Trump Keluarkan RI dari Daftar Negara Berkembang, Begini Respons Pemerintah

25 Februari 2020 8:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi dan Trump di KTT G20 Foto: REUTERS/Carlos Barria
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Trump di KTT G20 Foto: REUTERS/Carlos Barria
ADVERTISEMENT
Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR) mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang. Selanjutnya, USTR kini memasukkan Indonesia dalam daftar negara maju.
ADVERTISEMENT
Indonesia masuk sebagai negara maju bersama dengan negara lainnya, seperti Brasil, India, China, Korea Selatan, Malaysia, Thailand hingga Vietnam.
Tujuan USTR tersebut adalah agar RI dan negara lainnya tidak memperoleh perlakuan khusus dalam perdagangan internasional.
Para pejabat pemerintah Indonesia memberikan respons beragam atas dicabutnya RI dari daftar negara berkembang. Berikut kumparan rangkum respons pemerintah, seperti dikutip Selasa (25/2):
Sesmenko Susiwijono Moegiarso
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, keluarnya Indonesia dari daftar negara berkembang akan mengancam neraca perdagangan dengan AS. Padahal selama ini neraca dagang RI dengan Negeri Paman Sam itu menunjukkan surplus selama beberapa tahun ini.
“Ya pastilah (berpotensi defisit). Teman-teman Perdagangan sedang menghitung semuanya, karena berpengaruh ke GSP (generalized system of preferences) memang,” ujar Susi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan selama Januari 2019 menunjukkan defisit USD 860 juta, mengecil dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang defisit USD 1,06 miliar.
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Dari capaian tersebut, neraca dagang dengan AS menunjukkan surplus USD 1,01 miliar, lebih besar dibandingkan Januari 2018 yang hanya surplus USD 804 juta.
Meski demikian, Susi belum dapat memastikan langkah yang akan dilakukan pemerintah saat ini demi menjaga ekspor. Namun menurutnya, pemerintah akan tetap berkomitmen menjaga ekspor tetap tumbuh di tahun ini.
“Kami sedang terus melakukan langkah-langkah untuk menyelesaikan itu semua agar ekspor tetap tumbuh,” jelasnya.
Kepala Bappenas Suharso Monoarfa
Dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang membuat panas Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. Bahkan Suharso menyebutkan, pelambatan ekonomi bakal berakhir jika Donald Trump tidak terpilih kembali menjadi Presiden AS untuk periode selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Suharso menilai kebijakan Donald Trump yang selama ini mengarah ke populis dan protektif, menjadi salah satu penyebab melambatnya perekonomian global. Contoh konkretnya yaitu perang dagang dengan China yang sempat memanas juga memicu perlambatan ekonomi global.
Suharso juga menilai Trump menggunakan instrumen Generalized System of Preferences (GSP) untuk menekan mitra dagang negaranya. Instrumen atau fasilitas GSP ini merupakan insentif yang diberikan Amerika ke negara lain yang dikategorikan sebagai negara berkembang, salah satunya Indonesia.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
Tapi kini, Trump menilai Indonesia sebagai negara maju sehingga fasilitas GSP tak lagi dapat dinikmati Indonesia. Padahal secara indikator ekonomi, Indonesia masih masuk kategori middle-lower economy atau negara ekonomi menengah ke bawah.
“Jadi bukan berarti Pak Harso anti Trump ya. Ini ada hubungannya dengan trade war dan kebijakan proteksionisme,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Sri Mulyani menilai, hingga saat ini USTR belum menentukan kebijakan baru terkait GSP. Dia pun berharap kebijakan diskon tarif bea masuk ke AS itu tetap berjalan demi mendukung sektor industri.
Adapun saat ini, ada sekitar 3.572 produk Indonesia yang mendapat fasilitas diskon tarif bea masuk ke AS hingga 0 persen. Dari jumlah itu, baru sekitar 836 produk RI yang diekspor ke AS dan mendapat fasilitas GSP.
"GSP masih belum ditetapkan, jadi kita akan tetap lakukan upaya terbaik untuk tetap dapat GSP itu. Dan tentu kita juga akan lihat dari sisi industri kita untuk semakin kompetitif," ujar Sri Mulyani.
Dia melanjutkan, dicabutnya Indonesia dari daftar negara berkembang lebih disebabkan oleh kebijakan Countervailing Duties (CVD) yang dilakukan AS.
ADVERTISEMENT
CVD adalah salah satu penerapan pungutan tambahan terhadap produk impor suatu negara. Ada sejumlah komoditas RI yang dibebaskan CVD, salah satunya karet.
"Sebenarnya kalau dilihat dari pengumuman itu lebih ke countervailing duty dan itu sangat spesifik untuk CVD. Dan selama ini di Indonesia hanya sektor lima komoditas yang menikmati itu," jelasnya.
Meteri Keuangan Sri Mulyani saat menghadiri KTT G20 di Riyadh, Arab Saudi. Foto: Instagram/@smindrawati
Sri Mulyani pun memastikan, dicabutnya fasilitas CVD oleh USTR tak akan berdampak negatif pada perekonomian secara umum. Menurutnya, Indonesia memang seharusnya akan terus berkembang menjadi negara maju.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto
Berbeda dengan respons pejabat negara lainnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto justru bangga dengan dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang.
Menurutnya, selama ini Indonesia juga telah menjadi anggota 20 negara dengan ekonomi terbesar atau G20.
ADVERTISEMENT
“Justru kita berbangga. Kita kan negara G20,” ungkap Airlangga.
Menurut Airlangga, saat ini GDP Indonesia merupakan yang terbesar ke-16 di seluruh dunia. Selain itu, ekonomi Indonesia juga berada di peringkat 7 dunia, dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP) atau paritas daya beli.
“Masak mau dianggap berkembang terus. Kita kadang-kadang udah maju tapi enggak mau maju,” ujarnya.