Wall Street Turun Tajam, Imbas Lonjakan Inflasi hingga Saham Pengecer Anjlok

19 Mei 2022 6:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Toko Walmart di Mexico City. Foto: REUTERS/Edgard Garrido
zoom-in-whitePerbesar
Toko Walmart di Mexico City. Foto: REUTERS/Edgard Garrido
ADVERTISEMENT
Indeks saham Amerika Serikat Wall Street berakhir turun tajam pada penutupan perdagangan, Rabu (18/5). Anjloknya Wall Street disebabkan kekhawatiran tentang ekonomi AS setelah pedagang eceran menjadi korban karena kenaikan harga atau inflasi.
ADVERTISEMENT
Di mana pasar kembali diwarnai aksi jual besar-besaran setelah dua laporan triwulanan berturut-turut dari Target dan Walmart memicu kekhawatiran investor akan kenaikan inflasi, yang mengurangi keuntungan perusahaan dan permintaan konsumen.
Seperti Walmart yang merilis laporan keuangannya yang jauh dari harapan, karena adanya lonjakan biaya bahan bakar dan tenaga kerja yang lebih tinggi. Saham Walmart pun sempat turun 11 persen di penutupan Selasa (17/5) dan pada perdagangan Kemarin (18/5) turun lagi hingga 6,8 persen.
Pekerja melihat pergerakan saham dari layar monitor di Wall Street di New York City. Foto: Eisele / AFP
Begitu juga dengan Target Corp yang kehilangan sekitar seperempat dari nilai pasar sahamnya, turut menyeret Wall Street lebih rendah. Dilansir dari Reuters pada Kamis (19/5), laba kuartal pertama Target Corp turun setengah dan sahamnya turun sekitar 25 persen.
ADVERTISEMENT
Perusahaan telah memperingatkan margin yang lebih besar akibat kenaikan biaya bahan bakar dan pengangkutan. Anjloknya Wall Street menjadi kerugian terburuk bagi S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) sejak Juni 2020.
Indeks S&P turun 5,04 persen dalam mengakhiri sesi di 3.923,68 poin. NASDAQ turun 4,73 persen menjadi 11.418,15 poin. Sementara DJIA turun 3,57 persen menjadi 31.490,07 poin.
Berdasarkan data Refinitiv, S&P turun sekitar 18 persen sejauh ini di tahun 2022. Kemudian Nasdaq turun sekitar 27 persen dilanda stok pertumbuhan yang jatuh.
Warga mengantre untuk swab tes COVID-19 saat lockdown di tengah pandemi penyakit coronavirus, di Shanghai, China, Senin (9/5/2022). Foto: Aly Song/REUTERS
Kemudian pasar keuangan dibebani oleh inflasi yang meningkat, konflik di Ukraina, kekacauan rantai pasok yang berkepanjangan, lockdown di China akibat pandemi serta pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral. Munculnya sentimen ini menjadi kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi global.
ADVERTISEMENT
Ketua Federal Reserve Jerome Powell menegaskan pada hari Selasa (17/5) bahwa bank sentral AS akan menaikkan suku bunga setinggi yang diperlukan untuk mengatasi lonjakan inflasi yang mengancam fondasi ekonomi AS. Pedagang memperkirakan The Fed menaikkan suku bunga 50 basis poin (bps) pada bulan Juni dan Juli.