Transformasi Holding PTPN: Dari Utang Menggunung, Kini Pede Bisa Untung

25 Mei 2022 9:04 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara, Mohammad Abdul Ghani. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara, Mohammad Abdul Ghani. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Nasib mujur menghampiri Holding PT Perkebunan Nusantara (PTPN) tahun lalu. Perusahaan yang dipimpin PTPN III berhasil mencetak laba bersih Rp 4,64 triliun secara konsolidasi, meroket 508 persen dibandingkan 2020 yang merugi Rp 1,14 triliun.
ADVERTISEMENT
Laba bersih ini berasal dari pendapatan perusahaan Rp 53,57 triliun, meningkat 36 persen dibandingkan tahun sebelumnya Rp 39,3 triliun. EBITDA (Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) perusahaan tercatat Rp 14,18 triliun, naik 206,69 persen dibanding tahun sebelumnya. Pun dengan aset Rp 144,6 triliun, naik 10 persen.
Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani mengatakan, tahun lalu memang menjadi berkah bagi perusahaan sebab komoditas sawit yang selama ini menjadi andalan perusahaan, harganya tengah melambung di pasar global. Apalagi, tahun lalu total produktivitas (protas) tanda buah segar (TBS) sawit di holding PTPN sebanyak 21,07 ton per hektar, naik 7 persen dibandingkan tahun sebelumnya 19,67 ton per hektar.
Di pabrik, produksi minyak kelapa sawit (crude price oil/CPO) juga naik. Tahun lalu, produksi CPO holding PTPN 2,69 juta ton, naik 13 persen dibandingkan tahun sebelumnya 2,39 juta ton.
ADVERTISEMENT
"Itulah yang menjadikan PTPN secara finansial tahun lalu luar biasa dibandingkan tahun sebelumnya rugi Rp 1,4 triliun," kata Ghani kepada kumparan dalam wawancara The CEO, Rabu (25/5).
Protas TBS dan produksi CPO yang naik, kata Ghani, buah dari usaha manajemen membenahi pemberian pupuk hingga pengadaan bahan bakar HSD untuk menggerakkan mesin-mesin pabrik secara terpusat.
Dengan pengadaan yang terpusat, perusahaan mendapatkan diskon biaya pembelian bahan bakar HSD dari 15 persen menjadi 30 persen. Potongan harganya sekitar Rp 575 miliar.
Utilitas 75 pabrik CPO juga ditingkatkan, dari yang biasanya 60-70 persen, kini bisa naik menjadi 113 persen. Perusahaan membeli banyak TBS dari petani untuk memenuhi kapasitas pabrik.
"Ketika utilisasi meningkat, maka unit cost per satuan turun 5 persen, makanya kemudian ketika kami melakukan perbaikan kultur teknis, kemudian perbaiki pemupukan, protas naik 8 persen, produksi naik juga 13 persen," terangnya.
ADVERTISEMENT

Terjebak Utang Rp 45 Triliun dan Pangkas Direksi

Manisnya laba holding PTPN tahun lalu bukan hanya berkah dari kenaikan harga sawit. Ada proses transformasi mulai dari pangkas direksi di 14 anak usaha hingga keluar dari jebakan utang Rp 45 triliun.
Ghani bercerita, sebenarnya proses pembenahan PTPN sudah dimulai sejak 2007. Saat itu, dia menjadi satu-satunya perwakilan perusahaan yang ikut membahas pembentukan holding PTPN bersama lintas kementerian.
"Saya satu-satunya orang PTPN yang ikut proses itu," ujar Ghani.
Ilustrasi PTPN III. Foto: Facebook/PT Perkebunan Nusantara III - Persero
Meski sudah dicanangkan pada 2007, holding ini baru terbentuk secara resmi pada 2014. Format ini dibikin pemerintah agar 14 PTPN tak berjalan sendiri-sendiri dalam bisnis perkebunan negara. Apalagi banyak raja-raja kecil di dalamnya.
Sayangnya, kata Ghani, saat holding PTPN terbentuk 2014, kurang memberikan kekuatan pada PTPN III sebagai induk holding. Peran PTPN III saat itu, menurut dia, hanya sebagai koordinator yang tidak memiliki kewenangan eksekusi. Legitimasi seorang direktur utama di induk menjadi kurang.
ADVERTISEMENT
Di lapangan, justru terjadi ketimpangan dalam bisnis antar PTPN. Ada yang begitu kaya menghasilkan produksi dan laba, ada juga PTPN yang nyaris bangkrut hingga tak bisa membayar gaji karyawan.
Kondisi ini membuat utang perusahaan secara konsolidasi terus menggunung. Pada akhir 2019, utang holding PTPN mencapai Rp 38,77 triliun. Setahun berikutnya atau akhir 2020, utang PTPN tembus Rp 45,1 triliun.
"Pada 2020, kami harus bayar pokok utangnya saja Rp 13 triliun dengan bunga sekitar Rp 3,6 triliun. Kondisi ini mengharuskan kami restrukturisasi," kata dia.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo, kata Ghani, akhirnya turun tangan. Dia meminta bank-bank BUMN mau memberikan keringanan perpanjangan pembayaran utang PTPN. Sebab, 60 persen utang PTPN berasal dari bank negara. Sisanya, kreditur asing.
ADVERTISEMENT
Saking menumpuknya utang PTPN, Menteri BUMN Erick Thohir menyebut ada korupsi terselebung.
"Ini merupakan penyakit lama dan saya rasa ini korupsi terselubung yang memang harus dibuka dan harus dituntut yang melakukan ini," kata Erick dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI, Rabu (22/9).
Pada April 2021, PTPN akhirnya berhasil restrukturisasi. Ada 18 bank nasional dan asing yang sepakat memperpanjang tenor hingga 2028.
Penandatanganan Intercreditor Agreement (ICA) atau penyelesaian restrukturisasi utang Holding PTPN Group Rp 41 triliun, Senin (19/4). Foto: PTPN III
Imbas dari utang yang menggunung, Erick Thohir akhirnya merombak habis-habisan direksi di 14 PTPN. Ghani menjadi salah satu yang selamat dan justru dipercaya menjadi Dirut PTPN III.
Jabatan dirut di 13 PTPN dihapus. Setiap PTPN hanya dipimpin oleh 1 direksi yang akan dibantu oleh jabatan di bawahnya yaitu Senior Executive Vice President (SEVP) operation dan SEVP business support. Ghani mengaku diberi amanah untuk mengganti orang-orang di bawahnya di 13 PTPN.
ADVERTISEMENT

Kejar Target Laba Rp 10 Triliun

Berhasilnya proses ini, kata Ghani, salah satunya karena peran Erick Thohir yang menurutnya, paham menjalankan sebuah perusahaan. Transformasi PTPN juga mendapat dukungan dari DPR.
"Karena beliau kan dari swasta ya. Jadi kalau boleh saya bilang peran Pak Erick sangat besar, komitmennya luar biasa," ujar dia.
Kini, setelah proses pangkas direksi dan restrukturisasi utang berjalan, holding PTPN, kata Ghani semakin optimistis menjalankan bisnisnya. Dia bahkan akan merampingkan lagi 13 PTPN menjadi 3 entitas saja yaitu Sugar Company, Palm Company, dan Supporting Company.
Di tahun ini, PTPN menargetkan pendapatan penjualan Rp 65,3 triliun, laba bersih Rp 4,9 triliun, dan EBITDA Rp 13,2 triliun.
"Target laba Rp 4,9, Pak Wamen Tiko minta laba PTPN di atas 7 triliun. Tapi saya coba kejar Rp 10 triliun mumpung harga sawit masih bagus," terang Ghani.
ADVERTISEMENT