'Maaf, Apa yang Dimiliki Spaso sehingga Harus Dinaturalisasi?'

5 Mei 2018 9:40 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Timnas Indonesia vs Timnas Korea Utara. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Indonesia vs Timnas Korea Utara. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tim Nasional (Timnas) Indonesia baru saja menyelesaikan gelaran PSSI Anniversary Cup 2018 dengan hasil kurang memuaskan. Dalam gelaran yang berlangsung sejak 27 April hingga 3 Mei 2018 di Stadion Pakansari itu, skuat 'Garuda' gagal menjadi kampiun.
ADVERTISEMENT
Bersua lawan-lawan macam Bahrain, Korea Utara, serta Uzbekistan, sejatinya telah diprediksi akan membuat Hansamu Yama dan kawan-kawan kesulitan.
Pelatih kepala Timnas Indonesia, Luis Milla, dalam beberapa kali kesempatan selepas laga berujar, kelemahan skuat yang diasuhnya adalah soal mencetak gol.
Penuturan sang juru latih memang benar adanya: tak satu gol pun berhasil dicetak oleh Timnas Indonesia sepanjang gelaran. Selain itu, permainan Timnas yang minim kreativitas juga menjadi sorotan.
Nah, kumparan (kumparan.com) mencoba melihat permasalahan Timnas Indonesia ini dari lini ke lini, melalui sudut pandang pelakon sepak bola sendiri.
Kami lantas berbincang dengan Supriyono Prima, mantan penggawa Timnas dan pesepak bola Indonesia di era Primavera yang kini aktif melatih di SSB (Sekolah Sepak Bola) yang didirikannya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Anda melihat Timnas Indonesia sepanjang Anniversary Cup? Tentunya urusan belum adanya gol menjadi sorotan, bukan? Lantas apa lagi?
Dari sisi gol memang kurang, apalagi mereka bermain di kandang, sebagai tuan rumah pula. Kemudian, sudah satu tahun berkumpul dan bermain bersama. Memang, ada sisi yang belum sesuai harapan kita semua, dalam arti selalu bermasalah di box atau sepertiga pertahanan lawan.
Dari situ, dibutuhkan insting dari setiap pemain. Insting pembunuh, akurasi umpan, kemudian yang lebih penting adalah kecepatan dalam mengambil keputusan. Jangan dibolak-balik.
Dalam tiga pertandingan, terutama yang kedua pertandingan melawan Korea Utara itu, kelihatan sekali (kesalahan). Harusnya shooting, malah crossing. Yang harusnya diumpan, malah shooting. Hal semacam itu yang perlu dipertajam lagi dengan sisa waktu yang ada tiga bulan.
ADVERTISEMENT
Kemudian, memang permasalahan Timnas Indonesia ada pada striker. Menurut saya, bukan jadi alasan juga sepanjang lini tengah tidak bisa memiliki servis yang akurat.
Lini tengah ada Septian David sama Evan Dimas. Saya pribadi cenderung ke Septian sebagai kreator, bukan Evan. Kenapa? Maaf ya, Evan itu sebenarnya semenjak AFF 2016 itu, menurut saya, sudah turun performanya.
Evan Dimas bela Timnas U-22 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Evan Dimas bela Timnas U-22 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Bisa terlihat di match pertama melawan Bahrain. Ada sentuhan yang harusnya ke depan, dia malah ke belakang lagi. Intinya, di sini terlihat mengapa pelatih Luis Milla lebih memilih Septian ketimbang Evan karena holding ball bagus. Kemudian, dia adalah inspirasi permainan, terutama dengan konsep sekarang dijalankan, harus passing secara progresif, harus ke depan.
ADVERTISEMENT
Tujuan utama Septian ini sudah baik, memberikan suplai bola ke depan. Kalau Evan, 'kan menyamping, ke arah saya. Kalau saya analisis kenapa memilih Septian, karena dari awal tidak tergantikan.
Serangan selalu mengandalkan sisi sayap melalui Febri Hariyadi dan Osvaldo Haay, seperti tak ada pilihan lain. Apa Anda sepakat?
Betul, sepertinya memang serangan seperti deadlock, ya. Dan di situlah sebenarnya peran seorang midfielder, playmaker, kreator. Yang membuat kreasi serangan, ya, mereka untuk pemain depan.
Septian dan Evan Dimas itu jangan sebatas kreator, tapi harus bisa menjadi opsi penentu ketika wing dan flank tertutup.
Timnas Indonesia vs Timnas Korea Utara. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Indonesia vs Timnas Korea Utara. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Lalu, opsi kedua apa, nih? Saya lihat belum terlihat serangan dari tengah, karena apa?
ADVERTISEMENT
Ya, karena tadi. Striker belum kuat dalam tahan bola dan positioning kurang bagus. Jadi, masih harus dibangun antara striker dan kolektivitas lini tengah terutama bola through pass.
Oke, mari kita berbicara soal lini depan yang gagal mencetak sebiji gol. Beberapa nama seperti Marinus Wanewar, Ezra Walian, Illija Spasojevic, dan Lerby Eliandry sudah dicoba dalam berbagai ajang. Lantas, sejauh ini, apa sudah sesuai kebutuhan?
Dan dalam perencanaan Luis Milla, dia akan memanggil Alberto Goncalves alias Beto. Bagaimana opsi itu?
Kalau melihat Ezra, dengan perawakan yang tinggi, dia oke, tapi masih letoy dan lembek body balance-nya. Jadi, kalau cari striker itu harus kekar, mirip (Marko) Simic atau (Cristian) Gonzales.
ADVERTISEMENT
Kalau Gonzales, flashback, nih. Dia memang tidak cepat larinya, tapi holding bola kuat. Kemudian posisi ada, insting pembunuh ada dengan kaki kiri.
Kalau Wanewar dari sisi teknis itu, saya tidak melihat. Ya, dia postur oke. Kalau Ezra, walaupun dia main di Liga 2 Belanda, tapi, kok, tidak memperlihatkan dia ada sentuhan Eropa?
Kalau Beto, malah saya condong ke dia. Ada aspek yang tidak dimiliki Spasojevic dan Lerby, kemudian (Beto) sudah lama juga berkiprah di kompetisi lokal dan produktivitasnya bagus.
Kalau Spaso--demikian sapaanya, maaf saja. Apa yang dimiliki Spaso sehingga harus dinaturalisasi? Anda bisa lihat, deh. Di Bhayangkara, di Persib Bandung, saja tidak dipakai. Jadi, saya rasa dia belum bisa menjawab tantangan lini depan.
ADVERTISEMENT
Ezra Walian saat melakukan pemanasan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ezra Walian saat melakukan pemanasan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Bergeser ke belakang, sosok Hansamu Yama tak tergantikan, tetapi pendampingnya kerap diganti-ganti, ada Bagas Adi Nugroho dan Ricky Fajrin. Bagaimana?
Bagas, terlalu stylish dia. Kalau Hansamu, ada kelugasan sebagai bek tengah. Itu modal yang bagus. Bagas memang selama turnamen, ketika dia megang bola oke lah, tapi ketika dapat tekanan dan ada kecepatan lawan, terlihat keteteran.
Saya lebih condong ke Andy Setyo. Kredit tersendiri bisa kita berikan karena beberapa kali ada pemain Korea Utara tidak lewat sama dia. Ada sisi timing yang dimiliki Andy Setyo yang tidak dimiliki Bagas.
Apa pengaruh Bagas cedera lama, karena sebelum SEA Games lalu, dia berduet dengan Hansamu?
Betul, dia memang prosesnya lama. Jadi, atmosfer pertandingan dia ketinggalan dengan yang lain. Tapi, ada sisi positif dari Andy Setyo yang tidak ada di Bagas, timing, kesabaran, dan intersep ada.
ADVERTISEMENT
Terakhir tentang penjaga gawang, Andritany Ardhiyasa atau Awan Setho?
Masih perlu, ya, Andri dengan pengalamannya, lini penjaga gawang masih butuh lah. Awan Setho juga oke, karena bisa memberikan kenyamanan.