UU Cipta Kerja Dinilai Membingungkan Investor Migas

13 November 2020 17:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas memeriksa komponen pipa pengeboran sumur di RIG PDSI D1000-E di Bongas, Majalengka, Jawa Barat, Selasa (5/11/2019) Foto: antarafoto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memeriksa komponen pipa pengeboran sumur di RIG PDSI D1000-E di Bongas, Majalengka, Jawa Barat, Selasa (5/11/2019) Foto: antarafoto
ADVERTISEMENT
UU Cipta Kerja yang telah disahkan pemerintah belum lama ini dianggap membingungkan investor hulu minyak dan gas nasional. Padahal, pemerintah menjanjikan bisa mendatangkan investasi dengan adanya UU sapu jagat ini.
ADVERTISEMENT
Regulatory Team Indonesia Petroleum Association (IPA) Ali Nasir mengatakan alih-alih menarik perhatian investor, kontroversi yang menyertai UU Cipta Kerja malah membuat bingung. Beberapa pasal yang membingungkan, kata Ali, terdapat pada Pasal 5 dan 6 UU Cipta Kerja yang masuk dalam Pasal 40 mengenai migas.
Dia menjelaskan, pada Pasal 5 angka 1 berbunyi Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi (Migas) dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. Lalu Pasal 6 Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 19.
"Untuk kegiatan usaha hulu, tidak ada kegiatan usaha hulu di angka 1 di Pasal 5 ayat 1. Ini tidak ada, jadi bagaimana mengimplementasikan pasal 6 nanti ini persoalan juga akibat keterburu-buruan dalam penyusunan ini," katanya dalam dalam diskusi Bimasena 'Sewindu Keputusan MK Pembubaran BP Migas' secara virtual, Jumat (13/11).
ADVERTISEMENT
Selain itu, menjelang disahkannya UU ini, ada juga pasal lain tentang migas yang dihapus. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 46 yang juga terdapat dalam UU Migas 22 Tahun 2001. Di dalam UU Cipta Kerja mulanya, pasal itu akan mengatur BUMN Khusus Migas, tapi akhirnya diserahkan pada UU Migas.
Sedangkan UU Migas saat ini nasibnya masih digantung di DPR selama lebih dari 7 tahun sejak Mahkamah Konstitusi membatalkannya pada 2012 lalu.
"Tidak ada perubahan padahal sudah diamanatkan oleh MK sejak 2012 delapan tahun yang lalu ya tapi nggak ada saya nggak tahu kenapa, di initial draft ini sudah ada tapi di last minute itu hilang," katanya.
Kilang Polypropylene Plaju, penghasil bahan baku pembuatan plastik yang dimiliki Pertamina. Foto: Pertamina
Kebingungan terhadap UU Cipta Kerja juga diungkapkan mantan petinggi Pertamina, Ari Soemarno. Dia juga menyoroti isi Pasal 5 dan Pasal 6 dalam Pasal 40 tentang migas nasional yang aturannya ditulis membingungkan oleh pembuat UU.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dia juga menilai, sektor mineral dan batu bara diberi banyak kemudahan dalam UU Cipta Kerja, sedangkan migas malah membingungkan.
"Memang UU Cipta Kerja ini dari saya coba mencernanya sendiri super bingung karena banyak hal yang kontroversial, dan bukan itu saja ada juga kontroversi di paragraf 5 yang mengatur soal izin usaha itu inkonstitusional kalau tidak diberikan ke BUMN, di UU migas malah dikasih aturan-aturan yang boleh dikata lebih membingungkan," ujar Ari.