Chelsea vs Bayern Muenchen: Akankah Eksperimen Taktik Lampard Berhasil Lagi?

25 Februari 2020 12:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Frank Lampard mengangkat trofi Liga Champions 2012. Foto: AFP/Patrik Stollarz
zoom-in-whitePerbesar
Frank Lampard mengangkat trofi Liga Champions 2012. Foto: AFP/Patrik Stollarz
ADVERTISEMENT
Frank Lampard adalah pujaan publik Stamford Bridge tetapi titik tertinggi dalam kariernya tidak dia dapatkan di stadion itu, melainkan di Fussball Arena Muenchen alias Allianz Arena.
ADVERTISEMENT
Delapan tahun silam Lampard dan rekan-rekannya di Chelsea mengangkat trofi Liga Champions di arena tersebut. Istimewanya lagi, lawan yang mereka tundukkan kala itu adalah sang empunya stadion, Bayern Muenchen.
Pertandingan tampak bakal berakhir 1-0 untuk kemenangan Bayern setelah pada menit ke-83 Thomas Mueller mencetak gol terlebih dahulu. Namun, lima menit kemudian Didier Drogba muncul jadi penyelamat.
Waktu normal berakhir imbang 1-1 dan, karena tak ada gol di perpanjangan waktu, laga pun kemudian ditentukan lewat adu penalti. Di babak itu Chelsea mengungguli Bayern 4-3 dan berhak atas titel Liga Champions.
Lampard menjadi salah satu eksekutor Chelsea yang berhasil menaklukkan Manuel Neuer kala itu. Tampil sebagai kapten karena John Terry terkena suspensi, Lampard sukses memimpin The Blues mencapai titik tertinggi.
ADVERTISEMENT
Bagi Chelsea, gelar Liga Champions itu adalah sebuah impian. Sejak dibeli Roman Abramovich pada 2003, Si Kuping Besar selalu menjadi target yang akhirnya baru kesampaian nyaris satu dekade setelahnya.
Rabu (26/2/2020) dini hari WIB nanti, Lampard akan kembali berhadapan dengan Bayern dalam laga leg I babak 16 besar Liga Champions. Sebagai pelatih, mampukah dia mereplikasi prestasinya saat masih bermain?
Sebelum kita bicara soal mampu tidaknya Lampard, mari kita bicara terlebih dahulu soal situasi kedua kesebelasan. Tentunya, apa yang terjadi delapan tahun silam tak bisa jadi patokan jelang laga dini hari nanti.
Lothar Matthaeus sudah berujar bahwa Bayern saat ini berada jauh di depan Chelsea. Legenda Jerman itu memang punya bias karena dia adalah mantan pemain Die Roten, tetapi dia sebenarnya tidak salah.
ADVERTISEMENT
Bayern, di atas kertas, memiliki skuat yang lebih matang ketimbang Chelsea. Kedua tim memang sama-sama menjalani masa transisi musim ini tetapi bisa dibilang Bayern lebih stabil.
Ini bisa dilihat dari capaian di liga domestik. Bayern saat ini memuncaki klasemen Bundesliga meski sempat terseok-seok di awal musim. Sebaliknya, Chelsea tengah tersendat walau sempat tampil menjanjikan.
Pemain-pemain Bayern Muenchen usai laga melawan RB Leipzig. Foto: Reuters/Kai Pfaffenbach
Tak cuma itu, fakta bahwa Bayern lolos ke 16 besar sebagai juara grup juga menunjukkan bahwa mereka lebih unggul. Berada satu grup dengan Tottenham Hotspur, Bayern sukses menyapu bersih semua laga fase grup.
Meskipun harus kehilangan Arjen Robben, Franck Ribery, dan Mats Hummels sekaligus pada awal musim, Bayern berhasil menstabilkan bahteranya. Untuk itu, sosok Hansi Flick layak diberi kredit tersendiri.
ADVERTISEMENT
Flick mulanya hanya menjabat sebagai asisten bagi Niko Kovac. Selama ditangani Kovac, Bayern sempat tertatih dan bahkan sampai kalah 1-5 dari Eintracht Frankfurt pada awal November lalu.
Semenjak ditangani Flick, Bayern membaik. Walau sempat menelan dua kekalahan beruntun di Bundesliga pada akhir November dan awal Desember, laju Bayern setelah itu praktis tidak terhentikan.
Flicki-Flacka. Begitulah orang-orang Bavaria menyebut taktik Flick di Bayern saat ini. Pada prinsipnya, Flick membangkitkan kembali gegenpressing khas Jerman yang terakhir kali terlihat pada era Jupp Heynckes.
Pelatih Bayern Muenchen, Hansi Flick. Foto: Reuters/Andreas Gebert
Dengan gaya main seperti ini, Bayern jadi lebih hidup dalam menyerang dan solid dalam bertahan. Pemain-pemain yang tampak sudah habis seperti Jerome Boateng dan Mueller pun jadi seperti bangkit kembali.
ADVERTISEMENT
Awalnya memang tidak mudah karena Flicki-Flacka menuntut stamina yang luar biasa hebat. Namun, jeda musim dingin lalu membawa berkat bagi Bayern. Lewat jeda itu para pemain kembali menemukan energi yang mereka butuhkan.
Taktik yang oke, ditambah dengan kemampuan individual pemain-pemain seperti Serge Gnabry dan Robert Lewandowski, membuat masa transisi Bayern jadi seperti cerita dari masa lalu. Bayern kini sudah terlahir kembali.
Menghadapi Chelsea nanti, Bayern bakal diperkuat hampir semua pemain terbaiknya, kecuali Niklas Suele yang masih cedera. Para pemain itu akan disusun Flick dalam balutan pakem 4-2-3-1.
Sementara itu, Chelsea tengah dalam situasi sulit. Ya, mereka memang berhasil mengalahkan Tottenham dalam laga Premier League terkini tetapi masalah yang mereka hadapi lebih pelik.
Selebrasi pemain Chelsea, Olivier Giroud, usai mencetak gol ke gawang Tottenham Hotspur, London. Foto: Reuters/Paul Childs
N'Golo Kante dipastikan absen dalam laga nanti, sementara pemain-pemain seperti Callum Hudson-Odoi dan Christian Pulisic kondisinya diragukan. Lampard pun dituntut untuk benar-benar memutar otaknya.
ADVERTISEMENT
Ada kemungkinan Chelsea bakal turun dengan pakem 3-4-3 lagi dalam pertandingan nanti, di mana Cesar Azpilicueta akan dimainkan sebagai bek tengah. Di lini depan, Mason Mount bakal difungsikan sebagai winger kiri.
Pakem ala Antonio Conte itulah yang memenangkan Chelsea atas Tottenham akhir pekan lalu. Sebelumnya, mereka hampir selalu turun dengan format 4-3-3. Dengan begitu, Chelsea memang jadi relatif lebih stabil baik dalam bertahan maupun menyerang.
Keberadaan Reece James dan Marcos Alonso sebagai wing-back amatlah krusial dalam pakem itu karena mereka adalah kunci dari segala transisi. Namun, menghadapi Bayern nanti, mereka akan mendapatkan ujian mahaberat.
Boleh dikatakan, Bayern memiliki pemain sayap yang lebih baik ketimbang Tottenham. Sebut saja Alphonso Davies, Kingsley Coman, dan Gnabry. Dari Gnabry, misalnya, sudah lahir 4 gol Liga Champions musim ini.
ADVERTISEMENT
Jika para pemain itu bisa berkeliaran bebas, suplai untuk Lewandowski bakal lancar dan Chelsea bakal menuai bencana dari sini. Perlu dicatat, Lewandowski adalah topskorer sementara Liga Champions musim ini dengan 10 gol.
Dua bintang Bayern: Thomas Mueller (kiri) dan Robert Lewandowski (kanan). Foto: Reuters/Andreas Gebert
Dari kubu Chelsea sendiri, pos penyerang tengah masih memunculkan tanda tanya besar. Ya, Olivier Giroud memang mencetak gol ke gawang Tottenham di laga sebelumnya. Namun, bisakah dia berbuat banyak?
Kemudian, jika Giroud tak berkutik, akankah Tammy Abraham bisa menjadi solusi? Masalahnya, Chelsea tak memiliki penyuplai bola yang jempolan, terutama dari sektor sayap.
Ketiadaan penyuplai dari sayap itulah alasan mengapa Chelsea merekrut Hakim Ziyech dari Ajax. Namun, Ziyech belum akan turun dini hari nanti, tentunya. Lalu, siapa yang akan jadi protagonis di situasi seperti ini?
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Mount punya peluang besar. Sebagai pemain yang berposisi asli gelandang serang, Mount seharusnya punya perspektif berbeda dalam bermain. Eks pemain Vitesse Arnhem itu bisa jadi kartu truf Chelsea di pertandingan nanti.
Dari sini, rasanya cukup untuk menarik kesimpulan bahwa Bayern bakal lebih diunggulkan pada laga nanti meskipun bermain di kandang lawan. Akan tetapi, bisa jadi juga eksperimen taktik Lampard berbuah manis buat Chelsea.