Utang hingga Basmi Korupsi, PR Warisan Rini buat Erick Thohir di BUMN

23 Oktober 2019 16:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo (kanan) menyerahkan petikan keputusan kepada calon Menteri BUMN Erick Thohir di Istana Merdeka, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo (kanan) menyerahkan petikan keputusan kepada calon Menteri BUMN Erick Thohir di Istana Merdeka, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi salah satu kementerian yang paling disorot, karena saat ini membawahi 143 korporasi di berbagai sektor. Tata kelola dan kinerja perusahaan kerap kali jadi sorotan.
ADVERTISEMENT
Berbagai hal positif diraih, namun tak sedikit diganjar rapor merah. Sebut saja utang yang menggunung, pembentukan holding yang dinilai tak ideal, hingga paling krusial soal banyaknya petinggi BUMN yang masuk bui.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menunjuk Erick Thohir, untuk menggantikan Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN. Menteri yang baru dituntut untuk bisa membawa BUMN ke arah lebih baik. Banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang harus dibenahi.
Erick Thohir konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan. Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan
- Mengendalikan Utang
Soal utang memang menjadi hal paling sensitif. Terlebih di BUMN. Setiap tahun, utang BUMN selalu membengkak.
Untuk Utang Luar Negeri (ULN) saja, sejak Januari-Agustus 2019 mencapai USD 51,07 miliar atau sekitar Rp 720 triliun (kurs Rp 14.100), angka ini meningkat 40,03 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD 36,47 miliar atau sekitar Rp 514 triliun.
ADVERTISEMENT
Secara rinci, ULN BUMN tersebut terdiri dari lembaga keuangan BUMN sebesar USD 7,59 miliar, lembaga keuangan bukan bank sebesar USD 3,97 miliar, dan BUMN bukan lembaga keuangan sebesar USD 39,51 miliar.
Adapun ULN lembaga keuangan BUMN yang sebesar USD 7,59 miliar per Agustus 2019 tersebut, naik 26,28 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar USD 6,01 miliar.
Secara total, Kementerian BUMN mencatat utang perusahaan pelat merah hingga akhir September 2018 secara nett sebesar Rp 2.488 triliun. Bahkan jika ditambahkan dengan dana pihak ketiga (DPK) yang ada di BUMN, total utangnya mencapai Rp 5.271 triliun.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, total utang sebesar Rp 5.271 triliun tersebut sudah termasuk simpanan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang sebesar Rp 2.488 triliun dan cadangan premi yang sebesar Rp 335 triliun.
ADVERTISEMENT
Dari utang tersebut, di sektor keuangan hanya sebesar Rp 528 triliun, angka ini di luar DPK dan cadangan premi. Sementara sektor non keuangan mencapai Rp 1.960 triliun.
Menurut Aloysius, riil utang pada BUMN tersebut justru ada di sektor nonkeuangan, yakni sebesar Rp 1.960 triliun. Secara rinci, migas mencapai Rp 522 triliun, listrik Rp 543 triliun, properti dan konstruksi Rp 317 triliun, telekomunikasi Rp 99 triliun, transportasi Rp 75 triliun, dan lain-lain Rp 403 triliun.
Kantor Kementerian BUMN di Medan Merdeka Selatan. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
- Menyehatkan BUMN Sakit
Tak hanya soal utang, BUMN juga dituntut untuk bisa untung di tengah tugasnya untuk melayani masyarakat.
Berdasarkan catatan kumparan, total BUMN termasuk anak cucu perusahaan berjumlah 143. Dari total tersebut ada 12 sampai 13 BUMN merugi. Di antaranya Jiwasraya, PT Pos Indonesia, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), Leces, Inuki, PFN, PNRI, Pindad, dan PT Merpati Nusantara Airlines.
Ilustrasi Korupsi Foto: Thinkstock
- Mencegah Korupsi
ADVERTISEMENT
Duduk di kursi panas sebagai petinggi BUMN tentu banyak godaan. Uang menjadi pangkal masalahnya. Tak sedikit dari mereka terpeleset hingga akhirnya masuk bui.
Di bawah kepemimpinan Rini Soemarno, sederet petinggi BUMN terciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini tentu menjadi rapor merah. Menteri BUMN yang baru tentu harus bisa mengatasi persoalan ini.
Berikut petinggi BUMN yang terjerat kasus korupsi:
Gedung baru BUMN. Foto: Elsa Toruan/kumparan
- Menyelesaikan Holding BUMN
ADVERTISEMENT
Pembentukan holding BUMN sempat ramai mewarnai Kementerian BUMN. Rini Soemarno berambisi untuk bisa menggabungkan perusahaan-perusahaan serupa menjadi satu wadah dengan pembentukan holding. Namun, minim realisasi.
Berikut holding yang direncanakan Rini:
Holding Keuangan
Holding Migas
Holding Tambang
Holding Penerbangan
Holding Asuransi
Holding Infrastruktur
Holding Perumahan
Namun, dari beberapa holding tersebut, baru holding tambang dan migas saja yang terbentuk. Sisanya masih wacana.
Soal holding ini, memang menarik reaksi banyak pihak. Tak sedikit yang menyebut pembentukan holding ini tidak efektif bahkan tidak tepat karena yang dijadikan holding justru bukan perusahaan besar, namun perusahaan yang asetnya jauh lebih kecil dibanding anggota holding-nya, misalnya PT Inalum yang membawahi PT Timah Tbk (TINS), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
ADVERTISEMENT
Bagaimana menteri BUMN yang baru, sudah siap dengan PR di atas?