news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Transaksi Digital Meningkat, Pengguna Harus Waspada Kejahatan Siber

18 November 2021 18:33 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Maraknya digitalisasi membuat transaksi online meningkat, baik di sektor keuangan dan perbankan maupun e-commerce.. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Maraknya digitalisasi membuat transaksi online meningkat, baik di sektor keuangan dan perbankan maupun e-commerce.. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Masifnya digitalisasi di berbagai aspek, dapat meningkatkan risiko terjadinya kebocoran data pribadi. Salah satu faktor utama bocornya data pribadi ke pihak tidak bertanggung jawab adalah rendahnya literasi digital, seperti dengan mudah memberikan data pribadi berupa nomor handphone atau KTP ke orang lain.
ADVERTISEMENT
Pengamat cyber security, Ruby Alamsyah, membenarkan bahwa literasi digital di Tanah Air masih sangat rendah. Namun menurut Ruby, kebocoran data tidak semuanya disebabkan ketidaktahuan individu mengenai keamanan data.
Menurut dia, ada dua jenis kebocoran data yang biasa terjadi. Pertama, kebocoran data skala individu. Hal ini biasanya terjadi karena ketidaktahuan atau bisa juga karena kecerobohan individu dalam menyimpan atau menggunakan datanya. Kedua, adanya celah kebocoran dari penyedia layanan.
"Masyarakat yang tidak tersosialisasi, yang tidak paham memang ada dan perlu dibenahi," ujar Ruby. Menurut dia, selain masalah literasi digital di masyarakat, penyedia layanan juga harus menyediakan sistem keamanan yang baik dengan teknologi terkini.
Di sisi lain, Ruby menilai Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sangat urgent untuk segera disahkan. Sejatinya, kata dia, Indonesia terlambat menangani kasus kebocoran data ini.
ADVERTISEMENT
Berkaca dari rentannya kebocoran, Ruby khawatir apabila RUU Perlindungan Data Pribadi tidak segera disahkan, tidak ada lagi data pribadi masyarakat Indonesia yang tersisa dan bisa diamankan.

Serangan Siber Menyasar Banyak Pihak

Tidak hanya pada e-commerce dan instansi pemerintah, serangan siber juga terjadi pada industri perbankan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan serangan siber justru makin marak terjadi di tengah tren transformasi digital perbankan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK, Teguh Supangkat, mengatakan secara global serangan siber bahkan menyebabkan kerugian yang nilainya sangat fantastis.
"Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh International Monetary Fund (IMF) mengenai estimating cyber risk for the financial sector, estimasi total kerugian rata-rata tahunan yang dialami sektor jasa keuangan secara global yang disebabkan serangan siber mencapai USD 100 miliar," ujar Teguh dalam Grand Launching Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan di Jakarta, Selasa (26/10).
ADVERTISEMENT

Keamanan Siber di Indonesia

Ilustrasi kejahatan siber. Foto: Shutter Stock
Di Indonesia, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat jumlah serangan siber yang terjadi sepanjang Januari hingga Juli 2021 sebanyak 741,4 juta serangan.
"Jumlah serangan siber ini mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dibandingkan dengan seluruh serangan siber yang terdeteksi sepanjang tahun 2020, yaitu mencapai 495,3 juta serangan," ujar Teguh.
Teguh menekankan, sektor keuangan merupakan industri yang sangat rentan terhadap serangan siber. Sektor keuangan menempati posisi kedua sebagai target serangan siber setelah sektor pemerintahan, terutama dalam bentuk malware.
"Kondisi keamanan siber nasional juga perlu menjadi perhatian," ujarnya.
Berdasarkan Global Cyber Security Index, tingkat keamanan siber di Indonesia menduduki peringkat 24 dari 194 negara. Secara regional di Asia Pasifik, posisi Indonesia berada di peringkat 6.
ADVERTISEMENT
Nilai dan peringkat Indonesia ini naik dibandingkan tahun 2018, yang berada di posisi 48 secara global dan menempati peringkat 9 secara regional.
Gambaran insiden siber dan kondisi keamanan siber nasional tersebut menunjukkan keamanan siber merupakan hal krusial, termasuk bagi sektor keuangan. Potensi risiko serangan siber akan semakin besar seiring peningkatan penyediaan layanan perbankan secara digital.
"Oleh karena itu, upaya transformasi digital perlu diimbangi dengan manajemen risiko yang memadai, termasuk dalam mengelola keamanan siber," ujarnya.

Keamanan Siber Butuh Kesadaran Pengguna

Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Perbanas, Aviliani, pun menyayangkan masih banyak masyarakat belum aware tentang keamanan data pribadi.
Menurut Aviliani, masyarakat seringkali tidak sadar secara sukarela membuka dan memberikan informasi data pribadi ke pihak lain. Salah satu data pribadi yang paling sering dibagikan adalah KTP dan nomor telepon.
ADVERTISEMENT
Aviliani menilai selain literasi digital masyarakat yang harus ditingkatkan, keamanan data pribadi juga menjadi tanggung jawab bersama. Bukan hanya di sektor keuangan atau perbankan saja, tapi juga sektor lain yang terkait.
Seperti perusahaan telekomunikasi yang tidak berhubungan dengan sektor keuangan. Menurut dia, dibutuhkan kolaborasi antar sektor tersebut karena data nomor telepon sering digunakan bank sebagai data nasabah.
Selain itu, Aviliani menilai keamanan nomor telepon masyarakat juga harus menjadi perhatian Kominfo. Sebab Kominfo merupakan kementerian yang berwenang melakukan pemblokiran bila terjadi penyalahgunaan nomor telepon.
"Infrastruktur ada di sana, ada di Kominfo. Enggak hanya media sosial," ujarnya.
Menyadari pentingnya keamanan data dan dana nasabah, Jenius dari PT Bank BTPN Tbk, meluncurkan program Jenius Aman sebagai edukasi keamanan digital untuk meningkatkan literasi masyarakat terkait pentingnya menjaga keamanan data pribadi, terutama di ranah digital.
ADVERTISEMENT
"Kami meluncurkan program Jenius Aman untuk mengedukasi masyarakat tentang keamanan data pribadi agar dapat terhindar dari kejahatan siber yang terus berkembang," ujar Digital Banking Head Bank BTPN Irwan Tisnabudi kepada kumparan, Senin (1/11).
Ilustrasi Bank Jenius. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Latar belakang peluncuran Jenius Aman ini berawal dari studi yang dilakukan Jenius bertajuk "Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Data-Data Pribadi yang Bersifat Rahasia". Studi tersebut dilaksanakan pada September 2021, melibatkan 637 responden berusia 21 hingga 30 tahun.

Literasi Digital Masih Jadi Persoalan

Hasil studi menemukan hanya 1 dari 10 anggota masyarakat digital savvy yang memahami dan menyadari modus kejahatan siber rekayasa sosial (social engineering). Dalam hasil survei yang sama, 7 dari 10 anggota masyarakat digital savvy belum memahami bahwa nama dan tanggal kedaluwarsa yang tertera di kartu debit merupakan informasi rahasia yang sama pentingnya dengan informasi lain seperti PIN, nomor CVV, dan 16 digit kartu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, hasil survei juga mengungkap dari 10 anggota masyarakat digital savvy, 5 di antaranya pernah dihubungi oknum kejahatan siber, dan 1 dari 5 anggota masyarakat digital savvy tersebut teperdaya memberikan data pribadi melalui WhatsApp call, link, website, dan akun media sosial palsu.
"Dengan melihat temuan dari survei Jenius Study tersebut, kami meluncurkan program Jenius Aman untuk memaksimalkan edukasi serta fitur keamanan di Jenius," ujar Irwan.
Salah satu implementasi yang sudah dijalankan adalah kampanye edukasi #DatamuRahasiamu. Kampanye tersebut merupakan kolaborasi antara Jenius dengan beberapa pelaku industri digital lainnya, baik bank maupun nonbank yaitu BCA, blu by BCA Digital, BNI, Digibank, OCBC NISP, motion banking, Flip, DANA, dan Twitter.
Untuk mewujudkan ekosistem digital dan perbankan yang aman, diperlukan upaya kolaboratif. Artinya hal tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab penyedia layanan, tapi juga dibutuhkan kesadaran dari para penggunanya.
ADVERTISEMENT
Penyedia layanan bertanggung jawab mengembangkan keamanan yang berkelanjutan. Sementara itu, pengguna layanan juga perlu waspada untuk ikut membantu melindungi data dan dana miliknya agar tidak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Selain itu, agar pemahaman masyarakat mengenai keamanan semakin optimal, Jenius juga memperkenalkan kembali laman www.jenius.com/jeniusaman yang berisikan informasi keamanan digital terkini.
Tak hanya itu, edukasi tentang keamanan digital ini juga dilakukan Jenius melalui berbagai kegiatan dan channel, antara lain sosial media, konten artikel di website, kegiatan bersama komunitas Jenius Co.Create, acara dan kegiatan kolaborasi bersama partner, dan media massa.
Irwan menjelaskan, sejak diluncurkan Jenius sudah menyediakan fitur keamanan berlapis dengan teknologi terkini agar nasabah bisa bertransaksi menggunakan aplikasi Jenius dengan aman.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, seiring dengan berkembangnya kejahatan siber, Irwan tak menampik penambahan langkah keamanan yang dilakukan akan berdampak pada kenyamanan nasabah dalam menggunakan Jenius. Namun langkah tersebut tetap diambil guna melindungi pengguna dari tindak kejahatan siber. Salah satu penambahan keamanan di Jenius adalah penutupan akses unlink device melalui aplikasi/website dan mengalihkannya ke Jenius Help 1500365.
"Kami senantiasa mendengarkan masukan dari pengguna dan melakukan perbaikan serta peningkatan layanan. Saat ini kami telah menambahkan kapasitas layanan Jenius Help, sehingga proses unlink device dapat diselesaikan dalam waktu dua jam, yang sebelumnya membutuhkan dua hari kerja," ujarnya.
Irwan mengatakan, upaya perlindungan data pribadi ini tidak hanya menjadi tanggung para penyedia jasa keuangan dan para nasabah, tapi juga regulator dan penegak hukum. "Peraturan perundang-undangan yang dirumuskan oleh pemerintah dapat membantu dalam mewujudkan perlindungan data masyarakat yang maksimal," tandasnya.
ADVERTISEMENT