news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Transisi Energi Tanpa Menyingkirkan Minyak dan Gas Bumi

30 November 2021 10:35 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pengeboran migas di tengah laut. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengeboran migas di tengah laut. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Dunia menghadapi masalah baru saat perekonomian mulai pulih usai dihantam pandemi COVID-19 sejak 2020, yakni krisis energi. Jutaan rumah dan industri di China mengalami pemadaman bergilir. Hal serupa juga terjadi di berbagai negara lain, dari India, Singapura, hingga negara-negara Eropa.
ADVERTISEMENT
Permintaan energi meningkat seiring dengan bangkitnya ekonomi yang tahun lalu dihantam pandemi COVID-19. Harga batu bara dan gas bumi meroket akibat tingginya permintaan China dan Eropa.
Namun krisis energi itu terjadi bukan semata karena kekurangan kemampuan pasokan dunia. Jumlah produsen batu bara maupun gas masih banyak, begitu juga dengan cadangannya.
Transisi energi yang terlalu gegabah, tanpa perhitungan matang, menjadi penyebab utama krisis. Perusahaan-perusahaan raksasa energi fosil berbondong-bondong lari ke energi baru terbarukan (EBT). Investasi untuk energi fosil dipangkas.
Pada awal pandemi COVID-19, permintaan energi memang anjlok. Harga energi fosil, terutama minyak bumi, terjun bebas. Kini kebutuhan kembali meningkat karena industri-industri kembali beraktivitas. Pasokan dari EBT ternyata belum mampu mengimbangi lonjakan kebutuhan industri.
ADVERTISEMENT
Belajar dari kejadian ini, kebijakan energi harus direncanakan dengan baik untuk jangka panjang. Energi fosil tidak bisa disingkirkan begitu saja.
Di Indonesia, saat ini energi fosil masih mendominasi. Porsi batu bara dalam bauran energi pada 2020 mencapai 37 persen, kemudian minyak bumi 29 persen, gas bumi 21 persen. Sedangkan EBT baru 14 persen.
Porsi energi fosil direncanakan akan terus menurun. Pada 2030 diproyeksikan porsi EBT meningkat menjadi 26 persen dan pada 2050 mencapai 31 persen. Sedangkan batu bara dalam bauran energi 2030 diproyeksikan menjadi 30 persen, kemudian 25 persen di 2050. Minyak bumi pada 2025 menjadi 23 persen dan 20 persen di 2050. Sedangkan gar bumi ditingkatkan menjadi 22 persen pada 2025, lalu 24 persen pada 2050.
ADVERTISEMENT
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menjelaskan, porsi gas bumi dalam bauran meningkat karena dibutuhkan di masa transisi energi.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto. Foto: Dok. SKK Migas
Beruntungnya dari hasil eksplorasi di Indonesia selama 10 tahun terakhir, lebih banyak ditemukan cadangan gas bumi. Berdasarkan BP Outlook 2021, Reserves to Production Gas Indonesia 2 kali lebih besar dibandingkan minyak bumi. Produksi migas nasional ke depan pun dipastikan lebih didominasi gas bumi.
"Energi gas meningkat sebagai agen transisi energi. Dari sisi eksplorasi, kita lihat lebih dari 50 persen penemuan sumur eksplorasi dalam satu dekade terakhir ini lebih banyak berupa gas. Dari sisi pengembangan, 70 persen dari Plan of Development (POD) itu merupakan pengembangan lapangan gas," kata Dwi dalam diskusi Masa Depan Industri Hulu Migas Indonesia yang digelar secara daring pada Rabu, (10/11) lalu.
ADVERTISEMENT
Pembangkit-pembangkit tenaga listrik yang menggunakan EBT umumnya bersifat intermitten alias tidak stabil pasokannya. Karena itu pembangkit EBT membutuhkan energi lain sebagai penopangnya. Gas bumi bisa diandalkan untuk mendukung penggunaan EBT. Emisi yang dihasilkan gas bumi pun jauh lebih rendah dibandingkan batu bara maupun minyak.
"Jadi artinya sesuai dengan perubahan policy mengenai oil and gas sebagai energi, sebetulnya Indonesia memiliki keberuntungan karena justru the future-nya adalah gas," papar Dwi.

Minyak Bumi Juga Tetap Penting

Dwi Soetjipto juga menyatakan, ke depan minyak bumi juga masih punya peranan penting untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Meski secara persentase dalam bauran energi menurun, tapi volume minyak bumi yang dibutuhkan diproyeksikan tetap terus meningkat.
Pada 2030 misalnya, kebutuhan minyak bumi mencapai 112,9 MTOE, naik dibanding pada 2020 yang sebesar 82,8 MTOE. Lalu di 2050, meski tinggal 20 persen dalam bauran energi nasional, kebutuhan minyak bumi diperkirakan mencapai 242,9 MTOE.
ADVERTISEMENT
Karena itu, produksi migas bumi masih harus terus digenjot. SKK Migas telah menetapkan target produksi minyak 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030.

Genjot Produksi Migas dengan Emisi Karbon Rendah

Untuk mencapai target produksi minyak 1 juta BOPD dan gas bumi 12 BSCFD, ada 4 strategi yang disiapkan. Pertama, mengoptimalkan produksi lapangan eksisting dengan mempertahankan level produksi.
Kedua, mempercepat penggunaan Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk menggenjot produksi migas di sumur-sumur tua. Ketiga, menggalakkan eksplorasi migas. Keempat, melakukan percepatan regulasi melalui one door service policy dan insentif hulu migas.
Sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk turut mencegah dampak buruk perubahan iklim, yang dinyatakan secara tegas dalam COP26 di Glasgow awal bulan lalu, SKK Migas mendorong penerapan Low Carbon Initiative di hulu migas.
Ilustrasi SKK Migas. Foto: Dok. SKK Migas
Terdapat enam pilar dalam insiatif tersebut. Pertama, mengenai regulasi terkait inisiatif rendah karbon yang akan terus dilengkapi ke depannya. Kedua, pengelolaan energi. SKK Migas mendorong KKKS untuk pilih teknologi yang hemat energi. Ketiga, tidak ada lagi pembakaran gas ikutan (zero routine flaring).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, SKK Migas mengupayakan untuk mengurangi emisi kebocoran. Kelima, SKK Migas mendorong dilakukannya penghijauan atau reforestation di daerah-daerah kritis, meski di luar wilayah kerja KKKS.
Keenam, SKK Migas mendorong implementasi teknologi penangkapan dan pemanfaatan emisi karbon. Saat ini sedang dikaji pemanfaatan CCU/CCUS.

Dukungan Medco untuk Hulu Migas Nasional

MedcoEnergi hingga kini masih bertumpu pada bisnis migas, terlihat dari porsi belanja modal yang dialokasikan. Tahun ini, MedcoEnergi mengalokasikan USD 150 juta untuk belanja modal 2021, dari total belanja modal sebesar USD 215 juta.
Saat ini, dengan harga komoditas yang terus membaik dan permintaan gas domestik yang mulai pulih, MedcoEnergi akan terus memenuhi rencana dan komitmennya. Upaya ini juga dalam rangka mendukung pencapaian target Pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak dan gas nasional, yaitu target produksi minyak 1 juta BOPD dan gas 12 BSCFD pada 2030 dari SKK Migas.
ADVERTISEMENT
“Seiring kebijakan Pemerintah untuk transisi energi, MedcoEnergi berkomitmen untuk mengurangi dampak operasi terhadap lingkungan dalam mencapai Net Zero untuk Emisi Scope 1 dan Scope 2 pada 2050 dan Scope 3 pada 2060. MedcoEnergi juga akan terus fokus pada pengembangan masyarakat untuk masa depan Indonesia yang lebih baik” ujar Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MedcoEnergi) Hilmi Panigoro.
Direktur Utama Medco Hilmi Panigoro. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Dia menambahkan, permintaan minyak dan gas bumi akan tetap tinggi walaupun penggunaan kendaraan listrik semakin masif. Industri aviasi hingga petrokimia masih membutuhkan migas.
"Pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada sumber energi yang sustainable dan terjangkau. Bauran EBT memang akan meningkat dan fosil fuel berkurang. Tapi secara volume dia masih meningkat. Pertumbuhan kebutuhan untuk aviasi hingga petrokimia masih terus terjadi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari operasi migas Medco dilaporkan terus menurun, dari 248 tCO2e/1,000 TOE pada 2018, menjadi 212 tCO2e/1,000 TOE pada Semester I 2021.
"Operasi yang bersih sudah jadi prioritas tertinggi. Kita ingin energi yang kita pakai paling efisien. Sejak 2018 kita sudah berhasil menurunkan emisi karbon. Hampir semua mesin kompresor kita gunakan yang paling efisien. Flaring semua kita perhatikan," tegas Hilmi.
Produksi migas tahunan MedcoEnergi saat ini sekitar 95 juta barel setara minyak per hari (BOEPD), dengan 60 persen di antaranya adalah gas bumi. MedcoEnergi terus melakukan eksplorasi dan eksploitasi cadangan migas di blok-blok potensial, yaitu Gas Hiu Field, Proyek Belida Extension, Gas Bronang field, Minyak Forel field.
ADVERTISEMENT