Karena Zulfiandi Kini Tak Lagi di Zona Aman

24 Juni 2019 19:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Selebrasi Zulfiandi seusai menyarangkan bola ke gawang Thailand. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi Zulfiandi seusai menyarangkan bola ke gawang Thailand. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Rekor tanpa kalah milik Madura United hampir saja patah. Berjumpa Persib di pekan keempat Liga 1, Minggu (23/6/2019) sore WIB, Madura United hanya berjarak tiga menit dengan kekalahan.
ADVERTISEMENT
Anak-anak Dejan Antonic memang membutuhkan gol menit akhir untuk mengamankan satu angka dari Stadion si Jalak Harupat. Adalah Zulfiandi yang menjadi penyelamat Madura United lewat golnya saat waktu normal menyisakan satu menit.
Zulfiandi menerima bola rebound dan menahannya dengan dada. Kemudian, eks pemain Sriwijaya FC ini masuk ke kotak penalti dan melepaskan tembakan keras tanpa bisa dihalau oleh Muhammad Natsir.
***
Sepakan keras jarak jauh memang salah satu atribut hebat yang dimiliki Zulfiandi. Ayah dua anak ini pernah melakukan hal serupa bahkan dengan jarak lebih jauh. Di Piala AFF 2018 lalu, Zulfiandi membobol gawang Thailand dari luar kotak saat Indonesia kalah 2-4 dari Thailand.
Kemampuan Zulfiandi memang lengkap untuk menjadi seorang gelandang. Bisa dibilang, Zulfiandi merupakan salah satu gelandang terbaik yang ada di Indonesia saat ini.
ADVERTISEMENT
Pemain kelahiran 17 Juli 1995 ini tak hanya piawai melakukan tendangan keras berujung gol. Kemampuan mengatur tempo serta passing Zulfiandi juga ciamik. Pada gelaran AFF 2018 lalu, Zulfiandi mencatat 86% akurasi umpan.
Itu baru kelengkapan Zulfiandi soal menyerang, karena atribut saat bertahan juga sangatlah apik. Kaki yang panjang memudahkan Zulfiandi untuk memotong umpan-umpan lawan.
Pemain yang menggunakan nomor punggung 35 ini juga mumpuni dalam membaca permainan lawan. Zulfiandi tak memiliki tekel seperti Hariono atau Asep Berlian, tetapi caranya menutup ruang membuat lawan sulit melewatinya.
Banyak yang mengagumi cara bermain dari Zulfiandi. Salah satunya adalah mantan pelatih Timnas U-23 Indonesia, Luis Milla.
β€œLuis Milla bahkan pernah menyampaikan bahwa dengan kualitasnya, Zulfiandi bisa bermain di Eropa. Kalau saja Luis Milla menemukannya saat masih berusia 13 tahun, mungkin Zulfiandi akan dibawa dan dicoba di Akademi Barcelona,” ujar Bima Sakti.
ADVERTISEMENT
Zulfiandi bisa dikatakan menjadi anak emas Luis Milla. Pada ajang Asian Games 2018, Zulfiandi menjadi pilihan utama berduet dengan Evan Dimas sebagai poros ganda di sektor tengah.
Ada pula momen tak terlupakan pada era Milla. Ketika itu, Timnas U-22 tengah tertinggal 1-2 dari Uni Emirat Arab dan kiper Andritany Ardhiyasa hendak mengirimkan umpan panjang karena waktu sudah mepet.
Tapi, Zulfiandi menyiratkan gesture untuk tenang dan main dari bawah. Dia pun mendekat dan meminta bola dari Andritany. Zulfiandi lalu mendapatkan bola dan menggiringnya hingga tengah lapangan. Terakhir, dia mengoper bola ke Saddil Ramdani yang berada di sebelah kiri penyerangan Indonesia.
Saddil kemudian melepaskan umpan silang yang bisa dituntaskan Stefano Lilipaly menjadi gol. Skor imbang 2-2 dan berlanjut hingga perpanjangan waktu. Sayang, akhirnya Indonesia kalah melalui adu penalti dengan skor 3-4.
ADVERTISEMENT
Selepas Asian Games, pelatih Timnas berganti tetapi Zulfiandi tetap menjadi pilihan utama. Di Piala AFF 2018, Zulfiandi bisa mengalahkan Bayu Pradana yang lebih senior dan sempat menjadi pilihan utama di era Alfred Riedl. Dari empat laga Piala AFF 2018, Zulfiandi memainkan empat di antaranya sebagai starter.
Timnas Indonesia U-23 jelang laga melawan Palestina. Foto: ANTARA/INASGOC/Charlie
Pun demikian dengan Simon McMenemy yang kini menduduki kursi pelatih. Zulfiandi tetap saja menjadi pilihan dan sempat tampil apik saat Indonesia menang 6-0 atas Vanuatu.
Pada laga yang digelar di Stadion Gelora Bung Karno, Zulfiandi tampil dengan rekannya di Timnas U-19 dulu, Evan Dimas. Keduanya memang sangat melengkapi dari segi bertahan dan menyerang.
Zulfiandi akan lebih statis dan tak banyak maju ketika Timnas sedang menguasai bola. Suami dari Oka Ptradina ini akan menjaga kedalaman dan melakukan cover untuk dua bek sayap yang maju. Permainan seperti itu yang membuat Evan nyaman untuk melancarkan dan berkreasi di lini serang Timnas.
ADVERTISEMENT
Setelah bertahan sebagai pilihan utama beberapa pelatih Timnas, Zulfiandi kini mendapatkan ancaman serius. Adalah Marc Klok yang siap menjadi kompetitornya apabila proses naturalisasi rampung.
Zulfiandi dan Klok memiliki posisi yang serupa. Tipikal bermain keduanya juga mirip-mirip. Sebagai seorang gelandang, Klok tak akan banyak berlari dan melakukan tekel keras. Pemain asal Belanda itu hanya perlu membaca permainan ditambah kepiawaian menutup ruang.
Soal visi bermain, Klok juga salah satu yang terbaik di Indonesia. Umpan yang akurat ditambah tendangan keras dari luar kotak menjadi modal Klok.
Pemain PSM Makassar Marc Klok usai pertandingan melawan Lao Toyota dalam babak penyisihan Piala AFC 2019 di Stadion Pakansari, Bogor, Rabu (13/3). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Nahas untuk Zulfiandi karena usia Klok yang tak jauh dari dirinya. Saat ini, Klok masih berusia 26 tahun dan memiliki karier yang panjang bila bisa dinaturalisasi Indonesia.
ADVERTISEMENT
***
Pantaslah Zulfiandi merasa waswas dengan plan PSSI menaturalisasi Klok. Karena berkaca dari kualitas Klok dan pengalamannya mentas di liga-liga Eropa --League One Inggris dan Premiership Skotlandia, Zulfiandi sangat mungkin turun pangkat menjadi pemain pelapis.
Kendati demikian, perlu diingat bahwa kualitas dari persaingan. Semakin ketat persaingan, semakin meningkat pula mutu seorang pemain. Dan, itulah yang mungkin dialami Zulfiandi: Meningkatkan kualitas usai bersaing dengan pemain berkualitas.
So, sudah tentu kehadiran Klok juga patut disyukuri oleh penggawa Madura United itu. Masa mau berada di zona nyaman saja sehingga kemampuan tak berkembang?