Pemain Pengganti sebagai Penentu Gelar Juara Lazio

16 Mei 2019 12:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Akhirnya Lazio tak menutup 2018/19 dengan tangan hampa. Foto: Isabella BONOTTO / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Akhirnya Lazio tak menutup 2018/19 dengan tangan hampa. Foto: Isabella BONOTTO / AFP
ADVERTISEMENT
Jika segalanya telah menjadi suratan bagi mereka yang turun arena sejak awal, apa yang menarik dalam laga lapangan hijau?
ADVERTISEMENT
Lazio dan Atalanta berebut gelar. Final Coppa Italia 2018/19 menjadi satu-satunya jalan bagi mereka untuk tak menutup musim dengan tangan hampa. Di Stadio Olimpico, Kamis (16/5/2019), mereka bertarung, beradu hebat untuk menjadi juara.
Simone Inzaghi, pelatih Lazio, dalam wawancara jelang laganya menegaskan tak ada satu pemain pun yang tak penting di pertandingan ini. Tak peduli ia masuk 11 pemain awal atau malah mesti duduk di bangku cadangan dulu, semuanya mengemban peran krusial.
Omongan Inzaghi bukan formalitas belaka. Itu bukan ucapan ala pelatih untuk membesarkan anak-anak didiknya yang tak masuk 11 pemain awal.
"Saya sudah bicara kepada para pemain dari waktu ke waktu bahwa mereka yang main dari bangku cadangan bisa saja mengambil peran yang lebih penting daripada yang masuk starting XI. Saya puas dengan tim ini, kami melakoni Coppa Italia dengan cara yang luar biasa," jelas Inzaghi, dilansir Football Italia.
ADVERTISEMENT
Inzaghi dan trofi keduanya bersama Lazio. Foto: Vincenzo PINTO / AFP
Tak ada satu gol pun yang muncul di babak pertama. Padahal keduanya bermain sama kuat dan sama agresif. Masing-masing tujuh upaya tembakan itu menjadi bukti. Itu belum ditambah dengan catatan masing-masing 12 tekel sukses yang dilepaskan kedua tim. Laga tambah panas, tapi gol tak kunjung menunjukkan rupanya.
Apa boleh buat. Kalau begini situasinya, taktik mesti dirumuskan ulang, dalam tempo secepat-cepatnya yang mereka bisa.
Merespons kebuntuan yang tak kunjung pecah, Inzaghi mengganti Ciro Immobile dengan Felipe Caicedo pada menit ke-66, kemudian Sergej Milinkovic-Savic mengambil tempat Luis Alberto 13 menit berselang. Keputusan Inzaghi untuk menarik Immobile memang masuk akal.
Sepanjang paruh pertama, Immobile cuma sekali melepaskan tembakan, itu pun cenderung sporadis, dilepaskan dari jarak jauh dan tidak tepat sasaran. Ia bahkan kehilangan penguasaan bola sebanyak tujuh kali. Penjagaan para penggawa Atalanta yang didasari dengan pemahaman bahwa Immobile adalah muara serangan menjadi penyebab.
ADVERTISEMENT
Sergej Milinkovic-Savic merayakan gol di final Coppa Italia 2018/19. Foto: Vincenzo PINTO / AFP
Sementara, keberadaan Milinkovic-Savic pun dibutuhkan. Pada dasarnya, Inzaghi mengandalkan pemain-pemain lini tengahnya sebagai stabilisator. Lima belas menit awal babak kedua Lazio disibukkan dengan bangunan serangan Atalanta. Dalam kurun ini, mereka membuat dua upaya tembakan dengan satu di antaranya mengarah ke gawang.
Berangkat dari situ, masuk akal jika Inzaghi memasukkan Milinkovic-Savic. Pemain berkebangsaan Serbia ini lebih seimbang dalam pertahanan ketimbang Alberto. Yang dibutuhkan oleh Inzaghi adalah para gelandang sanggup meredam dan menciptakan peluang.
Keputusan Inzaghi terbukti jitu. Baru tiga menit menginjakkan kaki di lapangan, Milinkovic-Savic langsung mengonversi sentuhan pertamanya menjadi gol. Dia meneruskan bola sepak pojok dari Lucas Leiva dengan tandukan ke gawang Atalanta.
Ketinggalan satu angka merangsang Atalanta untuk meningkatkan intensitas serangan. Sayangnya, sistem ini justru menjadi bumerang yang membikin repot sendiri. Asyik menyerang, pertahanan mereka begitu lowong. Situasi ini lantas dimanfaatkan Correa yang menggunakan kecepatannya dalam serangan balik untuk kembali menggetarkan jala Atalanta.
ADVERTISEMENT
Leiva, Correa, Caicedo merayakan gol kedua ke gawang Atalanta. Foto: Isabella BONOTTO / AFP
Correa yang berperan sebagai second striker di laga ini tercatat sebagai pemain Lazio yang paling agresif dalam menyerang. Sepanjang laga, ia membukukan tiga upaya tembakan dengan dua di antaranya tepat sasaran dan satu berujung gol.
Pada akhirnya, Lazio juga yang memupuskan mimpi Atalanta yang sudah diperam sejak terakhir kali mencapai laga final 1995/96. Tak ada dongeng yang lahir di Bergamo. Kota Roma juga yang bersukaria.