Bagi Drogba, Juan Mata Adalah Pahlawan Chelsea di Final Liga Champions 2012

20 Mei 2020 15:27 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Juan Mata mengangkat trofi Liga Champions 2012. Foto: Patrik Stollarz/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Juan Mata mengangkat trofi Liga Champions 2012. Foto: Patrik Stollarz/AFP
ADVERTISEMENT
Chelsea edisi 2011-12 adalah Chelsea yang compang-camping. Didier Drogba mengakuinya. Namun, nasib tiada yang tahu.
ADVERTISEMENT
Dipimpin pelatih interim minim pengalaman bernama Roberto Di Matteo, mereka malah menembus final Liga Champions setelah secara ajaib menjungkalkan Barcelona di semifinal.
Di final, Bayern Muenchen menanti. Tempatnya adalah Allianz Arena, kandang Bayern, sehingga tentu saja Chelsea tak diunggulkan sama sekali.
Status non-unggulan tersebut kian jelas sepanjang pertandingan. Sementara Bayern berulang kali menekan, Chelsea bahkan seperti tak tahu cara mengoper bola.
Lalu gol itu datang. Menit ke-83, Thomas Mueller menyambut crossing Bastian Schweinsteigher dengan sundulan memantul. Petr Cech tak kuasa menggapainya. 1-0. Bayern unggul.
Juan Mata mengangkat trofi Liga Champions bersama Chelsea. Foto: Adrian Dennis/AFP
Drogba tersentak. Apalagi timnya memang kesulitan sepanjang pertandingan. Peluang itu sudah begitu tipis kendati waktu belum habis.
Namun, lagi-lagi, nasib tiada yang tahu. Tak ada pula yang memprediksi bahwa Juan Mata, rekan setim Drogba, bakal datang dan berujar begini kepadanya:
ADVERTISEMENT
"Percayalah Didi, kamu harus percaya," demikian kata Mata yang dikisahkan ulang oleh Drogba lewat akun Twitter pribadinya.
Drogba cuma diam. Air matanya nyaris tumpah. Dia telanjur mengutuk diri sejadi-jadinya karena berada dalam situasi serupa pada final Piala Afrika bersama Pantai Gading.
"Percaya pada apa? Ini hampir berakhir!" Drogba membentak.
Tiba-tiba saja Chelsea mendapat sepak pojok pada menit ke-88. Mata yang mengambilnya. Bola melambung ke kotak kecil depan gawang.
Didier Drogba mengangkat trofi Liga Champions pertamanya. Foto: Adrian Dennis/AFP
Drogba melompat. Dia mendahului Jerome Boateng sebelum melepaskan sundulan kencang yang bahkan tak mampu dihalau tangan Manuel Neuer. Gol. Skor 1-1.
Setelah gol itu, Drogba tahu maksud Mata. Dia cuma butuh percaya, sedikit apa pun waktunya, sekecil apa pun peluangnya. Begitulah yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, Chelsea yang jadi juara. Drogba jadi penentu pada babak adu penalti, tetapi baginya, justru Mata yang layak disebut pahlawan.
Semua itu bahkan sudah Drogba camkan sejak kalah 1-3 dari Napoli pada leg pertama 16 besar. Waktu itu, mereka tengah berkumpul tak lama usai pelatih Andre Villas-Boas dipecat.
“Kami mengejar trofi ini selama delapan tahun dan tak pernah lebih baik dari runner-up. Kami sepakat untuk mengesampingkan ego, saling menantang, demi tujuan yang sama," kenang Drogba.
"Lalu saya bilang kepada Juan Mata yang masih 23 tahun. 'Tolong.. tolong bantu saya memenangi Liga Champions'. Dia menatapku seperti, 'Kawan, kamu gila. Justru kamu yang akan membantuku."
"Saya bilang kepadanya bahwa saya sudah di sini delapan tahun dan tak pernah berhasil. Jadi saya yakin dia yang akan membantu kami."
ADVERTISEMENT
“Tiga bulan kemudian, kami benar-benar berada di Muenchen, di babak final, di stadion mereka, tenggelam di antara gelombang merah," tambahnya.
Itu pertandingan sulit di musim yang juga sulit, tetapi Mata membantu Drogba untuk percaya bahwa mereka bisa menggondol piala. Mimpi Chelsea pun terwujud.
====
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk, bantu donasi atasi dampak corona.