Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Memori Tobias Ginanjar Sayidina langsung terlempar kepada momen dua tahun silam begitu menyebut nama Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA). Ketika itu, Persib Bandung bersua Arema FC dalam laga pembuka Liga 1 2017.
ADVERTISEMENT
Bagi Persib, itu adalah pertandingan resmi perdana mereka di GBLA. Ekspektasi Tobias pun begitu tinggi terhadap stadion yang berlokasi di Desa Rancanumpang, Kec. Gedebage, Kota Bandung ini. Apalagi, ia tahu stadion ini dibangun dengan dana mencapai Rp 545 miliar.
Namun, ekspektasi dan harapan itu buyar seketika saat menginjakkan kaki pada laga pembuka Liga 1 2017 di stadion berkapasitas 38.000 orang tersebut. Ketua Viking Frontline itu kecewa dengan sistem keamanan serta kenyamanan ketika menonton.
"Waktu pertama masuk, saya lihat aksesnya repot. Terus banyak juga yang hilang helmnya. Jadi, dari aspek keamanan tidak mendukung. Dari sisi kenyamanan juga jujur, mungkin material barangnya bagus, cuma desainnya enggak dibikin supaya penonton nyaman," ujar Tobias ketika berbincang dengan kumparanBOLA di Cimahi, Jawa Barat, Kamis (18/7/2019).
ADVERTISEMENT
Tobias merasa ketika menonton Persib di GBLA, matanya tidak bisa menjangkau semua sudut lapangan. Pagar-pagar tinggi yang jadi pembatas antar tribune membuat para penonton harus sedikit mencuri pandangan agar mendapat penglihatan yang lebih jelas akan situasi di lapangan.
Ia lantas mencoba membandingkan stadion ini dengan Stadion Si Jalak Harupat, yang dinilainya memiliki kenyamanan tersendiri saat menyaksikan 'Maung Bandung' bertempur.
"Beda kalau di Jalak Harupat. Kalau sudut pandang memang lebih enak di Jalak Harupat ya, jadi penonton bisa melihat seluruh lapangan. Kalau di GBLA, kita harus cari-cari pandangan lah. Kalau stadion semahal itu kan harusnya sudah dirancang mau dari posisi mana juga kelihatan," katanya.
***
Sejak terakhir kali digunakan pada September 2018 silam, tepatnya saat laga Persib Bandung vs Persija Jakarta, GBLA kini tak bertuan. Malam-malam yang biasanya riuh rendah dengan suara teriakan Bobotoh, berganti dengan sunyi.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, selama 10 bulan tak digunakan Persib, GBLA menjadi terbengkalai. Mulai dari ilalang yang tumbuh subur di pelataran stadion, hingga dinding-dinding yang retak.
Tobias menyayangkan kemegahan GBLA kini nyaris lenyap tanpa sisa. Bobotoh, lanjutnya, banyak yang mempertanyakan kondisi tersebut.
"Jadi GBLA ini pakai duit APBD ya. APBD 'kan duit rakyat. Nah, Bobotoh 'kan sebenarnya bagian dari rakyat itu sendiri. Jadi Bobotoh wajib mempertanyakan, menyuarakan 'Ieu urang geus kaluar duit sakieu, naha ngan jadi jiga kieu?' (Saya udah keluar uang banyak, masa stadionnya hanya jadi begini?)" ujar Tobias.
"Dalam perjalanannya sekarang, (GBLA) malah terbengkalai seperti ini. Padahal, sayang sekali sebenarnya kalau diseriusi soal pengurusannya bisa. Jadi, bukan hanya sekadar jadi stadion saja," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Komisaris PT Persib Bandung Bermartabat (PBB), Umuh Muchtar, mengaku pihaknya sudah berencana untuk mengambil alih pengelolaan GBLA. Akan tetapi, langkah itu pun dilakukan dengan hati-hati mengingat banyak hal yang menjadi pertimbangan, terutama kondisi bangunan.
Tobias menyambut baik niatan dari PT PBB tersebut. Ia menilai rencana itu sebagai hal visioner sehingga akhirnya akan menghidupkan GBLA dengan didukung berbagai fasilitas penunjang lainnya.
"Memang rencananya PT PBB sangat visioner, stadion ini (GBLA) mau dibikin keren dan bagus. Ada sport centre, museum, ada kafenya, ada ruang khusus, intinya mau dibikin bagus lah, kaya Stadion Emirates di London," kelakar Tobias.
Namun, ia memberikan saran bahwa sebelum mewujudkan maksud untuk mengelola, Persib benar-benar harus berhitung. Kondisi GBLA yang cacat, tanah yang mengalami penurunan, ditambah masalah-masalah lain yang pernah menggelayuti stadion ini, jangan sampai menimbulkan masalah bagi Persib di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
"Kalau menyikapi keadaan yang sekarang, saran untuk pemerintah yang terkait, Pemkot lebih tepatnya, untuk segera membereskan, dari serah terima aset. Kalau sudah beres 'kan jadi jelas itu tanggung jawab siapa. Kalau sekarang 'kan jadi saling lempar tanggung jawab. Jangan sampai berlarut larut lah. Masa sih enggak beres-beres," ujar Tobias.
"Kami (Bobotoh) bangga kalau Persib bisa swakelola Stadion GBLA. Kami punya stadion yang keren, yang bagus, tapi sarannya, dibuat studi kelayakan dulu ya, jadi nanti tidak ragu lagi untuk melangkah. Kalau sudah, nanti diperbaiki semuanya, bisa lebih nyaman buat bobotoh nonton di GBLA," lanjutnya.
Memang, jika ditelisik, Bali United dan Madura United saja sudah bisa mengelola stadion sendiri. Persib, menurut Tobias, sebenarnya bisa melakukan lebih dari apa yang dua klub itu lakukan.
ADVERTISEMENT
"Apalagi Persib punya akar sejarah yang kuat, pasti potensinya lebih kuat dibanding Bali United dan Madura United. Bali saja bisa, apalagi Persib, tim dan suporternya sudah besar. Sayang sekali kalau tidak bisa melakukan itu," ucap Tobias.