Utang Luar Negeri RI Masuk 10 Besar di Dunia, Pemerintah Klaim Mampu Bayar

15 Oktober 2020 13:54 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas memperlihatkan pecahan uang dolar dan rupiah di salah satu tempat penukaran mata uang asing/money changer di Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memperlihatkan pecahan uang dolar dan rupiah di salah satu tempat penukaran mata uang asing/money changer di Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Dunia merilis utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir 2019 sebesar USD 402,08 miliar atau sekitar Rp 5.940 triliun (kurs Rp 14.775). Utang tersebut berada di posisi ketujuh dari daftar sepuluh negara berpendapatan kecil-menengah dengan utang luar negeri terbesar di dunia.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, pemerintah mengklaim utang tersebut tetap aman dengan pengelolaan utang yang terkendali.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin, menjelaskan kebijakan utang tidak dapat dilihat sebagai sebuah kebijakan yang berdiri sendiri. Menurutnya, negara yang sedang membangun memang memiliki nilai investasi yang lebih tinggi dari tingkat saving-nya atau Saving-Investment Deficit.
"Dalam hal ini perbedaannya ditutup dengan utang luar negeri. Sepanjang return terhadap investasi tersebut lebih tinggi dibandingkan biaya bunga, maka sebuah negara akan mampu membayar kembali," ujar Masyita dalam keterangannya, Kamis (15/10).
Uang dolar dan rupiah di salah satu tempat penukaran mata uang asing/money changer. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Dia menambahkan, ULN Indonesia sebelum pandemi digunakan untuk membiayai proyek-proyek strategis, dengan tujuan untuk meningkatkan dan memeratakan pertumbuhan di seluruh pelosok. Reformasi struktural ekonomi tersebut dilakukan untuk memperkuat ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
"Namun, sustainability ULN perlu dijaga dan ini bergantung pada kemampuan membayar lagi, potensi penerimaan dalam negeri, dan potensi pertumbuhan ekonomi. Selain itu, ada pula pertimbangan yang lebih mengarah ke debt management," jelasnya.
Selain itu, dari keseluruhan ULN Indonesia itu, sebagian besar atau sebesar 88,4 persennya merupakan utang jangka panjang. Masyita menuturkan, hal itu membuat risiko fiskal Indonesia dalam jangka panjang juga masih terjaga karena beberapa alasan.
Pertama, porsi utang valas yaitu 29 persen per 31 Agustus 2020 masih terjaga, sehingga risiko nilai tukar lebih bisa dikelola dengan baik (manageable). Kedua, profil jatuh tempo utang juga cukup aman, dengan average time maturity (ATM) 8,6 tahun per Augstus 2020. Angka ini meningkat dari 8,4 tahun dan 8,5 tahun di 2018 dan 2019.
ADVERTISEMENT
"Untuk memitigasi risiko fiskal, terutama pada portofolio utang, kita juga melakukannya strategi aktif meliputi buyback, debt switch, dan konversi pinjaman. Selain itu, secara umum tetap dilakukan manajemen yang baik terhadap waktu jatuh tempo dan pendalaman pasar keuangan," tambahnya.
Dalam laporan International Debt Statistics (IDS) 2021, ULN Indonesia, yang terdiri dari utang luar negeri pemerintah, Bank Indonesia, BUMN, dan swasta, mencapai USD 402,08 miliar atau sekitar Rp 5.940 triliun (kurs Rp 14.775 per dolar AS) di tahun 2019, naik 5,9 persen dari posisi utang luar negeri di tahun 2018 yang sebesar USD 379,58 miliar.
Dalam laporan IDS yang dikutip kumparan, utang luar negeri Indonesia berada di bawah China yang memiliki utang sebesar USD 2,1 triliun, Brasil USD 569,39 miliar, India USD 560,03 miliar, Rusia USD 490,72 miliar, Meksiko USD 469,72 miliar, dan Turki USD 440,78 miliar.
ADVERTISEMENT
Sementara negara yang menempati posisi di bawah Indonesia, yaitu Argentina dengan utang sebesar USD 279,3 miliar, Afrika Selatan USD 188,1 miliar, dan Thailand USD 180,23 miliar.