UU Cipta Kerja Untungkan Emiten Tambang, Saham Adaro hingga PTBA Layak Koleksi

17 Oktober 2020 18:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kapal tongkang membawa batu bara di sungai Mahakam. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kapal tongkang membawa batu bara di sungai Mahakam. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah pelemahan harga batu bara, Omnibus Law UU Cipta Kerja menjadi angin segar bagi emiten pertambangan batu bara. Salah satu insentif yang ditawarkan pemerintah adalah relaksasi royalti sampai dengan 0 persen.
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 39 Omnibus Law Ciptaker, pemerintah mengubah sejumlah ketentuan dalam Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2020, salah satunya dengan menyisipkan Pasal 128A.
Dalam Pasal 128A, yang merupakan pasal sisipan di antara pasal 128 dan 129 disebutkan bahawa pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah batu bara, dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan Negara. Pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud adalah kegiatan peningkatan nilai tambah batu bara dapat berupa pengenaan royalti sebesar 0 persen.
Head of Research PT Sucor Sekuritas Adrianus Bias Prasuryo mengatakan, insentif ini akan memberikan keuntungan bagi emiten batu bara sehingga investor bisa mulai mencermati sahamnya sejak sekarang.
ADVERTISEMENT
“Kalau mereka membangun down stream semacam power plant atau gasifikasi itu produk batu bara mereka, revenue related mereka yang dijual ke power plant atau dipakai untuk gasifikasi itu akan free royalti,” ungkap Adrianus dalam Webinar Examining The Great Omnibus Law, Sabtu (17/10).
Area tambang batu bara Adaro, Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
Dalam catatannya, sejumlah emiten yang telah memiliki operasi hilir terintegrasi adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang memiliki beberapa PLTU di Kalimantan Selatan dan Jawa Tengah, serta PT Indika Energi Tbk (INDY).
“PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga punya sebenernya. Tapi masih agak lama timelinenya di 2023 dan sizenya enggak segede Adaro. Tapi PTBA punya rencana untuk bikin full gasifikasi. Nanti semua coal yang dipakai di gasifikasi ini akan free royalti,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, PTBA tengah mengembangkan PLTU di Sumatera Selatan, yakni PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 yang diharapkan beroperasi secara komersial pada kuartal pertama 2022.
Namun ada juga dampak negatif dari UU Cipta Kerja ini bagi emiten pertambangan. Sebab pemerintah memasukkan hasil pertambangan batu bara sebagai barang kena pajak (BKP) dalam UU Cipta Kerja. Ini artinya, batu bara kini menjadi objek dalam pajak pertambahan nilai (PPN).
Dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah mengubah Pasal 4A Ayat 2 UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 disebutkan jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat, serta makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya.
ADVERTISEMENT
Namun, pemerintah melalui UU Omnibus Law mengubahnya menjadi jenis barang yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai adalah barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan baru bara.
Menurut Adrian hal ini juga akan jadi sentimen negatif bagi emiten pertambangan. “Walaupun masih ada ketidakpastian soal aturan ini. Kami sudah tanya ke emiten-emiten batu bara, mereka enggak bisa komen. Karena aturannya belum jelas. Tapi sedikit banyak perusahaan tambang batu bara akan dirugikan,” tandasnya.