YLKI Tolak Kebijakan Darurat Sipil Jokowi

31 Maret 2020 15:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulus Abadi, ketua pengurus harian YLKI. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tulus Abadi, ketua pengurus harian YLKI. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai keputusan darurat sipil yang tengah dipertimbangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan menyelesaikan masalah. Pemerintah dinilai ingin membatasi aktivitas masyarakat dengan kewenangan lebih, tapi tanggung jawab yang lebih ringan. Darurat Sipil menggunakan pendekatan keamanan. Sehingga kebijakan darurat sipil pemerintah tidak ada kewajiban pemenuhan kebutuhan pokok bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
“YLKI menolak darurat sipil karena tidak akan menyelesaikan masalah. Tidak berbasis kemasyarakatan. Malah (unsur) politik,” kata Ketua Harian YLKI Tulus Abadi kepada kumparan, Selasa (31/3).
Tulus menambahkan, untuk saat ini seharusnya pemerintah segera memberlakukan kebijakan karantina wilayah. Salah satu poin kebijakan karantina wilayah sesuai dengan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan tahun 2018 yaitu pemerintah pusat memenuhi kebutuhan pokok rakyat selama karantina wilayah diberlakukan dalam pasal 55.
“Jokowi maunya ngatur. Tapi tak mau tanggung jawab. Seharusnya kalau tidak mau tanggung jawab dari sisi logistik, ya berikan pimpinan daerah untuk lakukan karantina wilayah,” tegasnya.
Petugas dari Palang Merah Indonesia melakukan penyemprotan disinfektan di kawasan perbelanjaan di Jakarta, Selasa (17/3/2020). Foto: Reuters/Willy Kurniawan
Jika tak dilakukan karantina wilayah (lockdown), maka yang sangat dikhawatirkan adalah:
1. Persebaran COVID-19 akan makin meluas, bukan hanya di Jakarta tapi seluruh Indonesia. Mengingat Jakarta dan sekitarnya adalah episentrum nasional. Tak cukup hanya imbauan tapi perlu kebijakan yang tegas, dan bahkan perlu sanksi bagi yang melanggarnya;
ADVERTISEMENT
2. Sistem kesehatan nasional akan semakin kedodoran, karena tak mampu menampung lonjakan pasien. Apalagi sudah banyak tenaga medis bertumbangan karena terinfeksi COVID-19. Sebanyak 7 (tujuh) orang dokter pun wafat karenanya.
3. Sudah banyak kasus pasien COVID-19 meninggal dunia di tengah jalan, bahkan saat di ambulans ditolak rumah sakit dikarenakan rumah sakit rujukan tak mampu lagi menampung tingginya pasien COVID-19. Bahkan efeknya banyak pasien dan calon pasien non COVID-19 yang terbengkalai dan akhirnya meninggal dunia, karena tenaga medis di rumah sakit energinya terkuras untuk meng-handle pasien COVID-19.
4. Keberadaan tenaga medis juga makin tersudutkan manakala ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) makin terbatas. Dan tenaga medis tak mungkin merawat pasien COVID-19 tanpa dilindungi dengan APD yang standar, bukan jas hujan. Jika tenaga medis tertular karena minimnya APD, maka risikonya: bisa menularkan ke pasien lain, menularkan ke keluarganya, dan tidak bisa menolong pasien. Dan akhirnya korban pasien COVID-19 makin tak terbendung, makin eskalatif.
ADVERTISEMENT
Tulus menambahkan, masyarakat perlu kebijakan yang tegas dari pemerintah dalam pengendalian COVID-19. Dia menyatakan, sudah dua pekan profesi informal sampai UMKM tidak mendapatkan penghasilan harian.
“Masyarakat sudah merindukan berpuasa Ramadhan dan Idul Fitri tanpa gangguan COVID-19. Segera wujudkan karantina wilayah untuk menghentikan persebaran COVID-19,” ujarnya.
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!