Kisah Fakhri Husaini: Gagal Jadi Dokter, Diwujudkan Almarhum Adik

24 Oktober 2020 12:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelatih timnas Indonesia U-19 Fakhri Husaini meluapkan kegembiraan susai pertandingan melawan timnas Korea Utara U-19. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih timnas Indonesia U-19 Fakhri Husaini meluapkan kegembiraan susai pertandingan melawan timnas Korea Utara U-19. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Tak ada yang berani menyangkal bahwa Fakhri Husaini adalah salah satu pesepak bola terbaik yang pernah lahir di Indonesia. Kemampuannya sebagai gelandang serang amatlah komplet, mulai dari mengumpan hingga mengeksekusi peluang.
ADVERTISEMENT
Kecemerlangan kariernya di lapangan hijau terejawantahkan manakala Fakhri menjadi pelatih. Ia berhasil membawa Timnas Indonesia U-16 juara Piala AFF 2018 dan peringkat ketiga Piala AFF U-19 2019.
Di luar itu, pria kelahiran Lhokseumawe, Aceh, ini juga sukses membawa Timnas U-16 lolos ke putaran final Piala Asia 2018 dan melaju hingga babak perempat final. Sementara, kiprah terakhirnya bersama Timnas U-19 adalah meloloskan ke putaran final Piala Asia U-19 2020 yang akan digelar Februari 2021.
Meski demikian, segala pencapaian yang diraihnya sama sekali tak mulus. Fakhri harus melalui jalan berliku, termasuk mencoba menjadi dokter.
Ya, kisah dimulai ketika Fakhri muda diminta orang tuanya untuk menjadi dokter. Akhirnya, ia mencobanya dengan mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) di Universitas Indonesia pada 1984.
ADVERTISEMENT
"Saya sebenarnya enggak mau jadi dokter, tapi waktu itu karena orang tua yang minta, akhirnya saya ikut Sipenmaru. Saya ikut di UI pilih jurusan kedokteran. Tapi, akhirnya saya gagal. Setelah itu, saya kuliah di UKI ambil jurusan hukum. Saat itu, saya masih main di klub Bina Taruna," ujar Fakhri membuka obrolan dengan kumparan, Sabtu (24/10).
Fakhri Husaini memberikan instruksi kala Timnas U-16 berlaga melawan Australia. Foto: Adam Aidil Dok. AFC
Setelah kegagalan menjadi dokter, Fakhri pun berpesan kepada adiknya, Muzakir Husaini, untuk mewujudkan keinginan orang tua. Padahal, baik Fakhri dan Muzakir ketika itu aktif bermain sepak bola di klub yang sama.
"Saya bilang ke adik saya, 'Saya sudah gagal jadi dokter, kamu enggak usah main bola, kasihan orang tua kepengin anaknya jadi dokter'. Setelah tamat SMA, adik saya akhirnya kuliah di fakultas kedokteran Unsyiah (Universitas Syiah Kuala) dan berhenti main bolanya," kata Fakhri.
ADVERTISEMENT
Mantan bintang PKT Bontang itu menjalani profesinya sebagai pesepak bola sekaligus kuliah. Akan tetapi, pada dua tahun berada di Jakarta, Fakhri mengaku banyak godaan dari lapangan hijau yang menghambatnya menjalani kuliah.
Fakhri mengisahkan ketika itu sejumlah klub Galatama hendak meminangnya. Akan tetapi, kepindahan Fakhri ke klub lain terganjal restu dari orang tua yang menginginkannya untuk terlebih dahulu menyelesaikan kuliah.
Namun, kuliah Fakhri semakin terbengkalai karena ketika itu ia mulai dipanggil untuk memperkuat Timnas U-23, Timnas Indonesia Senior B dan tim sepak bola Pekan Olahraga Nasional (PON).
Pelatih Fakhri Husaini bercanda bersama para pemain Timnas U-19. Foto: PSSI
"Tahun ketiga saya kuliah, saya main di Galatama, bapak saya tetap enggak mengizinkan. Akhirnya saya buat perjanjian dengan ayah saya, saya bilang 'Saya kuliah 5 tahun, tapi kalau enggak selesai, saya keluar'. Dan, benar, setelah 5 tahun kuliah saya enggak selesai di Jakarta," katanya.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Fakhri tak patah arang. Ayah dua orang putra dan seorang putri ini tetap ingin melanjutkan kuliah. Ketika bermain untuk Petrokimia, ia sempat mencobanya di Gresik, tetapi tak upayanya belum menemui hasil.
Hingga akhirnya, Arifin Tasrif, pengurus PKT Bontang ketika itu, menelepon Fakhri untuk menawarinya bergabung ke PKT.
"Yang saya kaget, Pak Arifin justru pertama kali langsung bertanya tentang kuliah saya. Dia bilang kalau mau menyelesaikan kuliah, saya diminta ke Bontang, kebetulan ada perguruan tinggi baru di sana, saya kuliah sama karyawan PKT. Kebetulan saat itu memang bertepatan dengan momen saya mau keluar dari Petrokimia," kenang Fakhri.
Tawaran tersebut akhrinya diterima Fakhri. Seiring dengan berlabuhnya di PKT Bontang, Fakhri pun menyelesaikan kuliahnya yang tinggal menyisakan 20-30 SKS dan lulus pada 1995.
Pelatih Timnas U-18 Fakhri Husaini (kiri) memberikan arahan kepada pemainnya saat latihan di Lapangan Becamex Binh Duong, Vietnam, Selasa (13/8/2019). Foto: ANTARA/Yusran Uccang
Kegigihan Fakhri menyelesaikan kuliah tampaknya ikut menginspirasi sang adik. Singkat kata, Muzakir lulus dari Fakultas Kedokteran Unsyiah dan sempat terjun ketika Aceh tengah konflik.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Fakhri harus berpisah untuk selamanya dengan adik tercintanya pada awal Oktober ini. Muzakir menjadi satu dokter di Indonesia yang gugur setelah terpapar virus corona. Ia diketahui bertugas di BPJS Lhokseumawe.
"Saya berpikir pengorbanan saya engak ada apa-apanya dibandingkan adik saya. Dia pernah terjun langsung ketika konflik Aceh, menyelamatkan masyarakat, TNI, dan bahkan orang-orang GAM di sana. Semua atas nama kemanusiaan. Dibandingkan saya dengan melalui sepak bola, pengorbanan dia jauh lebih besar sampai nyawa sekali pun," tutup Fakhri.