Kisah Nii Lamptey: Dulu Disebut The Next Pele, Kini Beternak Domba & Sapi

23 April 2021 17:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
 Nii Lamptey. Foto: Alexander Hassenstein/Bongarts/Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Nii Lamptey. Foto: Alexander Hassenstein/Bongarts/Getty Images
ADVERTISEMENT
Sejak dulu, pemain yang menyandang status 'the next' dari media dan suporter tak jarang tampil mengecewakan, tidak terkecuali Nii Lamptey yang dianggap sebagai penerus Pele. Yang ada, ia kini bekerja sebagai peternak di negara asalnya.
ADVERTISEMENT
Nii Odartey Lamptey adalah rising star sepak bola internasional pada awal dekade 1990-an. Ia diprediksi akan melampaui prestasi Pele dan dianggap sebagai pemuda harapan bangsa Ghana. Namun, sang pemain kelahiran Accra, 10 Desember 1974, itu justru mengalami kehancuran akibat ulah agen nakal.
Kisah tragis Lamptey berawal jauh sebelum membela Timnas Ghana di Piala Dunia U-16 tahun 1989 dan U-17 tahun 1991. Pada 1989, Lamptey baru berusia 14 tahun dan menjadi pemimpin The Black Starlets pada kompetisi yang dihelat di Skotlandia tersebut.
Namun, Timnas Ghana hanya mampu menempati peringkat 3 klasemen akhir Grup A di bawah Bahrain dan Skotlandia, serta di atas Kuba. Dua tahun berselang, di usia 16 tahun, Lamptey kembali terpilih masuk skuad Ghana untuk Piala Dunia U-17. Saat itu, peruntungan The Black Starlets lebih baik dari 1989.
ADVERTISEMENT
Memproduksi 4 gol sepanjang turnamen, Lamptey menjadi pencetak gol terbanyak bersama Adriano da Silva dari Brasil. Ia meraih Golden Ball, sementara Adriano mendapatkan Golden Shoes.
Nii Lamptey. Foto: Michael Cooper/Getty Images
Pada akhir turnamen, Timnas Ghana juga menjadi juara setelah mengalahkan Spanyol 1-0 melalui gol semata wayang Emmanuel Duah. Pada kompetisi di Italia itu, sejumlah pemain yang kemudian menjadi bintang seperti Juan Sebastian Veron (Argentina) dan Alessandro del Piero (Italia) ikut berpartisipasi.
Sukses di Piala Dunia U-17, julukan The Next Pele langsung melekat. Di usia 17 tahun, Lamptey terpilih sebagai African Footballer of the Year 1991 di posisi 5. Selanjutnya, ia masuk skuad Ghana di Olimpiade tahun 1992 di Barcelona. Hasilnya, sang gelandang memenangi medali perunggu setelah mengalahkan Australia.
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan sebelum tampil di Barcelona, Lamptey sudah naik pangkat ke timnas senior. Dia dipanggil masuk skuad utama The Black Stars di Piala Afrika 1992. Bersama Abedi Pele Ayew dan Anthony Yeboah, Lamptey membantu The Black Stars mencapai final setelah tampil perkasa di fase grup, perempat final, hingga semifinal.
Sayang, Ghana menerima kekalahan dari Pantai Gading pada final di Dakar, Senegal. Bermain imbang tanpa gol selama 120 menit, mereka harus menyerah 10-11 lewat drama adu penalti yang melibatkan semua pemain kedua kubu.
Dengan pengalaman di tim senior, Nii Lamptey kembali dipercaya memperkuat Ghana saat tampil di Piala Dunia U-20 1993. Dengan skuad yang meraih perunggu Olimpiade 1992, Ghana mampu mencapai pertandingan puncak. Tapi, mereka dikalahkan Brasil 1-2.
Pele tahun 1961. Foto: AFP
Meski begitu, sebelum membela timnas, Lamptey punya jalan berliku untuk bisa bermain sepak bola. Pada usia 15 tahun dirinya mengajukan izin untuk merantau ke Eropa. Sayang, Asosiasi Sepakbola Ghana (GFA) tidak mengizinkan dirinya merantau ke luar negeri. Paspor Ghana miliknya turut disita.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, Lamptey harus mencari jalan lain agar bisa mewujudkan mimpi bermain di Benua Biru. Salah satunya melalui Nigeria menumpang taksi. Di Lagos, Lamptey bertemu Stephen Keshi. Saat itu, Keshi merupakan kapten timnas Nigeria dan pemain yang populer.
Berkat Keshi, Lamptey bisa bertolak ke Belgia dengan memakai paspor palsu Nigeria. Keshi mengaku Lamptey sebagai anaknya. Dia membawa Lamptey menjalani trial di sejumlah klub di Belgia, Prancis, Belanda, Jerman, hingga Italia. Salah satunya di Anderlecht.
Nakhoda Anderlecht saat itu, Adriaan de Mos, terpukau dengan Lamptey dan memutuskan menyodorkan kontrak. Pelatih asal Belanda itu memuji Lamptey sebagai titisan Pele.
Regulasi batas minimal pemain muda di Belgia akhirnya diubah menjadi 16 tahun untuk mengakomodasi usia Nii Lamptey yang saat itu baru 15 tahun. Lalu, dia menjalani debut di usia 16 tahun dan menjadi pemain termuda di Liga Belgia.
ADVERTISEMENT
Sayang, peruntungan Lamptey di klub dan timnas berbanding terbalik. Dia jarang mendapat kesempatan bermain di Anderlecht karena adaptasi dengan budaya Eropa yang tidak mudah. Lamptey hanya mencetak 9 gol dari 30 pertarungan pada 1990-1995. Dia lebih banyak dipinjamkan ke PSV Eindhoven dan Aston Villa.
Bersama PSV, Lamptey sempat dianggap sebagai pemain yang bagus setelah mencetak 10 gol dari 22 laga Liga Belanda. Penampilan apik sang pemain membuatnya kerap dilirik sejumlah klub besar Eropa. "Harapan kepada saya sangat besar ketika itu," ucap Lamptey kepada The Observer pada 2008.
Selain ekspektasi berlebih, performa Lamptey justru meredup akibat ulah sang agen nakal bernama Antonio Caliendo. Pria berpaspor Italia itu rakus. Dia hanya mengambil keuntungan finansial dari Lamptey. Caliendo mencari klub yang mau membeli kliennya dengan harga tinggi dengan harapan mendapatkan 25% dari nilai transfer. Contohnya saat membela Villa.
ADVERTISEMENT
"Saya banyak ditipu. Saya bahkan tidak tahu jika saya berhak atas transfer fee. Pelatih Aston Villa, Ron Atkinson, yang memberi tahu saya. Di kantor klub mereka, mereka memberikannya (fee) langsung kepada saya," ucap Lamptey soal masalahnya dengan Caliendo.
"Dua minggu kemudian, agen saya datang dan saya pikir dia pergi ke klub untuk mendapatkan uang. Mereka bilang mereka telah memberikannya kepada pemain. Lalu, dia (Caliendo) sangat kesal dengan saya. Ada begitu banyak orang yang menipu saya. Mereka hanya menjaga kepentingan mereka sendiri demi uang," tambah Lamptey.
Nii Lamptey tidak bisa berbuat banyak karena pendidikan yang minim dan tidak terlalu memahami isi kontrak kerja. Latar belakang keluarga membuat Lamptey tidak mendapatkan pendidikan yang baik. Dia berasal dari keluarga miskin. Ayahnya pemabuk dan sering memukuli dirinya saat kanak-kanak.
ADVERTISEMENT
Saat berusia 8 tahun, ayah dan ibunya bercerai. Ibunya menikah lagi dan dirinya dibuang olah sang ayah tiri ke tempat pengungsian. Tapi, bakat yang bagus dalam sepak bola membuat Lamptey mendapatkan kesempatan bergabung dengan tim junior Ghana.
Akibat ulah sang agen yang tidak bertanggung jawab telah membuat Lamptey kerap gonta-ganti klub setelah meninggalkan Anderlecht, PSV, dan Villa. Dimulai dari Coventry City, Venezia, Union Santa Fe, Ancaragucu, Uniao Leiria, Greuther Fuerth, Shandong Luneng, Al Nasr, Asante Kotoko, hingga pensiun bersama Jomo Cosmos. Total, 13 klub diperkuatnya selama 16 tahun.
Lamptey pensiun dari sepak bola pada 2008. Dia sekarang memelihara sapi dan domba di sebuah peternakan di pinggiran Accra. Ia sempat bekerja sebagai komentator di televisi Ghana selama Piala Dunia 2014. Pria yang kini berusia 46 tahun itu juga merangkap sebagai asisten pelatih di salah satu klub di Ghana, Sekondi Wise Fighters.
ADVERTISEMENT
Lamptey juga mendirikan Glow-lamp International School. Itu adalah sekolah gratis untuk masyarakat miskin. Tujuannya, memastikan anak-anak yang kurang beruntung memiliki kesempatan belajar membaca dan menulis.
Pada 2017, sekolahnya memiliki hampir 400 murid. Dia juga memiliki akademi sepak bola yang dilatihnya sendiri di Elmina. Lamptey mengatakan, terlepas dari segalanya, dia tidak merasa seperti pecundang, melainkan orang yang selamat yang menolak dihancurkan, dan yang tidak akan dihukum oleh Tuhan.
"Pendidikan sangat penting. Pendidikan jadi masalah terbesar saya. Saat kecil saya tidak punya waktu ke sekolah. Setelah besar saya kehilangan segalanya," pungkas Lamptey.
Menurut catatan Transfermarkt, Nii Lamptey berhasil mencatatkan 102 laga dengan torehan 19 gol dan 2 assist selama aktif bermain. Adapun bersama Timnas Ghana, ia mengemas 8 gol dari 38 caps.
ADVERTISEMENT
****