Para Pemenang Ballon d'Or yang Tak Pernah Menjadi Juara Liga Champions

27 Maret 2020 19:45 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Trofi Ballon d'Or. Foto: Thomas SAMSON / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Trofi Ballon d'Or. Foto: Thomas SAMSON / AFP
ADVERTISEMENT
Ballon d'Or bukan segalanya. Hanya karena seorang pesepak bola dianugerahi penghargaan tersebut, bukan berarti seluruh gelar juara bisa dinikmatinya.
ADVERTISEMENT
Ambil contoh Liga Champions. Tak semua pesepak bola yang dinobatkan sebagai pemain terbaik versi France Football pernah mencicipi rasanya menjadi kampiun di antara klub-klub bergengsi Eropa.
1) Stanley Matthews
Stanley Matthews adalah pesepak bola pertama yang dianugerahi Ballon d'Or. Ya, begitulah, edisi pertama Ballon d'Or pada 1956 berujung pada keberhasilannya menjadi yang terbaik. Ketika itu, ia masih berstatus sebagai pemain Blackpool.
Musim 1955/56 juga menjadi musim perdana Liga Champions digelar. Namanya ketika itu masih European Cups. Adalah Real Madrid yang menjadi juara.
2) Omar Sivori
Juventus sudah mulai menjadi primadona Italia di akhir tahun 1950-an. Omar Sivori, pemain asal Argentina, menjadi sosok penting yang mengantar Juventus merengkuh tiga gelar juara Serie A, dua trofi Coppa Italia, dan satu medali juara Coppa delle Alpi.
ADVERTISEMENT
Di atas lapangan sepak bola, Sivoria tak cuma dikenal sebagai gelandang sekaligus penyerang mematikan, tetapi juga nyentrik. Selain tendangan kaki kirinya yang acap menjadi pemungkas, ciri khasnya yang akan selalu dikenang adalah menggulung kaus sampai tulang keringnya tampak.
Segala kualitasnya mendapat pengakuan dunia. Sivori lantas diganjar Ballon d'Or pada 1961.
3) Josef Masopust
Sepak bola Republik Ceko bukan tanah yang bertabur pemain bintang. Namun, bukan berarti tak ada legenda di sana. Adalah Masopust yang berhasil mengantar Timnas Ceko ke final Piala Dunia 1962.
Ia bahkan berhasil membawa Ceko pada keunggulan pertama. Akan tetapi, laga tetap tuntas dengan keberhasilan Brasil menjadi juara dunia.
Permainannya yang eksplosif menjadikannya bintang Eropa di awal tahun 1960-an. Pele yang masyhur itu bahkan menyebut bahwa Masopust seharusnya lahir di Brasil. Pada tahun 1962 itu pulalah, Masopust mendapat gelar sebagai pemain terbaik dunia lewat Ballon d'Or.
ADVERTISEMENT
4) Lev Yashin
Lev Yashin tak cuma dikenal sebagai satu-satunya penjaga gawang yang berhasil memenang Ballon d'Or. Ia juga terkenal sebagai kiper yang mahir menggagalkan eksekusi penalti. Dari total 812 pertandingan resmi yang ia jalani selama kariernya, ia mampu menggagalkan 151 penalti.
Lompatannya saat menahan penalti dan kegemarannya memakai jersi serba-hitam membuatnya berjuluk The Black Spider. Si Laba-laba Hitam. Ia mengantarkan Dynamo Moscow lima kali menjadi kampiun di Liga Utama Uni Soviet.
Pencapaiannya di level internasional juga tidak main-main. Rusia diantarnya menjadi juara Piala Eropa pada 1960. Yashin merengkuh gelar Ballon d'Or itu pada 1963, saat membela Dyanamo.
5) Florian Albert
The Emperor adalah julukan yang disematkan kepada Florian Albert akibat elegansinya sebagai penyerang top Eropa. Di sepanjang kariernya, Albert hanya membela dua tim: Ferencváros dan Timnas Hongaria.
ADVERTISEMENT
Tak kurang dari 16 tahun membela Ferencvaros, Albert berhasil menggondol enam gelar juara. Ballon d'Or adalah 1967 adalah salah satu penghargaan individu yang melayang ke tangannya.
6) Oleg Blokhine
Franz Beckenbauer dan Johan Cruyff mungkin punya nama besar membikin lawan-lawan mereka ciut. Namun, pada 1975, Oleg Blokhine-lah yang diganjar Ballon d'Or.
Blokhine menghabiskan 19 tahun kariernya untuk membela Dynamo Kyiv. Sejak membela Kyiv pada 1969 sampai 1988, Blokhine mempersembahkan 18 gelar juara.
Bila dirinci, torehan itu akan menjadi delapan Soviet Top League, lima Soviet Cup, tiga USSR Super Cup, dan dua UEFA Cup Winners Cup.
7) Allan Simonsen
Borussia Moenchengladbach selangkah lagi menjadi kampiun Eropa pada 1976/77. Ketika itu, mereka berhadapan dengan Liverpool di Stadion Olimpico.
ADVERTISEMENT
Allan Simonsen membuat para suporter Moenchengladbach bernapas sedikit lega pada menit 52. Ia berhasil mencetak gol yang membuat kedudukan jadi imbang 1-1. Sebelum turun minum, Liverpool unggul 1-0 via gol Terence McDermott.
Sayangnya, tak ada trofi Si Kuping Besar yang dibawa pulang Moenchengladbach ke Jerman. Liverpool menyelesaikan laga dengan kemenangan 3-1 dengan gelar juara Liga Champions.
Akan tetapi, Simonsen tak perlu menutup musim dengan kepala tertunduk. Ia berhasil mengantar Moenchengladbach merengkuh gelar juara Bundesliga dan DFB Pokal pada musim yang sama.
Pada 1975 dan 1977, ia juga berhasil mempersembahkan trofi Liga Europa kepada Moenchengladbach. Di tahun 1977 itu pulalah, ia dianugerahi Ballon d'Or.
Simonsen bahkan tercatat sebagai satu-satunya pemain yang sudah mencetak gol di final Liga Champions (European Cup), Liga Europa (UEFA Cup), dan Cup Winners' Cup.
ADVERTISEMENT
8) Igor Belanov
Tangan dingin Valeriy Lobanovskyi membuat Timnas Uni Soviet memiliki pemain yang begitu lihai dalam mematikan lawan dengan serangan cepat. Ciri racikan taktik Lobanovskyi adalah kombinasi dua pemain cepat.
Di antara sekian anak didiknya, yang paling menonjol adalah duet Igor Belanov dan Oleh Protasov. Bukan sekali dua kali lawan dibuat kewalahan dengan pergerakan mereka di area sepertiga akhir lapangan. Belanov juga masuk dalam skuat Uni Soviet didikan Lobanovskyi saat menjadi runner up Piala Eropa 1988.
Di bawah kepelatihan Lobnovskyi pula Belanov berhasil mengantar Dynamo Kyiv menjadi juara Liga Utama Soviet pada 1985 dan 1986.
Tak hanya dua gelar tersebut. Belanov juga mempersembahkan trofi UEFA Cup Winners' Cup (1985/86), Soviet Cup (1985, 1987, 1990), dan Soviet Super Cup (1986, 1987) untuk Kyiv. Pada 1986-lah Belanov dianugerahi penghargaan Ballon d'Or.
ADVERTISEMENT
9) Lothar Matthaus
Lothar Matthaus adalah sebenar-benarnya ironi di atas lapangan sepak bola. Hampir seluruh trofi kompetisi mayor sudah direngkuhnya, termasuk Piala Dunia.
Berangkat dari situ, tak heran jika legenda Timnas Jerman ini juga diganjar Ballon d'Or pada 1991. Akan tetapi, 'hampir' adalah kata kuncinya. Di antara seluruh trofi, hanya Liga Champions yang belum pernah digamit Matthaus.
Sosok yang membantu Jerman juara Piala Dunia 1990 ini sebenarnya dua kali melangkah ke final Liga Champions. Jika pada final 1986/87 Bayern kalah 1-2 dari Porto, pada 1998/99, kekalahan serupa didapat Bayern dari Manchester United pada 1998/99.
10) Jean-Pierre Papin
Ada suatu masa saat Jean-Pierre Papin merupakan salah satu penyerang terbaik di dunia. Penyerang bertubuh mungil ini adalah mesin gol yang sangat komplet. Rasanya ia selalu menemukan cara untuk mencetak gol.
ADVERTISEMENT
Nama Papin melejit bersama Olympique de Marseille. Selama enam musim berkostum Les Pocheens, Papin bertanggung jawab atas salah satu era terbaik klub Prancis Selatan itu. Lima gelar liga, satu trofi Piala Prancis, plus sekali menjadi runner-up Liga Champions menjadi catatan penting dalam perjalanan Papin.
Segala pencapaian itu mengganjar Papin dengan Ballon d'Or 1991. Namun, serupa dengan seluruh pemain yang disebutkan di daftar ini, tak ada medali juara Liga Champions yang dikalungkan ke leherya.
11) Roberto Baggio
Juara Serie A sudah dua kali, Coppa Italia dan Liga Europa masing-masing sekali. Roberto Baggio bahkan pernah menikmati seperti apa rasanya diakui sebagai pemain terbaik dunia lewat Ballon d'Or pada 1993. Di tahun yang sama pula ia menjadi FIFA World Player of the Year.
Roberto Baggio Foto: AFP/Carlo Barloncini
Akan tetapi, bukan berarti segala sesuatunya berjalan mulus bagi Baggio. Tidak ada gelar juara Liga Champions yang dipersembahkannya, baik itu untuk Juventus, AC Milan, maupun Inter Milan.
ADVERTISEMENT
Baggio, apa boleh buat, memang menjadi salah satu enigma terbesar yang pernah hidup di atas ranah sepak bola. Bakat besar adalah miliknya, tetapi kegagalan juga berulang kali datang merongrong.
12) George Weah
AC Milan yang pernah dibela George Weah bukan klub yang asing dengan mahkota Liga Champions. Sayangnya, tidak ada nama Weah dalam ketujuh musim saat Milan menjadi kampiun Eropa. Namun, sebelum dikenal sebagai penyerang Milan, nama Weah harum di Paris Saint-Germain.
Bersama klub asal Paris itu Weah menggamit masing-masing satu gelar juara Ligue 1 dan Coupe de la Ligue, serta trofi Coupe de France. Pada 1995, predikat Weah kian semerbak lewat keberhasilannya mengangkat trofi Ballon d'Or.
13) Ronaldo da Lima
ADVERTISEMENT
Ya, begitulah. Tak ada nama Ronaldo da Lima dalam daftar pemain yang pernah mengantar tim sebagai juara Liga Champions.
Rasanya kelewat batas jika tak ada nama Ronaldo saat membicarakan penyerang papan atas Italia pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an. Lima musim berkostum Inter, Ronaldo berhasil membukukan 49 gol.
Ronaldo Nazario berjersi Real Madrid. Foto: AFP/JAVIER SORIANO
Ronaldo datang ke Italia dengan harga 22 juta euro. Angka tersebut membuatnya menjadi pemain termahal dunia saat itu. Ia adalah pemain kedua yang memecahkan rekor transfer dunia setelah Diego Maradona.
Karier Ronaldo di Inter rusak oleh cedera. Ia bahkan absen selama musim 2000/01 karena kondisi kakinya tak kunjung membaik. Pada musim panas 2002, Ronaldo hijrah ke Madrid, setelah Los Blancos berani menebus 46 juta euro.
ADVERTISEMENT
14) Michael Owen
Michael Owen, si bocah ajaib milik Liverpool, adalah tandem sempurna bagi penyerang nyeleneh seperti Robbie Fowler.
Owen punya jalan berbeda. Ia adalah satu dari sedikit pemain muda yang langsung mendapat tempat di tim utama Premier League usai laga debut.
Ya, mau bagaimana lagi? Laga debutnya bersama Liverpool, tepatnya pada 6 Mei 1997, memang spesial.
Michael Owen. Foto: AFP/PAUL ELLIS
Liverpool memang kalah dari Wimbledon FC di Selhurst Park kala itu. Namun, ia berhasil mencetak gol pada menit 74 dengan memanfaatkan umpan matang Stig Inge Bjoernebye.
Setelahnya, Owen melesat. Ketajamannya bertaji dan mengantar Liverpool merengkuh enam gelar juara. Owen pun diganjar dengan Ballon d'Or pada 2001 saat usianya baru 22 tahun.
ADVERTISEMENT
Namun, tak ada gelar juara Liga Champions yang dipersembahkannya bagi Liverpool. Kalau saja tak angkat kaki ke Real Madrid pada 2004, bukannya tak mungkin Owen juga merasakan keajaiban Istanbul pada 2005.
Cerita apesnya tak sampai di situ. Karier Owen menguap di pengujung jalan.
15) Pavel Nedved
Juventus tak salah ketika mendatangkan Pavel Nedved pada 2001. Nedved dipindai sebagai gelanda top dunia pada paruh kedua 1990-an sampai 2000-an, terutama sejak mengantar Timnas Republik Ceko ke final Piala Eropa 1996.
Juventus memberi ruang kepada Nedved untuk menunjukkan warna permainannya. Alih-alih menjadi pengumpan melulu, Nedved membuktikan bahwa ia merupakan pemain sayap fleksibel.
Mau ditugaskan sebagai gelandang serang? Tak masalah. Pergerakan dan tendangan kerasnya di depan kotak penalti sering membuat lawan mati langkah. Pada 2003, Nedved merengkuh Ballon d'Or.
ADVERTISEMENT
Di tahun yang sama pula ia melangkah ke final Liga Champions bersama Juventus. Namun, mereka kalah 2-3 dari AC Milan di babak adu penalti partai puncak.
16) Fabio Cannavaro
Fabio Cannavaro membuktikan bahwa Ballon d'Or tak melulu tentang para pencetak gol. Mereka yang bertugas mencegah lawan mencetak gol pun juga mampu mendapatkannya.
Trofi ini melayang ke tangan Cannavaro pada 2006, saat ia masih tercatat sebagai penggawa Real Madrid. Di tahun itu pula ia berhasil mengantar Timnas Italia menjadi juara Piala Dunia. Ketangguhannya menggalang lini pertahanan memastikan Italia hanya kebobolan dua kali di sepanjang turnamen.
Cannavaro menjadi pemain bertahan terakhir yang diganjar Ballon d'Or. Setelahnya, selain pada 2007 (Kaka) dan 2018 (Luka Modric), penghargaan ini ibarat pertarungan antara Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo semata.
ADVERTISEMENT