Jill Ellis Mundur sebagai Pelatih Timnas Wanita AS

31 Juli 2019 13:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelatih Timnas Putri Amerika, Jill Ellis. Foto: Reuters/Bernadett Szabo
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih Timnas Putri Amerika, Jill Ellis. Foto: Reuters/Bernadett Szabo
ADVERTISEMENT
Jill Ellis tidak menulis dengan tinta biasa. Ia menulis dengan tinta emas. Ini bukan glorifikasi diri, tapi memang setimpal untuk menandai keberhasilannya sebagai pelatih yang menjuarai Piala Dunia--baik wanita maupun pria--bersama timnas yang sama.
ADVERTISEMENT
Sebelum Ellis, Vittorio Pozzo menjadi orang terakhir yang mengukir prestasi macam ini. Familiar dengan namanya? Tentu saja. Ia adalah pelatih yang mengantarkan Timnas Italia menjuarai Piala Dunia 1934 dan 1938. Itu berarti, sudah 81 tahun yang lalu.
Tidak cuma trofi Piala Dunia Wanita 2015 dan 2019 yang disegel Ellis. Ada juga Piala CONCACAF Wanita 2014 dan Piala Algarve 2015 sejak mengabdi pada 2014.
Pencapaian harum semerbak macam itu ternyata tidak cukup hebat untuk membuat Ellis memperpanjang kontraknya sebagai pelatih Timnas Wanita Amerika Serikat (AS). Kontrak Ellis memang berakhir pada Rabu (31/7/2019), tapi tetap ada alasan logis untuk memperpanjang: Olimpiade 2020.
The boss and the squad. Foto: Vincent Carchietta-USA TODAY Sports
"Ketika saya menerima jabatan pelatih kepala, saya sudah merancang kerangka waktu ini. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk pergi. Program juga mesti diatur sedemikian rupa supaya sepak bola wanita tetap di puncak. Perubahan adalah sesuatu yang selalu saya upayakan dalam hidup. Bagi saya dan keluarga, ini waktu yang tepat untuk berjalan lagi," jelas Ellis dalam konferensi persnya, dilansir The Guardian.
ADVERTISEMENT
Dua trofi Piala Dunia adalah pencapaian mentereng. Namun, salah besar jika segala sesuatunya baik-baik saja untuk Ellis. Ini bukan cuma tentang upaya Timnas Wanita AS untuk memperjuangkan kesetaraan, tapi juga soal riak yang muncul dari dalam.
Pada 2017, misalnya. Sebagian pemain menuntut Ellis diganti. Salah satu alasannya, Ellis dianggap kurang mengomunikasikan visinya kepada tim. Ia dinilai terlalu eksperimental dan tidak melibatkan skuat untuk perubahan posisi dan peran.
Namun, situasi membaik. Ketika mereka berangkat ke Prancis di Piala Dunia 2019, sebagian besar pemain sepakat bahwa skuat ini merupakan yang tersolid baik di dalam atau luar lapangan.
Timnas Wanita AS merayakan gol di Piala Dunia Wanita 2019. Foto: Lionel BONAVENTURE / AFP
Persoalan kedua adalah mendobrak stereotip bahwa pemain senior harus tampil terus. Sementara, para youngster harus duduk manis di bench menanti sang senior diganti atau cedera. Sederhananya, mewujudkan regenerasi.
ADVERTISEMENT
Kondisi itu juga diamini oleh salah satu pemain senior AS, Becky Sauerbrunn. Menurut bek tengah berusia 35 tahun ini, Ellis adalah pelatih yang berkomitmen memberi kesempatan kepada talenta-talenta muda, bahkan di laga penentuan. Baginya, tidak ada latihan yang lebih baik ketimbang turun arena di laga krusial.
"Dulu, pemain-pemain muda mesti menunggu bertahun-tahun di bangku cadangan supaya mendapat jam terbang. Tapi, Jill menyingkirkan skema itu dan berkata: Tidak, saya mencoba untuk memainkan pemain A atau B meski ini pertama kalinya mereka masuk skuat," jelas Sauerbrunn.
"Kami harus mengubah cara berpikir. Keputusan itu mengubah chemistry dan membentuk pemain muda lebih cepat," ujar Sauerbrunn.
Meski secara legal kontrak Ellis sudah habis, ia masih akan mendampingi Timnas Wanita AS hingga Oktober 2019 untuk melakoni lima uji tanding. Pun pada 2020, karena ia diserahi tugas sebagai duta tim. Tapi, tetap saja, mencari pengganti Ellis jelang Olimpiade adalah urgensi.
ADVERTISEMENT