Fragmen Muram Jonathan de Guzman Itu Bernama Napoli

20 November 2018 9:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jonathan De Guzman saat berseragam Napoli. (Foto: MAURIZIO PARENTI / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Jonathan De Guzman saat berseragam Napoli. (Foto: MAURIZIO PARENTI / AFP)
ADVERTISEMENT
Jika ada satu bagian yang Jonathan de Guzman tidak akan lupakan sepanjang kariernya sebagai pesepak bola, mungkin itu adalah masa ketika dia membela Napoli.
ADVERTISEMENT
Dalam karier sepak bolanya, De Guzman sudah membela banyak klub--mulai dari Feyenoord Rotterdam, Mallorca, Villarreal, Swansea City, Napoli, Carpi, Chievo Verona, hingga Eintracht Frankfurt. Di masing-masing klub itu, De Guzman mencatatkan ceritanya sendiri-sendiri.
Ada masa kala dia bersaing dengan Philip Cocu dalam pertandingan PSV melawan Feyenoord. Ada juga masa ketika dia mampu tampil ciamik di Spanyol bersama Mallorca dan Villarreal, juga waktu ketika dia merasakan atmosfer Premier League bersama Swansea. Malah, ia sukses mengantarkan Swansea meraih trofi Piala Liga pada 2012/13.
Semua masa tersebut membentuk De Guzman, yang kini sedang menikmati masa bermainnya bersama Eintracht Frankfurt, klub yang berkompetisi di Bundesliga. Mirip dengan kisahnya di Swansea, De Guzman sukses membawa Frankfurt meraih trofi Piala Liga (DFB Pokal) pada 2017/18, usai mengalahkan Bayern Muenchen di babak final.
ADVERTISEMENT
Namun, jika De Guzman boleh diberikan kesempatan untuk mengingat fragmen karier mana yang memberikan kesan dalam baginya, ia akan dengan senang hati menunjuk masa saat bermain di Napoli. Di sana, ia sempat menjadi andalan, sebelum akhirnya sebuah gesekan membuat Naples, mungkin, menjadi tempat yang paling dibenci De Guzman seumur hidupnya.
Kisah ini diceritakan dengan apik oleh De Guzman kepada de Volkskrant, media asal Belanda. Berikut adalah petikan kisahnya.
***
De Guzman lahir dari keluarga yang bisa tergolong pesepak bola. Sang kakak, Julian De Guzman, adalah pemain dengan catatan penampilan terbanyak untuk Timnas Kanada dengan total 89 penampilan. Awalnya, mereka disiapkan oleh sang ayah, Bobby, untuk menjadi pemain basket. Namun, karena tinggi badan yang tidak memadai, sepak bola pun jadi pilihan.
ADVERTISEMENT
"Setelah sekolah, yang kami lakukan hanya bermain sepak bola. Hal itu merupakan hal yang tidak biasa di Kanada karena tak ada anak seumuran kami saat itu yang memainkannya. Kanada bukan negara sepak bola. Kami adalah pengecualian," kenang De Guzman. Sebagai catatan, De Guzman memang lahir di Kanada karena sang ayah sudah menetap di sana sejak kecil.
Sadar bahwa Kanada bukan tempat yang menjanjikan, ayahnya pun mengirimkan keduanya ke negara dengan atmosfer sepak bola yang lebih baik. Julian dikirim ke akademi sepak bola Olympique Marseille, sedangkan (Jonathan) De Guzman dikirimkan ke akademi sepak bola Feyenoord.
Feyenoord 2005 menjadi penanda dimulainya karier De Guzman sebagai pesepak bola profesional. Tak seperti sang kakak yang tetap membela Kanada, De Guzman memilih untuk membela Timnas Belanda karena sejak kecil ia memang tinggal di sana. De Guzman pun dapat paspor Belanda pada 2008.
ADVERTISEMENT
Pilihannya tidak salah. Bersama Belanda, ia merasakan atmosfer Piala Dunia 2014. Ketika itu, ia menjadi bagian dari tim asuhan Louis van Gaal yang sukses merengkuh tempat ketiga. De Guzman menjadi kepingan penting berkat peran vitalnya di lini tengah tim.
Penampilannya di Brasil pada 2014 membuat banyak tim kepincut untuk merekrutnya--termasuk Napoli. Gayung bersambut, De Guzman hijrah ke Napoli. Pikirnya, kapan lagi bisa main di salah satu tim besar Italia dan merasakan atmosfer kompetisi Serie A?
Namun, De Guzman tidak tahu bahwa di Napoli, cerita kelam sudah menanti.
***
Awalnya semua berjalan baik-baik saja untuk De Guzman. Di bawah asuhan Rafael Benitez, ia mampu membuktikan kualitasnya sebagai penggawa lini tengah Napoli. Namun, semua berubah pada Maret 2015. Kala itu, ia merasakan sakit di bagian bawah perut. Tak ingin berlarut-larut, De Guzman berkonsultasi dengan dokter tim, Alfonso De Nicola.
ADVERTISEMENT
"Akhirnya, saya hanya disuruh diet, makan sedikit karbohidrat, dan banyak beristirahat. Tapi, rasa sakit itu selalu muncul. Hasil pindai MRI dan tes-tes yang dilakukan seakan tak berguna. Benitez pun menyarankan kepada saya agar saya mencari dokter lain. Tapi, saya tidak bisa. De Nicola terlalu berkuasa," ujar De Guzman.
Saat De Guzman merayakan gol bersama pemain Napoli lain. (Foto: CARLO HERMANN / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Saat De Guzman merayakan gol bersama pemain Napoli lain. (Foto: CARLO HERMANN / AFP)
Sepanjang musim panas 2015, ia beristirahat. Tapi, rasa sakit itu tak kunjung hilang. Di tahun itu pula, Maurizio Sarri datang menggantikan Benitez yang pindah ke Real Madrid. Kedatangan Sarri diiringi dengan kedatangan Cristiano Giuntoli yang menjabat Direktur Olahraga. De Guzman diberikan kesempatan unjuk gigi dan dinyatakan fit oleh De Nicola ketika sebenarnya perutnya masih merana.
"Pada akhirnya, mereka tidak percaya saya sakit. Saya memang bisa berjalan. Tapi, saya tidak bisa memutar badan dengan baik serta menendang bola dengan keras. Mereka kira saya mengada-ngada. Tuduhan itu terus mereka utarakan sampai akhirnya saya berpikir apakah saya benar-benar sakit atau tidak," kenangnya.
ADVERTISEMENT
Dari sinilah episode karier De Guzman di Napoli kian suram. Giuntoli, ketika bertemu dengannya pada Agustus 2015 di sebuah hotel di Milan, menyebut bahwa ia harus pergi dari Napoli. De Guzman sontak menolak, tapi ia tetap disuruh tinggal di hotel tersebut. De Guzman bahkan sempat "ditawarkan" kepada Sunderland dan AFC Bournemouth, dua klub Premier League. Semuanya menemui jalan buntu.
Akhirnya, usai berkonsultasi dengan dua agennya (Jan de Visser dan Rodger Linse) di Belanda, De Guzman tetap bermain di Napoli. Penerimaan yang dia terima? Tentu tidak baik. Ia bahkan dikata-katai oleh Giuntoli, sampai akhirnya keduanya bertengkar di ruang ganti dan harus dipisahkan oleh Juan Camilo Zuniga.
"Dia tiba-tiba saja memukul saya. Saya pun berontak. Kami mulai berkelahi. Kursi beterbangan, sampai akhirnya Zuniga memisahkan kami dan berkata kepada saya, 'Kemasi barang-barangmu dan segera pergi.' Saya pergi, dan ketika bertemu De Nicola, saya bilang kepadanya: Semua ini gara-gara kamu!" ujar De Guzman.
ADVERTISEMENT
Dampak dari kejadian itu tidak main-main. Sakit tak terobati, empat bulan pula ia tidak bermain di Napoli. Tak ada rekan setim yang membantu karena mereka juga takut diganjar hukuman manajemen klub. De Guzman bahkan sampai dipinjamkan ke Carpi dan Chievo Verona di sisa dua musim terakhirnya bersama Napoli. Namun, De Guzman masih mencicipi buah yang manis. Kepindahannya ke Carpi itulah yang mempertemukannya dengan pemahaman soal penyakit apa yang sebenarnya ia idap.
Seorang dokter dari Denmark bernama Per Holmich menjadi orang yang mampu mendiagnosis penyakitnya. Ternyata, De Guzman mengidap hernia. Operasi pun harus segera dilakukan, tapi De Nicola menolak operasi ini. Saat pindah ke Carpi-lah, mereka mengizinkan De Guzman menjalani operasi. Dipandu seorang dokter dari Muenchen bernama Dokter Ulrike Muschaweck, penyakit ini bisa disembuhkan.
ADVERTISEMENT
Namun, ketika penyakitnya sudah hilang, Napoli sudah melupakannya. Italia sudah tak ramah baginya. De Guzman memutuskan pergi pada musim panas 2017, usai masa pinjamannya bersama Chievo Verona habis. Eintracht Frankfurt di Bundesliga menjadi tujuannya, setelah ia menolak tawaran besar dari sebuah klub di Asia.
Di Frankfurt-lah, kala usianya sudah tak lagi muda, De Guzman justru menemukan kesenangannya kembali.
De Guzman kini, saat membela Eintracht Frankfurt. (Foto: Patrik Stollarz / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
De Guzman kini, saat membela Eintracht Frankfurt. (Foto: Patrik Stollarz / AFP)
Sejauh ini, De Guzman tampil reguler bersama Eintracht dengan catatan 36 penampilan di semua kompetisi. Dari 36 penampilan tersebut, ia menorehkan satu gol dan 10 assist. Satu trofi DFB Pokal juga sukses ia sumbangkan untuk Eintracht. Pada akhirnya, De Guzman menemukan kembali kebahagiaan ala sepak bola di tanah Jerman.
"Ya, itu semua sudah terjadi. Saya ingin mengakhiri masa kelam saya di Napoli dengan wawancara ini. Saya sangat suka sepak bola. Jika tidak, mana mungkin saya menghabiskan banyak waktu dengan berlari di sebuah negara yang tidak saya kenal bernama Italia saat usia saya masih 28 tahun? Semua murni agar saya bisa bermain sepak bola. Itu saja," ujar De Guzman.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, apa yang dilakukan Napoli menjadi dosa masa lalu. Apalagi saat dikonfirmasi soal ini, Napoli sama sekali tidak menjawab. Namun, bagi De Guzman, cerita kelamnya ini menjadi pengalaman hidup tersendiri. Kisah muram yang pada akhirnya memberikan pemahaman bahwa kejatuhan dan keterpurukan tidak harus menjadi kisah abadi bagi siapa pun, termasuk untuknya.