Tren Suku Bunga Acuan Menurun, Bunga KPR Justru Naik Saat Pandemi

10 November 2020 10:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Expo properti Pesta KPR BTN Foto: Siti Maghfirah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Expo properti Pesta KPR BTN Foto: Siti Maghfirah/kumparan
ADVERTISEMENT
Kalangan perbankan lagi-lagi didesak untuk segera menurunkan tingkat bunga kredit pemilikan rumah (KPR). Sebab saat ini suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate Bank Indonesia sudah berada pada level 4 persen, dengan tren yang menurun. Baik masyarakat yang menjadi nasabah KPR hingga para pengembang menginginkan tingkat bunga KPR di Indonesia juga mengikuti tren tersebut.
ADVERTISEMENT
Pasalnya sampai saat ini, bunga KPR di Indonesia masih cukup tinggi berkisar 9 persen sampai 10 persen. Namun ternyata penurunan suku bunga acuan BI tidak serta merta bisa menurunkan bunga KPR.
Hal ini berbeda dengan tingkat bunga KPR di negara-negara tetangga di ASEAN. Dikutip dari mortgagewise.sg tingkat bunga KPR di Singapura hanya ada di kisaran 1 persen atau lebih tepatnya 1,25-1,66 persen. Sedangkan berdasarkan bangkokpost.com tingkat bunga KPR di Thailand saat ini berada di kisaran 4,4 persen. Tidak beda jauh, dikutip dari thestar.com.my, tingkat bunga KPR di Malaysia juga dalan tren penurunan berkisar antara 3-4 persen tergantung tenor KPR yang diambil.

Lalu bagaimana dengan kondisi KPR di Indonesia?

Sebut saja William, karyawan startup di Jakarta ini bercerita kepada kumparan soal bunga KPR yang dirasa justru mencekik, terlebih di masa pandemi. William merupakan nasabah KPR dari Bank BTN. Ia dan istrinya melakukan akad pembelian rumah pada dua tahun silam tepatnya tahun 2017.
ADVERTISEMENT
William mengajukan KPR untuk rumah seharga Rp 480 juta dengan tenor 20 tahun. Adapun DP atau uang muka yang dibayar saat itu adalah sebesar Rp 50 juta. Pengajuan KPR William pun disetujui dan ia mendapat promo berupa cicilan tetap sebesar Rp 3,9 juta per bulan selama 2 tahun.
Calon pembeli melihat satu perumahan yang ditawarkan dalam salah satu pameran properti di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Periode promo cicilan tetap tersebut telah berakhir awal tahun 2020 lalu. William pun masuk pada periode tingkat bunga floating atau mengambang mengikuti pergerakan bunga pasar. Pada Maret 2020, besaran cicilan KPR naik menjadi Rp 4,3 juta dengan tingkat bunga KPR 10,75 persen. Lalu pada bulan September 2020, cicilan KPR William membengkak lagi menjadi Rp 4,6 juta dengan tingkat bunga KPR sebesar 11,75 persen.
ADVERTISEMENT
Hal ini membuat William heran. Sebab sejak Januari 2020, Bank Indonesia telah menurunkan tingkat suku bunga acuan sebanyak 4 kali dari 5 persen menjadi saat ini 4 persen. Artinya tren suku bunga acuan sedang menurun.
“Jadi sejak September 2020, saya tidak dikasih tau by surat. Tiba-tiba ada email menyebut cicilan saya naik. Bulan September barusan pas saya mau bayar (ternyata tagihan menjadi) Rp 4,6 juta. Shock saya,” cerita William kepada kumparan, Senin (9/11).
William mengeluhkan lantaran Bank BTN tidak melayangkan pemberitahuan terlebih dahulu perihal adanya kenaikan cicilan atau tingkat bunga KPR. Yang membuatnya lebih heran, bunga KPR justru naik ketika tren suku bunga acuan BI sedang menurun.
William pun mencoba mengajukan keberatan pada pihak Bank BTN. “Apalagi saat ini sedang pandemi dan istri saya sedang tidak kerja. Jadi saya single fighter,” ujarnya. Namun keluhan William belum menemukan solusi. Pihak BTN menyarankan William mengajukan keberatan secara tertulis. William juga mengatakan sejauh ini pihak BTN tidak menawarkan program restrukturisasi atau keringanan cicilan kredit yang merupakan kebijakan otoritas sejak adanya pandemi.
ADVERTISEMENT
“Solusinya hanya mengajukan keberatan secara tertulis,” ujarnya.
kumparan telah menghubungi pihak BTN, namun belum mendapatkan respons. Di sisi lain, tingginya tingkat bunga KPR diakui pengembang menjadi salah satu kendala industri properti bisa berkembang di Indonesia. Pengamat bisnis properti Ali Tranghanda mengamini hal tersebut.
“Iya (tingkat bunga KPR yang tinggi menghambat perkembangan bisnis properti). Khususnya untuk pembelian properti karena 80 persen pakai KPR,” ujar Ali.