Utang Pemerintah RI Membengkak, Sri Mulyani Bandingkan dengan Negara Lain

19 Oktober 2020 17:39 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan saat konferensi pers terkait dampak virus corona di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3).  Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan saat konferensi pers terkait dampak virus corona di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Utang pemerintah semakin membengkak di tengah pandemi COVID-19. Bahkan penarikan utang baru atau pembiayaan utang hingga akhir September 2020 saja sudah Rp 801,8 triliun, naik 155,1 persen atau lebih dari 2 kali lipatnya dari periode yang sama tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Pemerintah menargetkan rasio utang tahun ini mencapai 38,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan meningkat di tahun depan meningkat mencapai 41,8 persen dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah Indonesia dan hampir seluruh negara di dunia saat ini menjalankan kebijakan counter cyclical, di mana kebijakan belanja pemerintah tetap didorong meskipun penerimaan seret. Sehingga hal ini berimbas pada defisit APBN yang melebar dan pembiayaan utang yang meningkat.
“Kalau kita lihat fiskal melakukan counter cyclical melalui deficit financing, implikasinya utang dari negara-negara ini mengalami kenaikan,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers online APBN KiTa, Senin (19/10).
Adapun hingga akhir tahun ini, defisit APBN diproyeksikan mencapai 6,34 persen dari PDB atau Rp 1.039,2 triliun. Sehingga pemerintah menargetkan pembiayaan utang mencapai Rp 1.220,5 triliun untuk menutup defisit tersebut.
Komisi XI DPR RI beri kejutan di hari ulang tahun Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: Instagram/@@smindrawati
Meski demikian, Sri Mulyani mengklaim utang Indonesia masih terjaga jika dibandingkan negara lain. Amerika Serikat, defisit anggarannya mencapai 10 persen bahkan rasio utangnya ditargetkan mencapai 131,2 persen dari PDB di tahun ini, dari tahun lalu 108,7 persen.
ADVERTISEMENT
Selain itu, rasio utang Jepang bahkan diproyeksi tembus 266,2 persen dari PDB di tahun ini, dari tahun lalu 238 persen. Begitu juga dengan China yang diperkirakan tembus 61,7 persen dari PDB dari tahun lalu 52,6 persen.
“Even Jerman yang paling hati-hati, defisitnya melonjak. Negara tetangga kita naik hampir 10 persen, Tiongkok, Thailand, juga hampir 10 persen kenaikan rasio utangnya, dan Filipina hampir melonjak 11 persen. Indonesia juga mengalami tekanan yang sama, karena kita counter cyclical,” jelasnya.
Menurut dia, dalam kondisi saat ini yang terpenting adalah bagaimana negara mampu melampaui tantangan pandemi, dengan kebijakan fiskal maupun moneter. Namun seluruh kebijakan yang telah ditempuh saat ini diharapkan tak terlalu cepat ditarik kembali agar pemulihan ekonomi tidak terganggu.
ADVERTISEMENT
“Berbagai stimulus jangan terlalu ditarik early karena mengancam pemulihan, namun dengan kondisi ini konsolidasi fiskal jadi keharusan,” katanya.
“Dengan tingkat (rasio) utang kita di 38,5 persen proyeksinya tahun ini, kita sudah mulai melihat adanya pemulihan ekonomi tahun depan,” tambahnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.