Menerapkan Praktik Bubble NBA & MLS di Sepak Bola Indonesia, Mungkinkah?

1 Februari 2021 12:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fans Sepak Bola (Ilustrasi) Foto: Reuters/Amr Abdallah Dalsh
zoom-in-whitePerbesar
Fans Sepak Bola (Ilustrasi) Foto: Reuters/Amr Abdallah Dalsh
ADVERTISEMENT
Sepak bola Indonesia masih mati suri. Pandemi corona yang menghantam masih jadi alasan.
ADVERTISEMENT
Di luar negeri, sepak bola sudah bergulir. Federasi sepak bola di masing-masing negara tak ingin pandemi jadi hambatan.
Di Indonesia, selain pandemi corona, urusan dengan pihak kepolisian juga seturut menjadi hambatan. Tak ada izin keramaian, tak ada sepak bola.
Sebetulnya, Agustus 2020, sepak bola di Indonesia sempat ingin digulirkan. Sejumlah regulasi dibuat lengkap dengan protokol kesehatan.
Satu poin yang memantik adalah sepak bola terpusat di Pulau Jawa. DIY jadi lokasi yang jadi perencanaan agar klaster corona menjadi sempit.
Namun, semua terbentur. Semua kalah dengan pandemi corona.
Pemain Persija, Evan Dimas (tengah) bersama rekan merayakan gol ke gawang Bhayangkara FC pada pertandingan Liga 1 2020 di Stadion PTIK, Jakarta, Sabtu (14/3). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Melihat situasi sepak bola yang masih belum bergerak, Arif Putra Wicaksono selaku CEO Nine Sports punya gagasan lain. Pria yang pernah mencalonkan sebagai Ketua PSSI 2020 lalu ini bilang bahwa sepak bola mesti ada perubahan.
ADVERTISEMENT
''Berkaca pada keberhasilan sistem bubble yang dilakukan Industri olahraga di Amerika, yakni MLS (Major League Soccer) dan NBA, sangat layak jika sepak bola Indonesia beradaptasi dengan sistem serupa dengan beberapa penyesuaian,'' tutur Arif dalam keterangan tertulisnya.
''Pertama pemilihan lokasi menjadi bagian terpenting dari sistem ini. Kedua soal crowd control dengan cara melihat demographic dan geographic,'' dia menjelaskan.
Pertandingan NBA antara New Orleans Pelicans dan Portland Trail Blazers. Foto: USA Today/Reuters/Derick E. Hingle
Adapun, terkait lokasi menyelenggarakan pertandingan sepak bola dibutuhkan banyak stadion yang berdekatan. Pada 2019 tercatat bahwa Kalimantan Timur sebagai provinsi yang memiliki banyak stadion.
Mulai dari Segiri di Palaran, Madya Sempaja di Samarinda, Aji Imbut di Kutai Kertanegara, Batakan. Selain itu ada juga Benuo Taka di Balikpapan dan Mulawarman di Bontang.
Soal persoalan kedua, kata Arif, Kalimantan Timur memiliki jumlah penduduk jauh lebih sedikit dibanding Pulau Jawa. Bicara animo sepak bola, Jawa-Kalimantan berbeda.
ADVERTISEMENT
''Soal jarak, antara Pulau Jawa ke Pulau Kaltim akan mempersulit jangkauan para pecinta sepak bola dari pulau Jawa guna menghindari kerumunan berlebih,'' katanya.
''Pengamanan yang akan dilakukan pihak berwajib di sekitar stadion maupun daerah perbatasan akan menjadi jauh lebih mudah,'' lanjut dia.
Suasana jalan menuju Stadion Utama Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Selain dua faktor tersebut, Kalimantan Timur juga digadang-gadang akan jadi Ibu Kota baru Indonesia. Menurut Arif,penyelenggaraan Liga 1 dan Liga 2 guna menggairahkan ekonomi lokal maupun nasional bisa jadi ide lain.
''Selain itu Kaltim juga sangat layak untuk dipromosikan sebagai daerah percontohan bebas COVID seperti New Zealand,'' katanya.
Paling baru, PSSI berencana akan menggulirkan Liga 1 dan Liga 2 selepas Hari Raya Lebaran. Terkait regulasi dan persiapan, PSSI masih menggandeng PT LIB dalam perencanaan kompetisi.
ADVERTISEMENT
---