Wacana PNS Work From Anywhere Dinilai Bisa Timbulkan Kecemburuan Sosial

13 Mei 2022 11:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah PNS lingkup Pemprov DKI Jakarta berjalan memasuki ruang dinasnya saat hari pertama masuk kerja usai libur lebaran di Balai Kota, Jakarta. Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah PNS lingkup Pemprov DKI Jakarta berjalan memasuki ruang dinasnya saat hari pertama masuk kerja usai libur lebaran di Balai Kota, Jakarta. Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pegawai Negeri Sipil (PNS) direncanakan bakal bisa bekerja dari mana saja alias work from anywhere (WFA). Wacana ini muncul setelah berjalannya konsep WFO dan WFH selama penanganan pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Menurut Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara Satya Pratama mengungkapkan, rencana ini tengah digodok oleh pemerintah. Kendati demikian, tidak semua ASN yang kebagian konsep bekerja di mana saja. Rencana ini tergantung kesiapan infrastruktur serta tingkat kebutuhan pelayanan secara langsung.
“Bisa terjadi kecemburuan sosial antara PNS yang harus memberi pelayanan langsung dengan publik dengan PNS lainnya,” ujar pengamat kebijakan publik Trisakti Trubus Rahadiansyah kepada kumparan, Jumat (13/5).
Trubus menilai, kebijakan ini sulit diterapkan dalam jangka pendek, karena infrastruktur harus dipersiapkan terlebih dahulu, seperti internet. Produktivitas PNS juga diperkirakan akan menurun.
“Bekerja di samping pimpinan saja produktivitasnya rendah, apalagi jika tidak diawasi langsung,” katanya.
Trubus menyarankan sebaiknya ada aplikasi untuk mengawasi kinerja PNS. Meskipun pemerintah mengedepankan kinerja dan output, Trubus menganggap, akan timbul permasalahan apabila PNS bekerja dari mal dan cafe. Dengan tidak ada pengawasan, menurut Trubus, maka jam kerja PNS kemungkinan tidak teratur.
ADVERTISEMENT
“Perlu kajian yang dipersiapkan, peraturannya jelas terhadap mekanisme prosedurnya. Dikhawatirkan akuntabilitas publik terhadap uang negara dan mempengaruhi citra pemerintah,” pungkasnya.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Padjajaran Yogi Suprayogi Sugandi pernah melakukan survei terkait produktivitas pekerja di saat pandemi. Hasil survei menunjukkan 70 persen produktivitas pekerja meningkat.
“Tergantung di layanan level apa. Kalau di level perencanaan masih bisa memungkinkan dan fleksibel,” tambahnya.
Yogi mencermati konsep WFA belum tepat, yang seharusnya disebut flexible working arrangement. Artinya, bekerja dilakukan secara fleksibel di mana pun dan kapan pun.
"Masalah pengawasan kita lihat dulu objektivitas KPI dari si PNS. Kita lihat tujuannya tercapai atau tidak dari organisasi tersebut,” imbuhnya.
Jam kerja PNS bisa tidak teratur, kata Yogi, karena sasaran kerjanya memenuhi objektivitas atau target. Apabila target tidak terpenuhi, PNS bisa tidak mendapatkan tunjangan. Yogi menyarankan pemerintah harus menyiapkan kebijakan instrumen baru disiplin PNS, salah satunya kebijakan etika perilaku.
ADVERTISEMENT