Son Heung-min (C)

Bersama Jose Mourinho, Senyum Son Heung-min Semakin Lebar

4 Desember 2019 14:21 WIB
comment
54
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Son Heung-min merayakan gol ke gawang West Ham. Foto: Reuters/Tony O'Brien
zoom-in-whitePerbesar
Son Heung-min merayakan gol ke gawang West Ham. Foto: Reuters/Tony O'Brien
ADVERTISEMENT
Son Heung-min punya alasan kuat untuk tersenyum lebar pada akhir 2019 ini. Pada penganugerahan Ballon d'Or lalu, dia menjadi pemain Asia pertama dalam 12 tahun yang masuk dalam nominasi.
ADVERTISEMENT
Son berhasil menyamai capaian striker Irak, Younes Mahmoud, pada 2007. Ketika itu Mahmoud sukses membawa Irak jadi juara Piala Asia dengan mencetak gol ke gawang Arab Saudi pada laga final. Kesuksesan itulah yang mendasari masuknya nama Mahmoud ke dalam nominasi.
Memang, pada 2019 ini Son tidak mendapatkan gelar apa pun. Akan tetapi, dia berhasil mengantarkan Tottenham Hotspur masuk ke final Liga Champions untuk kali pertama. Son pun jadi pemain Korea Selatan kedua yang bermain di partai puncak kompetisi tersebut setalah Park Ji-sung.
Pencapaian Son bersama Tottenham itulah yang membawanya ke daftar 30 pesepak bola putra terbaik dunia. Pemain 27 tahun itu memang tidak pulang dengan trofi, tetapi keberhasilan masuk nominasi Ballon d'Or tentunya merupakan sesuatu yang patut dirayakan.
ADVERTISEMENT
Masuk nominasi Ballon d'Or bukan satu-satunya pencapaian individual Son. Senin (2/12/2019) lalu, dia dinobatkan menjadi pemain internasional terbaik Asia untuk ketiga kalinya setelah 2015 dan 2017. Ini adalah rekor karena belum pernah ada pemain yang pernah mendapatkan penghargaan ini sebanyak tiga kali.
Tentunya, keberhasilan Son di Tottenham masuk dalam pertimbangan. Selain menembus final Liga Champions, The Lilywhites juga berhasil finis di empat besar Premier League 2018/19 sehingga bisa bertarung memperebutkan Si Kuping Lebar lagi musim ini.
Dua capaian individual berhasil diraih Son berkat performanya bersama Tottenham musim lalu, tetapi pada musim ini dia sedikit meredup. Untuk itu, menurunnya penampilan Tottenham secara keseluruhan, khususnya di Premier League, bisa jadi penjelasan.
ADVERTISEMENT
Di bawah Mauricio Pochettino, Tottenham sempat terjebak di urutan 14 klasemen liga. Pelatih asal Argentina itu pun kemudian diberhentikan dari jabatannya dan digantikan oleh Jose Mourinho.
Selama masih dilatih Pochettino, Son sebenarnya mampu tampil cukup baik di Liga Champions dengan torehan lima gol dari empat pertandingan. Akan tetapi, di Premier League dia hanya bisa menciptakan tiga gol.
Son Heung-min girang setelah Tottenham kalahkan Olympiacos. Foto: AFP/Ben Stansall
Sepeninggal Pochettino, Son dan Tottenham mulai membaik. Mereka memang masih mengalami kebocoran di lini belakang dengan kemasukan enam gol dalam tiga pertandingan. Namun, dalam tiga laga itu pula mereka sanggup menceploskan sepuluh gol.
Son sendiri berperan dalam terciptanya lima gol. Dia mencetak satu dan memberi assist untuk empat gol lainnya. Salah satu assist itu dia cetak di pertandingan Liga Champions menghadapi Olympiacos ketika Tottenham menang 4-2.
ADVERTISEMENT
Tak heran jika Mourinho jadi jatuh cinta kepadanya. Sembari mengucap selamat atas keberhasilan Son menjadi pemain internasional terbaik Asia, The Special One tak ketinggalan mengucapkan rasa sayangnya.
"Aku ingin mengucapkan selamat kepada Sonny. Pemain terbaik Asia. Fantastis, luar biasa, dan pantas dia dapatkan. Aku jatuh cinta kepadanya dan aku baru berapa hari di sini? 10, 12? Bayangkan mereka yang sudah bertahun-tahun bekerja dengannya. Semua orang di klub ini bangga pada Sonny," kata Mourinho.
Masuknya Mourinho sebagai pelatih kepala Tottenham memang memunculkan impak instan dalam diri beberapa pemain. Selain Son, ada pula Dele Alli yang langsung terlihat seperti pemain yang berbeda. Mencuatnya kedua pemain ini sama sekali tidak mengherankan.
ADVERTISEMENT
Son adalah pemain yang paling banyak tersenyum dalam sesi latihan pertama Tottenham bersama Mourinho. Sementara itu, untuk Alli, Mourinho punya perlakuan khusus. Mourinho 'mengejek' Alli yang tak tampil dengan performa terbaik dengan berkata, "Kamu ini Dele atau cuma kembarannya?"
Namun, itu saja tentu tidak cukup. Alasan paling fundamental mengapa Son dan Alli bisa tampil optimal adalah karena mereka mampu memberikan apa yang diinginkan Mourinho. Son dan Alli adalah pemain kaya teknik, tetapi mau bekerja keras di lapangan.
Son sendiri diberi kebebasan oleh Mourinho di sayap kiri Tottenham. Praktis, dialah satu-satunya pemain yang beroperasi di sana. Berkat kemampuan dan kemauannya dalam melakukan 'pekerjaan kotor', Son mendapat kuasa penuh atas wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, Mourinho tidak memainkan Son sebagai seorang wing-back. Di atas kertas, eks penggawa Bayer Leverkusen itu tetap berstatus penyerang sayap. Akan tetapi, kapabilitas defensif Son membuat Ben Davies dan Danny Rose bisa lebih fokus dalam bertahan.
Hal sebaliknya terjadi di sayap kanan Tottenham, di mana Serge Aurier diberi lisensi penuh untuk melakukan gempuran. Sementara, peran defensif diberikan kepada seorang gelandang tengah, entah itu Tanguy Ndombele atau Moussa Sissoko.
Pemain-pemain Tottenham merayakan gol Serge Aurier ke gawang Olympiacos. Foto: Reuters/Andrew Couldridge
Bagi Son, ruang yang lebar untuk beroperasi itu membuat dirinya makin leluasa. Empat assist dan satu gol tadi jadi bukti paling sahih. Kemudian, dengan begitu kemampuan bertahannya pun makin tampak. Ini bisa dilihat dari peningkatan drastis dalam jumlah tekel suksesnya,
Musim ini, rata-rata Son bisa membuat 1,45 tekel per pertandingannya. Khusus di bawah Mourinho, angka itu melonjak jadi 3. Dia membuat 5 tekel sukses di laga melawan Bournemouth serta masing-masing 2 di partai kontra West Ham dan Olympiacos.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, potensi Son benar-benar tampak. Mourinho tampak sangat memahami kapabilitas penuh Son dan dia mampu membuatnya muncul ke permukaan. Selama Son berada dalam kondisi fisik terbaik, tak ada alasan bagi Mourinho untuk memarkirnya di bangku cadangan.
Kemampuan defensif Son itu bahkan bisa semakin terlihat manakala Tottenham berhadapan dengan tim besar. Tanpa mengurangi rasa hormat pada West Ham, Olympiacos, dan Bournemouth, mereka bukanlah ujian terberat bagi tim asuhan Mourinho.
Ujian berat itu untuk pertama kali akan datang dalam wujud Manchester United, Kamis (5/12/2019) dini hari WIB. Boleh jadi, Mourinho akan menerapkan pendekatan berbeda dibanding sebelumnya. Tottenham yang bisa mencetak 10 gol dalam tiga laga itu bisa jadi bakal tak terlihat.
ADVERTISEMENT
Jika itu yang terjadi, maka Son akan jadi semakin krusial. Dia bakal jadi aktor terpenting dalam fase transisi karena dia memiliki kemampuan bertahan dan menyerang sama baiknya. Fase transisi di sini tak cuma dari bertahan ke menyerang tetapi juga sebaliknya.
Dengan situasi seperti ini, pantas rasanya jika optimisme akan terus mengiringi perjalanan Son. Walau begitu, bukan berarti bulan madu ini takkan berakhir. Mourinho punya tendensi untuk merajuk ketika hasil di lapangan mulai memusuhi dirinya dan itu bisa berbahaya bagi siapa pun, termasuk Son sendiri.
-----
Mau nonton bola langsung di Inggris? Ayo, ikutan Home of Premier League. Semua biaya ditanggung kumparan dan Supersoccer, gratis! Ayo, buruan daftar di sini. Tersedia juga hadiah bulanan berupa Polytron Smart TV, langganan Mola TV, dan jersi original.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten