengan mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah laju inflasi yang diperkirakan tetap rendah.
"Untuk mendorong pemulihan ekonomi dari dampak COVID-19, BI menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas, termasuk dukungan BI kepada pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN 2020," jelas Perry saat konferensi pers secara online, Kamis (17/9).
Di samping itu, BI juga menempuh berbagai kebijakan lanjutan, yaitu:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT