Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) sempat mendapat sorotan serius belakangan ini. Venue yang sempat menjadi rumah bagi kesebelasan Persib Bandung untuk mengarungi kompetisi di kancah sepak bola nasional tersebut kini tak lagi terawat.
ADVERTISEMENT
Setelah Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mendakwa klub beralias 'Maung Bandung' untuk tak lagi bermarkas di Pulau Jawa menyusul meninggalnya Haringga Sirla pada 23 September lalu, perlahan-lahan stadion berkapasitas 38 ribu kursi tempat duduk tersebut tak lagi terurus.
Kondisinya kumuh, rusak, rumput ilalang kian tinggi di pelataran depan hingga belakang, dan segala perumpamaan yang tak indah dipandang mata. Belum ada upaya serius untuk mengembalikan GBLA berjaya layaknya pada 2016 silam. Padahal, ketika itu, stadion yang berlokasi di Rancanumpang, Gedebage, Kota Bandung ini merupakan venue utama untuk menggelar upacara pembukaan dan penutupan hajatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX.
GBLA tak sendiri. Empat tahun sebelum stadion itu tegak berdiri, Stadion Utama Riau di Kota Pekanbaru juga dinobatkan sebagai tuan rumah PON oleh pemerintah. Mengapa GBLA disebut tak sendiri? Ya, karena memang kondisinya juga nyaris sama.
ADVERTISEMENT
Jika berbicara kasat mata, stadion berkapasitas 43 ribu kursi tempat duduk tersebut memang terlihat baik-baik saja. Dari sejauh mata memandang, rentetan kursi di tribune masih rancak dipandang mata. Rumputnya juga masih lumayan apik meski terdapat kebotakan sana-sini.
Tak terawatnya stadion yang berlokasi di Jl. Naga Sakti, Simpang Baru, Kec. Tampan, Kota Pekanbaru ini bermula dari ketidakberdayaan Pemerintah Provinsi Riau mengelola. Wajar kiranya lantaran Pemprov punya cerita kurang menyenangkan dengan kontraktor pembangunan karena menyisakan hutang sebesar sebesar Rp 264 miliar, sebelum akhirnya lunas pada dua tahun lalu.
Sialnya, sebelum Stadion Utama Riau, sorotan juga sempat tertuju kepada Stadion Utama Kalimantan Timur atau yang lebih dikenal dengan Palaran. Pada 11 tahun usai menjadi venue utama PON 2008, Stadion Palaran sama menyedihkannya dengan GBLA dan Stadion Utama Riau.
ADVERTISEMENT
***
Pada 2020 mendatang, PON kembali digelar. Pada edisi ke-20 ini, Papua ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggara. Mewahnya tak terkira, per April 2019 lalu, stadion yang terletak di Kampung Harapan, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, itu dibangun di atas lahan 13 hektar senilai Rp 1,3 triliun. Adapun luas stadion mencapai 71.697 meter persegi.
Selain stadion sepak bola, venue Papua Bangkit juga terdapat arena aquatic, lapangan hoki, dan kriket. Sepintas, venue Papua Bangkit mirip dengan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).
Okelah, mata boleh saja mengagungkan indahnya Papua Bangkit. Akan tetapi, bukan berarti kekhawatiran lenyap begitu saja. Pertanyaan besar pun mengemuka, akankah Stadion Papua Bangkit bernasib serupa seperti GBLA, Riau, dan Palaran?
ADVERTISEMENT
Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora), Gatot S. Dewa Broto, mengaku prihatin dengan kondisi ketiga stadion yang terbengkalai tersebut. Ia menilai tanggung jawab pengelolaan stadion sudah berada di tangan pemerintah daerah masing-masing.
''Kami tentu saja prihatin, ya. Karena tugas pemerintah--dan juga berbagai pihak-- untuk menyediakan infrastruktur olahraga terutama stadion. Itu pasti tidak ada dalam benak bahwa suatu waktu pascaevent akan menjadi terbengkalai. Taruhlah Stadion Utama Riau, Palaran, dan GBLA pasca-PON, '' ujar Gatot ketika berbincang dengan kumparanBOLA di Kantor Kemenpora, Jakarta.
''Nah, ini jujur saja menjadi lonceng alarm bagi siapapun kalau membangun stadion itu harus betul-betul sudah dipikirkan pasca event itu sendiri. Khusus untuk GBLA, stadion ini 'kan ibaratnya selemparan batu dari kota Bandung dan pernah menjadi home base Persib Bandung. Harusnya GBLA, ya, tidak seperti sekarang. Itu catatan kami yang pertama,'' lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Pemerintah, lanjut Gatot, selalu mendukung setiap daerah-daerah yang ingin membikin stadion untuk sarana dan prasarana olahraga. Hampir setiap minggu, Gatot mengaku belasan surat masuk ke meja Kemenpora untuk mengajukan pembangunan infrastruktur.
''Entah dari Gubernur, Bupati, ataupun Walikota. Pemerintah berprinsip kalau mau membangun, ya, silakan, dan kami maksimal memberikan bantuan, tapi bisa berikan standar harga. Seandainya ada anggaran sekali pun, biasanya sangat terbatas sekali. Kecuali memang ada hal baru,'' kata Gatot.
Pada tahun ini, pemerintah memiliki program DAK (Dana Alokasi Khusus) untuk 15 titik di Indonesia untuk membangun Gelanggang Olahraga (GOR) dan stadion. Terkait besaran dana, kata Gatot, tak kurang dari Rp 11-15 miliar.
''Kami juga sudah wanti-wanti dan anggarannya itu langsung dari Kementerian Keuangan. Dan kami mewanti-wanti semata-mata jangan hanya, mohon maaf, mampu di daerahnya tertentu dibangun, tapi selanjutnya mau jadi apa? Jadi poinnya, pemerintah daerah mesti pikir ulang untuk mengajukan sesuatu jangan karena kemudian sudah menjadi bangunan yang prestisius ujung-ujungnya repot,'' ujarnya.
ADVERTISEMENT
Agar kejadian terbengkalainya stadion itu tak terulang, Gatot berharap para pemangku kebijakan di daerah berkaca pada event Asian Games 2018. Kompleks SUGBK, meski tak lagi digunakan secara masif menggelar hajatan olahraga, masih bisa dikelola dengan baik.
Gatot mengaku pemerintaha sejatinya sempat was-was kondisi SUGBK akan sama seperti ketiga stadion yang tak terawat itu. Akan tetapi, berdasarkan laporan dari pihak Pusat Pengelola Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) pada 14 Desember 2018, dilaporkan oleh pengelola bahwa SUGBK memiliki profit yang cukup bagus.
''Memang ada yang subsidi silang. Semisal Stadion Akuatik 'kan enggak bisa mengandalkan tiket. Itu memang membutuhkan spending yang besar tetapi bisa disubsidi dari penggunaan Istora atau SUGBK. Tetapi secara umum enggak rugi. Pola pengelolaan di SUGBK cukup efektif,'' katanya.
ADVERTISEMENT
Gatot juga menaruh harapan agar Papua Bangkin tak lagi menjadi cerita kesekian soal terbengkalainya stadion. Beberapa waktu belakangan, utamanya saat Menpora Imam Nahrawi menyambangi stadion tersebut, pengelola Papua Bangkit sudah diwanti-wanti.
Ada beberapa jenis pengelolaan yang akan dirancang pemerintah. Paling nyata tentu dengan pemerintah setempat. Namun, langkah lebih besar segera akan ditempuh.
''Selama ini 'kan stadion milik Pemkot atau Pemda. Dan itu sudah clear dan mereka juga pasti beralasan kami tidak bisa mensubsidi APBD terus karena tergantung ada event. Kalau ada event berarti ada pemasukan. Dan ini poinnya, mungkin bisnis modelnya mesti diubah.''
''Artinya begini, harus ada sebuah role model antara Kemenpora dan Kemendagri bagaimana bisa memberikan petunjuk atau guiden mengelola stadion itu seperti apa, sih? Kami akan garap dengan Kemendagri dan kalau bisa mengundang konsultan idealnya seperti apa.''
ADVERTISEMENT
''Kalau bisa, mohon maaf, ini agak sensitif, ya, jangan terlalu parno (takut) sekali soal stadion. Kalau stadion pakai penamaaan nama perusahaan tertentu dianggap menghilangkan jasa stadion di awal. Ya, bisa saja disebut, misalnya, Stadion GBLA tapi branding name perusahaan tertentu,'' paparnya.
Adapun langkah besar yang akan ditempuh yakni dengan memberikan mandat pengelolaan stadion kepada klub yang bernaung di daerah tersebut. Papua Bangkit misalnya bisa dikelola oleh Persipura Jayapura.
Pemerintah Papua menyambut baik instruksi dari Kemenpora. Permintaan agar Papua Bangkit tak terbengkalai coba diamini dengan sejumlah cara.
Kepala Prasarana Dinas Olahraga Papua, Claud Pierre Makabory, mengatakan bahwa sudah ada sejumlah inovasi serta terobosan untuk nantinya Papua Bangkit bisa dimanfaatkan usai perhelatana PON 2020.
ADVERTISEMENT
''Terkait perawatan dan pemeliharaan dari pemerintah Papua sedang menyiapkan perangkatnya yakni BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Nantinya, mereka yang akan mengelola kawasan Kampung Harapan, termasuk stadion, akuatik dan pengelolaannya seperti SUGBK,'' kata Pierre ketika kami hubungi.
''Untuk kawasan Kampung Harapan ini nantinya kan akan menjadi aset provinsi. Seperti stadion sepak bola, akuatik dan lain-lain, setelah PON akan dihibahkan ke Kabupaten atau Kota dan mereka yang akan mengelola,'' lanjutnya.
Pengelolaan oleh klub, bisa saja menjadi alternatif lain. Hanya saja, hingga saat ini, pembicaraan dengan Persipura belum ada.
''Tergantung nanti. Seandainya Persipura mau menggunakan tentu mereka harus membayar sewa kepada BLUD. Berapa kali dia main di kandang, atau mungkin saja mereka mau ada uji coba dengan klub luar," katanya.
ADVERTISEMENT
"Yang artinya tiket kan bisa dijual dan akan mendapatkan pemasukan untuk biaya pemeliharaan. Jika BLUD menerima tak hanya pertandingan sepak bola karena kalau ada konser musik atau kegiatan lain tetap akan menggunakan sistem sewa,'' ucap Pierre.