Tren Gowes Memudar, Harga Sepeda Ikutan Ambyar?

20 Juni 2021 15:20 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas merapikan kembali barang selundupan sepeda Brompton yang ditemukan di pesawat baru Garuda Indonesia. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas merapikan kembali barang selundupan sepeda Brompton yang ditemukan di pesawat baru Garuda Indonesia. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Sudah lebih dari sebulan Aris sama sekali tak mengayuh sepedanya. Padahal sebelumnya nyaris tiap minggu ia gowes bersama teman-temannya yang juga sebagian besar baru menggandrungi bersepeda kala pandemi COVID-19 merebak.
ADVERTISEMENT
Karyawan swasta di bilangan Jakarta Selatan itu minimal mengayuh sepeda bersama rombongan mengelilingi ibu kota, dengan rata-rata 30 sampai 40 kilometer seminggu. Perlahan-lahan anggota rombongan mulai berkurang dan kini ia sama sekali tak ikut sebulan berturut-turut.
"Selain karena rombongan mulai berkurang, juga puncaknya karena COVID-19 kembali naik kan. Jadi mulai kurangi intensitas di luar," ujar pemuda berusia 28 tahun itu kepada kumparan, Minggu (20/6).
Aris mengakui, ia dan sebagian besar rekan seprofesinya notabene pesepeda yang ikut tren. Meskipun ia masih menyimpan sepedanya, sebagian besar kawan sudah mulai menjual sepeda dengan harga miring.
Mulai menjual koleksi sepedanya satu-satu, dilakoni oleh pesepeda lainnya bernama Jacko Agun. Kepada kumparan, ia mengakui memang menjual beberapa sepedanya dengan harga di bawah seharusnya.
ADVERTISEMENT
Sebut saja sepeda Roadbike yang pasarannya Rp 7-9 juta, ia hanya membanderol Rp 6 juta. Begitu juga dengan Gravel yang berharga Rp 6 juta dijualnya Rp 5 juta dan Federal Fullbike dari Rp 4 juta menjadi Rp 2,5 juta.
Hanya saja, sebagai pesepeda aktif sejak 2009, langkah tersebut dilakukannya bukan karena ikut tren penggunaan sepeda yang menurun. Sebab menurutnya, penurunan tersebut hanya terjadi pada para pelaku yang ikut tren sesaat, seperti Aris di atas misalnya.
"Saya memang butuh uang untuk sekolah anak, kebetulan punya sepeda lebih dari satu. Tapi kebanyakan harga di market place memang mulai turun dan enggak semahal tahun lalu," pungkas pesepeda tipikal jarak jauh ini.
Sejumlah pesepeda dari Bike to Work Indonesia dan mitra koalisinya menunggu pencopotan rambu bertuliskan kecuali road bike di sekitar JLNT Casablanca. Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto
Salah satu komunitas gowes di Yogyakarta mengamini memang ada penurunan pesepeda tipikal yang hanya ikut tren. Ini berdampak pada jatuhnya harga untuk penjual kategori spekulan.
ADVERTISEMENT
Menurut Dony Andhika selaku pengurus komunitas ini, beberapa merek seperti MTB dan Seli memang mengalami penurunan harga di toko-toko langganan mereka.
"Sekitar bulan Juli itu (2020) memang ada lonjakan kenaikan, tapi itu kan gara-gara latah aja. Itu kan rame di MTB, Seli, nah kalau sekarang kan emang teman-teman yang dulu sepedaan yang tren waktu itu memang sudah banyak yang enggak sepedaan," pungkasnya.
Kendati demikian, ia mengungkapkan jumlah pesepeda tak sepenuhnya surut. Terutama di kelompoknya yang notabene merupakan goweser tipikal Roadbike.
"Teman-teman hobbies yang sepedaan karena kebutuhan olahraga itu malah sekarang juga lagi aktif-aktifnya. Teman-teman dari Jakarta ada yang ke Jogja, ada yang ke Bali. Jadi sampai sekarang memang tetap ramai, cuma yang memang ikut tren sudah menurun," tutur Dony kepada kumparan.
ADVERTISEMENT