Ambang Fajar Finlandia

15 November 2019 13:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapten Timnas Finlandia, Tim Sparv. Foto: AFP/Attila Kisbenedek
zoom-in-whitePerbesar
Kapten Timnas Finlandia, Tim Sparv. Foto: AFP/Attila Kisbenedek
ADVERTISEMENT
Tim Sparv bukan Jari Litmanen. Itu tidak perlu diperdebatkan lagi.
ADVERTISEMENT
Di sepak bola, Litmanen adalah bangsawan. Dia pernah menjuarai Liga Champions bersama Ajax dan dianggap sebagai salah satu pebola terhebat di masanya. Tak sedikit pesepak bola yang mengidolai dirinya, termasuk Wayne Rooney.
Sparv, sebaliknya, adalah rakyat jelata. Dia memang pernah berkiprah di Inggris bersama Southampton tetapi gagal bersinar setelah dipromosikan ke tim senior. Setelahnya, dia berkelana bersama kesebelasan-kesebelasan semenjana Eropa sampai sekarang.
Sepintas, membandingkan Sparv dengan Litmanen tampak seperti sebuah penghinaan. Litmanen, secara individual, lebih pantas disandingkan bersama legenda-legenda lain macam Michael Laudrup, Roberto Baggio, bahkan Zinedine Zidane karena dia memang sehebat itu.
Namun, sehebat-hebatnya Litmanen, dia tidak pernah bisa melakukan apa yang sebentar lagi bisa diwujudkan oleh Sparv. Satu kemenangan lagi dan Sparv akan membawa Timnas Finlandia ke putaran final Piala Eropa 2020, alias turnamen mayor pertama Huuhkajat dalam sejarah.
Jari Litmanen (tengah) dibayangi Lilian Thuram (kiri) dan Marcel Desailly. Foto: AFP/Jean-Philippe Ksiazek
Tiga tahun lamanya Sparv berkiprah bersama tim junior Southampton. Namun, ketika dinaikkan ke tim utama pada musim 2006/07, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Di usianya yang baru 19 tahun, Sparv betul-betul kesulitan menavigasi karier di daratan Inggris.
ADVERTISEMENT
Nama Sparv baru mencuat tiga tahun sesudahnya, ketika dia, di bawah asuhan Markku Kanerva, membawa Finlandia U-21 lolos ke Kejuaraan Eropa. Itu adalah kali pertama pula tim junior Finlandia bisa ikut serta di kejuaraan level kontinental.
Sepuluh tahun sudah berlalu sejak catatan bersejarah itu. Kini, Sparv dan Kanerva berada di ambang prestasi yang lebih besar lagi. Jika mampu menundukkan Liechtenstein di Helsinki pada Sabtu (16/11/2019) dini hari WIB, Finlandia akan mendapat satu tiket Euro 2020.
Finlandia sendiri saat ini berada di posisi kedua Grup J, di bawah Italia yang sudah memastikan diri lolos. Dengan koleksi 15 poin, Sparv dkk. butuh tambahan tiga poin untuk mengamankan diri dari kejaran Armenia yang menguntit di urutan ketiga dengan selisih lima angka.
ADVERTISEMENT
Di atas kertas, menghadapi Liechtenstein bukan perkara sulit bagi Finlandia—atau sebagian besar tim Eropa lainnya. Negara kepangeranan itu saat ini menghuni rangking 181 FIFA dan sama sekali belum pernah menang dalam delapan pertandingan Kualifikasi Piala Eropa 2020.
Timnas Finlandia berpose sebelum bertanding melawan Armenia di Kualifikasi Piala Eropa 2020. Foto: AFP/Karen Minasyan
Selain itu, Finlandia juga punya modal bagus. Pada pertandingan pertama yang digelar di Vaduz, pertengahan Juni lalu, mereka bisa meraih kemenangan 2-0. Seharusnya, jika di kandang Liechtenstein saja mereka bisa menang, hasil serupa bisa diulangi di hadapan pendukung mereka sendiri.
Catatan Finlandia di Kualifikasi Piala Eropa 2020 ini sendiri memang impresif. Dari delapan laga, mereka menang lima kali dan kalah tiga kali. Dua dari tiga kekalahan itu pun mereka derita dari Italia yang merupakan tim unggulan di Grup J.
ADVERTISEMENT
Sekilas, ini terlihat mengejutkan. Pasalnya, Finlandia bukan negara sepak bola. Mereka selama ini lebih dikenal sebagai negara tempat kelahiran pebalap-pebalap hebat mulai dari Formula 1 (Mika Hakkinen, Kimi Raikkonen) sampai reli (Tommi Maekinen, Juha Kankkunen, Henri Toivonen).
Finlandia bukannya tidak mencoba. Selama 80 tahun mereka berusaha mati-matian mencapai titik ini. Akan tetapi, tak pernah ada hasil konkret. Sampai-sampai, sepak bola pun akhirnya dipandang sebelah mata di negara berpenduduk 5,5 juta jiwa itu.
Prestasi terbaik Finlandia adalah ketika mereka hampir lolos ke Euro 2008. Diasuh Roy Hodgson, Finlandia butuh kemenangan saat menghadapi Portugal di partai penentuan. Namun, pada laga itu mereka cuma bisa meraih hasil imbang. Tiket turnamen pun melayang.
Roy Hodgson (rompi putih) memberi instruksi pada pemain-pemain Timnas Finlandia. Foto: AFP/Nicolas Asfouri
Selebihnya, praktis tidak ada lagi yang betul-betul bisa diceritakan. Padahal, Finlandia sebenarnya tak kekurangan pemain berkualitas. Selain Litmanen, jangan lupakan pula nama-nama macam Sami Hyypia, Antti Niemi, Jussi Jaaskelainen, Mikael Forssell, sampai Aki Riihilahti.
ADVERTISEMENT
Kini, nasib buruk generasi terdahulu itu tampak tidak berpengaruh pada Sparv dan kawan-kawan. Sebelum berkiprah di Kualifikasi Piala Eropa 2020, mereka terlebih dahulu berlaga di UEFA Nations League dan sukses memuncaki klasemen untuk meraih promosi ke Liga B.
Lalu, apa sebenarnya rahasia di balik kebangkitan Finlandia ini?
Ada beberapa hal yang bisa digunakan untuk menjelaskan fenomena ini. Yang pertama adalah relasi Sparv dengan Kanerva tadi. Dua sosok vital ini sudah lama saling kenal dan punya hubungan baik. Sparv saat ini merupakan kapten tim sekaligus orang kepercayaan Kanerva di lapangan.
Selain Sparv, sebenarnya ada beberapa nama alumni Euro U-21 2009 lain di Timnas Finlandia sekarang. Mereka adalah Anssi Jaakkola (kiper), Joona Toivio (bek), Jukka Raitala (bek), dan Paulus Arajuuri (bek). Pemain-pemain ini jadi pembimbing bagi generasi penerus yang kebanyakan berusia 20-an awal dan pertengahan.
Pelatih Timnas Finlandia, Markku Kanerva. Foto: AFP/Genk Shkullaku
Pemain-pemain muda itulah yang kemudian jadi senjata utama Kanerva. Mereka dibiarkan berkembang di lapangan olehnya. Menurut penuturan Sparv kepada The Guardian, Kanerva mampu menghadirkan suasana bersahabat yang mampu membuat para pemain muda berani mengambil risiko.
ADVERTISEMENT
Latar belakang Kanerva sebagai guru juga membantu. Sparv berkata, "Dia sangat terbuka dan berani memberi tanggung jawab kepada pemain. Dia juga selalu meminta saran kepada para pemain dan ini sangat sesuai dengan karakter kami semua."
Permainan Finlandia sendiri sebetulnya sederhana. Kanerva menyusun para pemainnya dengan formasi 4-4-2 klasik di mana para pemain memiliki peran spesifik. Pertahanan memang jadi perhatian utama tetapi kreativitas dalam menyerang tidak pernah dibatasi.
Itulah yang membuat mereka jadi lebih mudah mengakomodasi sang bomber andalan, Teemu Pukki. Pemain 29 tahun itu, dalam Kualifikasi Piala Eropa 2020 ini, sudah mencetak lima gol. Semua gol yang dicetak pemain Norwich City itu berkontribusi atas lima kemenangan yang didapatkan Finlandia.
Dengan pendekatan demikian, Finlandia perlahan mampu merangkak naik. Itu kemudian berpengaruh positif terhadap animo persepakbolaan di negara tersebut. Riihlahti yang sekarang menjabat sebagai CEO HJK Helsinki mengakuinya.
Striker andalan Finlandia, Teemu Pukki, mencetak gol ke gawang Armenia. Foto: AFP/Karen Minasyan
Kepada Firstpost, eks gelandang Crystal Palace itu berkata, "Di sini, selalu ada skeptisisme untuk hal apa pun, entah itu olahraga, musik, dan lainnya. Kami baru mau menyatakan dukungan apabila semua orang sudah bersepakat untuk mendukung. Bagi kami, ini sangat penting untuk mengangkat mental."
ADVERTISEMENT
Terlepas dari faktor internal itu, ada faktor eksternal yang turut membantu kebangkitan Finlandia. Yakni, buruknya performa Bosnia-Herzegovina dan Yunani di babak kualifikasi. Dua negara itulah yang 'semestinya' jadi pesaing utama Italia, tetapi mereka gagal menemukan permainan terbaik.
Namun, tentunya, faktor eksternal itu hanyalah bagian dari alasan utama di balik keberhasilan Finlandia. Mereka tidak bisa sampai di sini semata-mata karena kesialan negara lain. Satu kemenangan lagi dan Finlandia akan berdiri sama tinggi dengan tetangga-tetangga Nordik mereka.
Sampai sekarang, Finlandia adalah satu-satunya negara Nordik yang belum pernah lolos ke putaran final turnamen mayor sepak bola. Sebentar lagi, reputasi buruk ini bakal mereka enyahkan. Selangkah lagi, Finlandia akan menyongsong fajar baru di persepakbolaan mereka.
ADVERTISEMENT