Tingkatkan Inklusi Keuangan, OJK Bakal Wajibkan Anak SMP Punya Tabungan di Bank

11 November 2020 20:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya meningkatkan meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia. Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, mengungkapkan untuk mewujudkan keinginan tersebut, salah satu langkahnya adalah bakal meminta siswa SMP mempunyai tabungan di bank.
ADVERTISEMENT
"Kami punya program seluruh murid SMP akan diwajibkan mempunyai tabungan di bank. Ini sudah kami lakukan di beberapa kota, ini media kita juga edukasi, dan kita punya program program literasi keuangan untuk anak SMA dan termasuk mahasiswa," kata Wimboh saat acara Indonesia Fintech Summit secara virtual, Rabu (11/11).
Wimboh mengungkapkan, langkah tersebut dengan menggandeng pihak-pihak terkait seperti Pemerintah Daerah dan Perbankan. Ia menganggap meminta anak-anak mulai SMP menabung di bank membuat mereka memahami berbagai produk keuangan.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso saat konferensi pers terkait dampak virus corona di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Selain itu, Wimboh menjelaskan semakin banyaknya masyarakat menabung di bank membuat Dana Pihak Ketiga (DPK) di bank semakin meningkat.
"Ini kami yakin tidak bisa sendiri karena kami harus bekerja sama seluruh pemangku kepentingan. OJK, karena otoritas keuangan, jadi mempunyai peran yang sangat besar untuk meyakini semua nasabah," ungkap Wimboh.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganggap inklusi keuangan di Indonesia masih rendah. Jokowi mengatakan indeks inklusi keuangan Indonesia masih tertinggal dibandingkan beberapa negara di ASEAN.
Di tahun 2019 inklusi keuangan Indonesia mencapai 76 persen. Jumlah tersebut lebih rendah dari Singapura 98 persen, Malaysia 85 persen, dan Thailand 82 persen.
Kondisi tersebut diperparah dengan literasi keuangan digital yang juga masih perlu ditingkatkan lagi.