Alphonso Davies: Pengungsi Perang dari Ghana yang Jadi Juara Liga Champions

24 Agustus 2020 13:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi Alphonso Davies saat Bayern Muenchen melawan Chelsea. Foto: Toby Melville/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Alphonso Davies saat Bayern Muenchen melawan Chelsea. Foto: Toby Melville/REUTERS
ADVERTISEMENT
Kesuksesan Bayern Muenchen meraih Liga Champions musim 2019/20 menjadi kisah tersendiri bagi Alphonso Davies. Di usia yang belum genap 20 tahun, ia berhasil mewujudkan mimpinya. Namun, tak banyak yang tahu bahwa sang pemain pernah menghadapi masa lalu yang sulit.
ADVERTISEMENT
Bayern sukses memenangi trofi ‘Si Kuping Besar’ usai menang 1-0 atas Paris Saint-Germain pada laga final di Estadio da Luz, Lisbon, Portugal, Senin (24/8/2020) dini hari WIB. Gol tunggal pada pertandingan tersebut dicetak oleh Kingsley Coman pada menit ke-60.
Gelar tersebut melengkapi musim Bayern. Die Roten berhasil mendapatkan tiga trofi atau treble winner setelah sebelumnya sudah meraih juara di pentas Bundesliga dan DFB Pokal. Di Liga Champions, ini adalah gelar keenam dalam sejarah.
Keberhasilan Bayern musim ini tidak terlepas dari performa impresif yang ditunjukkan Alphonso Davies. Namun, mengutip Sky Sports, Davies yang tampil memukau lewat ciri khas kecepatannya itu diketahui memiliki cerita masa lalu yang berliku.
Kisah Alphonso Davies dimulai dari kamp pengungsian warga Liberia di Ghana, dua negara yang berada di benua Afrika. Orang tua Davies berasal dari Liberia. Namun, mereka harus mengungsi ke Ghana karena terjadi perang saudara di negaranya. Davies sendiri lahir pada 2 November 2000 di kamp pengungsi.
ADVERTISEMENT
Saat ia berusia lima tahun, keluarga Davies pindah ke Windsor, Kanada, untuk mencari mimpi kehidupan yang lebih baik. Kisah sepak bola Davies belum mulai di sini, sebelum setahun berselang keluarga kecil ini hijrah ke Edmonton, Ibu Kota Provinsi Alberta di Kanada.
Alphonso Davies bersama trofi Liga Champions. Foto: Reuters/Pool
Di sanalah Davies mulai menekuni olahraga sepak bola. Bakatnya yang menonjol kala memperkuat tim lokal tercium oleh klub Major League Soccer (MLS), Vancouver Whitecaps. Mereka memboyong Davies saat usianya 14 tahun pada 2015.
Tak butuh waktu lama, Davies sukses menembus skuat utama Whitecaps pada usia 15 tahun di MLS yang menjadikan pemain termuda yang pernah bermain di liga tertinggi di Amerika Serikat tersebut.
Alphonso Davies akhirnya mengantongi warga negera Kanada pada 2017 dan menjadi pemain termuda dalam skuat tim nasionalnya. Bayern Muenchen kemudian membelinya di tahun yang sama, tetapi baru resmi bergabung pada 2019.
ADVERTISEMENT
Bayern membayar 10 juta euro untuk mendapatkan jasa Davies dari Whitecaps. Saat itu, Davies masih bermain sebagai winger kiri.
Bersama Bayern, kemampuan adaptasi Davies diuji. Ia digeser menjadi bek sayap oleh pelatih sebelumnya, Niko Kovac, di awal musim ini. Akan tetapi, Davies mampu menjawab tantangan itu dan bersinar di posisi barunya tersebut hingga kini di bawah Flick.
Secara keseluruhan, Davies telah memainkan 29 laga di Bundesliga, hanya lima kali sebagai pemain pengganti. Di Liga Champions, ia bermain sebanyak delapan kali dari 10 laga Bayern. Davies juga mampu mencatatkan tiga gol dan 10 assist di sepanjang musim ini.
Thomas Mueller dan Alphonso Davies merayakan gol ke gawang Eintracht Frankfurt. Foto: Twitter: Bayern Muenchen
Menurut sejumlah laporan, Davies sebenarnya punya peluang untuk bergabung dengan Barcelona atau Manchester United beberapa tahun yang lalu. Namun, Bayern Muenchen lebih cepat dalam mengamankan jasa sang pemain.
ADVERTISEMENT
Penulis: Alvin Ferizky