Alessandro Del Piero, dari Satu Tempat Asing ke Tempat Asing Lainnya

25 Februari 2019 17:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alessandro Del Piero, Mr. Juventus. Foto: AFP/Paco Serinelli
zoom-in-whitePerbesar
Alessandro Del Piero, Mr. Juventus. Foto: AFP/Paco Serinelli
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tiba-tiba saja Alessandro Del Piero sudah di Los Angeles, mengumumkan bahwa ia menjadi pemilik klub sepak bola bernama LA10 FC.
ADVERTISEMENT
Salah satu pekerjaan tersulit di dunia adalah menulis orang yang tak banyak bicara. Menulis orang yang tak takut dengan kesunyian, yang memilih untuk menjalani hari-harinya dalam diam sambil meraih satu pencapaian demi pencapaian.
Tahu-tahu dia sudah di puncak dan kita yang terlampau sibuk menyimak segala riuh yang ditimbulkan oleh mereka yang ada di lereng tersentak. Kita pikir orang ini terbang atau melompat dari helikopter yang membawanya ke puncak dengan cepat.
Tapi, serupa orang-orang yang banyak bacot, manusia yang satu ini pun berjalan setapak demi setapak. Kadang langkahnya terhenti, kadang ia berpikir untuk menyerah. Hanya, ketimbang sibuk merekam perjalanannya, ia lebih memilih untuk menyelesaikan.
Del Piero adalah orang yang demikian, yang melahirkan kesulitan bagi kami, para penulis. Atau segelintir penulis seperti kami.
ADVERTISEMENT
Del Piero terbiasa melakukan segala hal tanpa riuh macam-macam. Malam-malam di San Vendemiano yang tanpa riuh melahirkan Del Piero. Seorang bapak membuka garasi rumahnya, memarkir mobil FIAT 127-nya di luar garasi.
Del Piero bersama piala Liga Champions. Foto: WIkimedia Commons
Ruangan itu seketika menjadi lapang, terangnya tak menyedihkan-menyedihkan amat untuk menjadi stadion pertama bagi seorang bocah laki-laki.
Di tempat itulah Del Piero memainkan sepak bola pertamanya. Menendang bola ke saklar lampu, belajar menggiring bola agar si kulit bulat menjadi kawan karib bagi kedua kakinya yang masih kecil dan kurus.
Tak ada gerakan ala pemain sirkus yang membuat malam di distrik itu jadi semarak. Yang ada cuma peluh si bocah yang mulai kepayahan menendang bola berkali-kali. Kepayahan tadi tak berhenti, berlanjut hingga membawanya ke puncak gunung prestasi sepak bola Italia.
ADVERTISEMENT
Kesalahan demi kesalahan muncul di awal-awal pelajarannya mengenal sepak bola. Mungkin di antara malam-malam itu ia mulai malas berlatih. Mengeluh bosan kepada sang bapak karena lapangannya itu-itu saja, karena laganya tak dimulai-mulai.
Hingga akhirnya Del Piero memekik girang. Keriaan itu meluap begitu saja sesaat setelah ia membuka bingkisan ulang tahun yang ternyata berisi sepatu sepak bola pertamanya, Adidas Littbarski.
Del Piero dengan ban kapten yang melingkar. Foto: AFP/Patrick Hertzog
Sembilan tahun berseragam Juventus, 18 gelar juara (termasuk dua scudetto yang dianulir) ia persembahkan bagi Si Nyonya Tua. Del Piero memiliki segalanya untuk berkoar-koar di hadapan publik.
Tapi, hingga sekarang cukup sulit untuk menemukan wawancara yang berisi kalimat-kalimat panjang. Rangkaian wawancara yang membuat kita para pembaca memahami orang macam apa Del Piero ini.
ADVERTISEMENT
Tahu-tahu saja Del Piero sudah di sana. Ia tak lagi ada di Italia, bertanding di Australia, menjelajah lapangan sepak bola India, hingga akhirnya memutuskan gantung sepatu.
Tak ada gembar-gembor heboh yang memberitakan rencananya sejak itu. Paling banter, ia bilang bahwa ia punya pekerjaan di Colorado. Anak-anaknya bersekolah di sana dan istrinya hidup bahagia di Negeri Paman Sam.
Begitu saja, tanpa gemerlap pemberitaan, seolah-olah Del Piero itu bukan orang yang pernah mengangkat trofi Piala Dunia.
"Setelah periode sunyi--ya, kalian tahu saya menyukai privasi--saya memutuskan untuk membagikan pengalaman indah ini dan memberikan kredit kepada seluruh tim atas hasil yang mereka raih," demikian tulis Del Piero di laman resminya.
Tapi berita itu datang juga. Del Piero mengumumkan bahwa ia memiliki klub sepak bola baru. Bukan klub yang besar yang menarik perhatian publik. Ia tidak seperti David Beckham yang rencana untuk mendirikan klub barunya menghebohkan seantero negeri.
ADVERTISEMENT
Del Piero memang mantan pesepak bola. Ia akrab dengan dunia si kulit bulat. Tapi, ia mengakrabinya sebagai pemain. Sebagai orang yang turun arena, bertanding memperebutkan kemenangan dan menendang jauh-jauh kekalahan.
Ia tidak pernah menjadi pembesar klub sepak bola. Tak klub kecil pun. Maka tak heran jika keputusannya untuk membentuk klub sepak bola baru justru memantik pertanyaan. Memangnya Del Piero sanggup menjadi pebisnis lapangan hijau?
Bicara hasil, siapa yang tahu. Toh, membicarakan hasil sama saja dengan bergelut dengan ketidakpastian. Tapi, Del Piero sudah terbiasa terjun ke tempat asing. Bahkan sejak bocah, sejak sepak bola dipandangnya sebagai negeri antah-berantah belaka.
Waktu masih bersekolah dulu, gurunya beberapa kali memintanya dan kawan-kawan sekelasnya untuk menuliskan apa yang jadi cita-cita mereka di masa depan.
ADVERTISEMENT
Saat itu hanya ada tiga cita-cita yang masuk dalam alam pikirnya: Tukang listrik, koki, dan sopir truk. Ia ingin menjadi tukang listrik karena ingin menjadi seperti ayahnya.
Del Piero bersama Giampiero Boniperti. Foto: AFP/Giuseppe Cacace
Del Piero sempat ingin menjadi koki karena ia suka makan. Sopir truk menjadi salah satu pertimbangan karena pekerjaan itu bisa membuatnya berkeliling dunia dan karena ia menggangap truk sebagai kendaraan yang cantik.
Saat itu, lapangan bola masih menjadi tempat asing bagi Del Piero. Serupa tempat asing, cerita-ceritanya acap membikin terpukau. Tapi, kaki ibarat mati rasa karena kita terlalu takut untuk pergi ke sana.
Seakrab apa pun orang-orang Italia dengan sepak bola, Del Piero masih terlampau takut untuk menjadikan pesepak bola sebagai cita-cita. Katanya, waktu itu pekerjaan sebagai atlet tidak menjamin apa pun, terlalu banyak risiko.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kalau ia cedera? Bagaimana kalau ia gagal menembus tim top Italia? Entah anak kecil macam apa yang memikirkan hidup sedemikian jauhnya. Tapi, begitulah Del Piero.
Mungkin sikap itu yang menjadikannya sebagai salah satu orang hebat di ranah sepak bola. Segala sesuatu dikerjakannya dengan perhitungan rinci, segala tindakan dikerjakannya dengan cermat bukan dengan asal-asalan.
Persetan jika orang-orang menilai pesepak bola cuma pekerjaan fisik belaka, Del Piero membuktikan bahwa di atas lapangan bola, kau bisa menjadi cermat dan hebat sekaligus.
Tapi pada akhirnya, Del Piero paham bahwa tak ada cara lain untuk mengalahkan ketakutan akan tempat asing selain terjun ke tempat itu. Del Piero tak cuma coba-coba jadi pesepak bola, tapi membaktikan hidupnya pada sepak bola. Deretan trofi bersama Juventus tadi yang menjadi buktinya.
ADVERTISEMENT
Tempat asing lain yang sempat menghadirkan ketakutan dalam perjalanan Del Piero sebagai pesepak bola itu bernama Serie B. Sejak bergabung dengan Juventus, Del Piero sudah terbiasa di puncak.
Sebelum Juventus terdegradasi ke Serie B akibat kasus calciopoli, sudah tujuh kali ia merasakan nikmat scudetto. Itu belum ditambah dengan sembilan gelar juara lainnya, yang mana satu di antaranya merupakan trofi Liga Champions 1995/96.
Lagi-lagi Del Piero berpikiran serupa. Untuk menaklukkan ketakutan akan tempat asing kau harus tinggal di tempat asing itu. Saat kawan-kawannya memilih hengkang, Del Piero bersama Gianluigi Buffon, Mauro German Camoranesi, Pavel Nedved, dan David Trezeguet memutuskan untuk bersetia bersama Juventus.
Alessandro Del Piero dibayangi Ryan Giggs. Foto: Getty Images/Allsport/Graham Chadwick
Bertungkus lumus dalam cerca jagat sepak bola, merengkuh gelar juara di kasta kedua demi mengangkat martabat Sang Nyonya kesayangannya. Barangkali gelar juara Serie B 2006/07 itu membuktikan bahwa Serie B tak semengerikan apa kata orang.
ADVERTISEMENT
"Pada akhir musim panas kemarin, saya memutuskan untuk menjadi pemilik dari sebuah klub sepak bola kecil yang berbasis di Los Angeles, bekerja sama dengan EDGE America Sports. Saya dan rekan bisnis saya, Jeffrey Whalen, adalah pendiri EDGE,” tulis Del Piero di situs resminya.
"Hari ini, saya secara resmi mengumumkan berita yang menyenangkan ini untuk pertama kalinya. Tim ini bernama LA10 FC, warna kami hitam dan putih," lanjutnya.
Mengamati informasi dari akun Twitternya, klub ini sejatinya baru terbentuk pada 15 September 2018, benar-benar menggunakan jersi hitam-putih seperti Juventus. Mereka menutup musim 2018 sebagai juara Wilayah Barat di Divisi Championship United Premier Soccer League (UPSL) kompetisi sepak bola semi profesional di Amerika Serikat, sebagai juara.
ADVERTISEMENT
Itulah sebabnya mereka berkompetisi ke level yang lebih tinggi di UPSL, Divisi Pro Premier, pada musim 2019. Hebatnya, gelar juara itu direngkuh hanya dengan satu kekalahan. Rinciannya akan menjadi sembilan kemenangan serta masing-masing satu hasil imbang dan kekalahan.
Namun, jika menelisik aktivitas akun media sosialnya sebelum tanggal 15 September 2018, maka akan ditemukan catatan bahwa klub ini tadinya bernama LA Roma 2008.
Jersi yang digunakan bahkan mirip dengan kepunyaan AS Roma, berwarna oranye dengan logo yang tak kalah mirip dengan klub asuhan Eusbeio Di Francesco dan menggunakan slogan Forza Roma pula.
Kalau melihat dari nama panjang klub, rasanya klub ini dibentuk pada 2008. Serupa dengan nama barunya sekarang, tak ada informasi mendalam mengenal klub semi-profesional.
ADVERTISEMENT
Keputusan untuk membeli klub kecil macam ini tentu menimbulkan pertanyaan. Begini, walaupun berstatus sebagai mantan pesepak bola, Del Piero adalah pemain besar sebelum gantung sepatu. Klub yang dibelanya juga tak main-main, ya, Juventus tadi.
Maka, rasanya aneh mengapa ia tak mengambil keputusan serupa Beckham yang langsung membentuk klub untuk bermain di MLS, kompetisi tertinggi di ranah sepak bola Amerika Serikat. Atau kenapa ia tak, katakanlah, bergabung saja dengan grup Beckham untuk menciptakan kekuatan baru di jagat sepak bola Amerika?
Tapi, menebak-nebak perjalanan Del Piero memang hampir mustahil. Itu pula yang dilakukannya sejak meninggalkan Juventus. Alih-alih bermain untuk klub Italia lain yang rasanya tak akan mau menolak pemain sekalibernya, ia malah memilih bermain bersama Sydney FC.
ADVERTISEMENT
Bertanding selama dua musim tanpa gelar juara, Del Piero memulai petualangan barunya yang tak kalah gila. Ia pindah ke India dan bergabung dengan Delhi Dynamos. Ia terikat kontrak selama empat bulan saja.
Pada 2015, setahun tanpa klub, Del Piero memutuskan untuk gantung sepatu. Sebelum gantung sepatu, tepatnya pada 2013, Del Piero bahkan menjadi salah satu pemilik tim mobil balap. Menariknya, tim yang dibelinya ini bentukan selebriti Patrick Dempsey. Alhasil nama tim yang tadinya Dempsey Racing berubah menjadi Dempsey/Del Piero Racing.
Alessandro Del Piero di Hotel JW Marriot Medan. Foto: Ade Nurhaliza/kumparan
Ini bukan tim yang berkompetisi di Formula 1, tapi 24 Hours Le Mans. Sesuai namanya, para pebalap akan berlomba selama 24 jam penuh. Itu artinya, balapan akan digelar hanya dalam sehari dalam setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Pada 2010, balapan ini memecahkan rekor. Para pebalapnya membalap sepanjang 5.410 km. Menariknya lagi, 24 Hours Le Mans merupakan kompetisi balap mobil tertua di dunia karena pertama kali diadakan pada 1923. Untuk 2019 sendiri, 24 Hours Le Mans akan dihelat pada 15 hingga 16 Juni.
Ya, seperti itulah Del Piero. Jika klub-klub asing macam Sydney FC dan Delhi Dynamos saja berani dijajalnya, bila ia sanggup membikin publik geleng-geleng kepala dengan klub balapnya itu, rasanya tak terlalu mengherankan bila ia memutuskan untuk menjadi pemilik klub sepak bola kecil semacam LA10 FC.
Dengan segala keputusan nyelenehnya, Del Piero semacam ketakutan akan tempat asing. Keputusan-keputusan yang sekilas mengherankan itu pada akhirnya mengajarkan kita bahwa ketakutan di tempat asing hanya bisa diredakan dengan keberanian untuk tinggal di sana.
ADVERTISEMENT