Cerita Awal Mula ‘VAR’ Mentas di Liga 3 yang Berujung Viral

20 Januari 2022 16:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
VAR, masih menuai kontroversi. Foto: REUTERS/Carlos Barria
zoom-in-whitePerbesar
VAR, masih menuai kontroversi. Foto: REUTERS/Carlos Barria
ADVERTISEMENT
Teknologi Video Assistant Referee (VAR) ternyata sudah diterapkan di kompetisi sepak bola Indonesia. Itu dapat terlihat di Liga 3 Seri 2 Jawa Barat Persikabbar dan Bandung Barat United, Senin (17/1) lalu.
ADVERTISEMENT
Dalam pertandingan tersebut, terjadi insiden di menit ke-62. Pemain Bandung Barat United, Pajar, dan pemain Persikabbar, Krisna, berbenturan. Ada indikasi Krisna menyikut wajah Pajar.
Hal itu lantas memicu ketegangan kedua tim. Kemudian, kamera memperlihatkan wasit memasuki area di mana terdapat TV yang menayangkan tayangan ulang dari insiden.
Setelah itu, wasit kembali ke lapangan, meniup peluit sambil membuat gesture kotak dengan tangannya, lalu memberi kartu merah kepada Krisna. Ini yang kemudian menjadi menarik perhatian hingga viral.
VAR yang digunakan dalam pertandingan tersebut memang masih jauh dari standar FIFA yang kini banyak digunakan di liga top Eropa. Kendati demikian, kehadirannya telah mendapat sorotan.
Jawa Barat sendiri, khususnya Bandung, bisa dibilang sudah tak asing dengan teknologi ini. Pasalnya, 'VAR' sudah diterapkan di Bandung Premier League (BPL) sejak 2019 lalu.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya ['VAR'] di BPL sudah punya dan kami pakai, dan di Asprov PSSI Jabar baru di zaman Pak Tommy dan Hadian Lukita dipakai. Saya membantu Asprov Jabar," tutur PIC Liga 3 Seri 2 Jawa Barat, Doni Setiabudi, kepada kumparan Kamis (20/1).
Sementara, untuk Liga 3, Doni ingin menerapkan 'VAR' setelah melihat banyaknya kasus penganiayaan terhadap pengadil lapangan. Hal itu yang tak ingin dilihatnya terjadi di Liga 3 Jabar.
"Keinginan menggunakan 'VAR' bermula dari banyaknya peristiwa keributan di Liga 3, seperti penganiayaan wasit dan lain-lain. Saya pribadi merasa miris, apakah sepak bola Indonesia seburuk itu, kan tidak," kata Doni yang juga menjabat sebagai CEO BPL.
"Saya berpikir saya tidak bisa tinggal diam, tapi enggak bisa ngapa-ngapain saat itu. Akhirnya, saya ditunjuk sebagai PIC Liga 3 Kabar seri 2 oleh Asprov Jabar. Waktu itu saya bilang saya bersedia, tapi saya minta gunakan teknologi yang saya punya."
ADVERTISEMENT
"Kalau tidak bisa di babak penyisihan, paling enggak mulai di babak 16 besar sampai final. Karena di fase gugur, biasanya lebih banyak keputusan kontroversial. Di babak 16 besar kemarin, akhirnya digunakan," terang Doni.
Doni Setiabudi, mantan manajer AHHA PS Pati. Foto: Instagram/@a_7alu
Menurutnya, teknologi itu bisa digunakan di Liga 3 yang tak terikat dengan regulasi FIFA. Dengan begitu, meski tak sesuai standar, VAR bisa dicoba.
"'VAR' bisa dipakai di Liga 3 karena ini kan amatir, jadi tidak terikat dengan regulasi FIFA. Karena ada kekosongan regulasi, kami akhirnya putuskan untuk uji coba perangkat ini," jelas Doni
"Kalau berhasil kan tinggal ditingkatkan perangkatnya [untuk Liga 1 dan Liga 2] dan ketika VAR sesuai standar FIFA sudah bisa digunakan, pemain dan wasit jadi terbiasa," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Doni mengatakan bahwa para pemain dan wasit di Jawa Barat tak kaget lagi dengan teknologi ini. Wasit sudah mengetahui cara penggunaannya, sementara pemain bisa menerima keputusan dengan legawa.
BPL memulai penggunaan 'VAR' pada 27 Januari 2019 lalu. Teknologi tersebut digunakan pertama kali oleh wasit saat memimpin laga antara Grizzly FC melawan Ammers FC.
"Sebenarnya situasi di Jawa Barat sudah familiar dengan VAR ini karena sudah digunakan di BPL, jadi wasit juga sudah tahu tata cara penggunaannya," kata Doni.
"Karena di BPL juga memakai wasit dari Asprov Jabar. Dengan adanya VAR ini, pemain juga sudah mulai terima keputusan wasit, ya, ada protes kecil-kecil itu wajar," pungkasnya.