Persija, Anak Tiri di Rumah Sendiri

4 Januari 2017 21:10 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Persija Jakarta (Foto: Twitter @Persija_Jkt)
zoom-in-whitePerbesar
Persija Jakarta (Foto: Twitter @Persija_Jkt)
“Persija..di dadaku..
Persija..kebanggaanku..
Ku yakin hari ini pasti menang..
ADVERTISEMENT
Kobarkan semangatmu..
Tunjukkan sportivitasmu..
Ku yakin hari ini pasti menang..”
Kemenangan. Satu kaya yang pernah sangat lekat dengan Persija Jakarta. Raihan trofi Liga Indonesia 2001 menjadi bukti sahih akan kedigdayaan tim asal Ibu Kota ini. Sederet nama beken pun silih-berganti mengenakan seragam oranye, mulai dari Luciano Leandro sampai kini Bambang Pamungkas.
Musim berganti musim, ketidakjelasan format Liga Indonesia berbanding lurus dengan tidak jelasnya prestasi “Macan Kemayoran”. Tak ada lagi trofi juara sejak saat itu. Yang lama bahkan sudah keropos termakan rayap.
Merosotnya performa Persija tercermin nyata ketika berlaga di Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016. Bukan liga resmi memang, tetapi cukup pantas dijadikan tolak ukur karena pesertanya hampir serupa dengan Indonesia Super League (ISL). Sesuai prediksi, Persija menjalani musim dengan tertatih dan harus puas mengakhiri musim di posisi ke-14.
ADVERTISEMENT
Dari 34 pertandingan, Persija hanya mengemas delapan kemenangan, 15 imbang dan 11 kali kalah. Lebuh buruknya, catatan kebobolan mereka hingga menyentuh angka 42, sementara hanya bisa memasukan bola sebanyak 25 kali.
Hasil buruk di ISC 2016 semakin memperpanjang keterpurukan Persija di bawah kepemimpinan Ferry Paulus-- selaku presiden klub. Ketika Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dibekukan FIFA, berbagai turnamen yang digelar juga lepas dari genggaman Persija. Piala Presiden, Piala Jenderal Sudirman dan Piala Bhayangkara tak mampu dijejakkan sampai ke partai final.
Segudang masalah yang mengintai Persija sejatinya tak lepas dari kebijakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada 2012 silam yang menerbitkan peraturan yang melarang Anggaran pembelanjaan Daerah (APBD) digunakan untuk membiayai klub sepak bola.
ADVERTISEMENT
Hal inilah yang melahirkan cerita yang tak pernah habis. Ketika setiap berakhirnya liga ataupun turnamen yang diikuti yang bersisa adalah keluhan para pemain yang belum dibayarkan gajinya oleh pihak manejemen. Hal tersebut yang terus menghantui para pemain ketika mereka membela Persija dan pada akhirnya membuat tim menjadi makin terpuruk dan gagal bersaing untuk merebut juara.
Pemain Persija merayakan gol ke gawang PS TNI. (Foto: PT GTS/ISC A)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Persija merayakan gol ke gawang PS TNI. (Foto: PT GTS/ISC A)
Tak didukung melimpahnya dana seperti musim-musim sebelumnya, Ferry memutar otak dengan banyak mengandalkan pemain-pemain muda. Hasilnya, nama-nama pemain muda sempat muncul seperti Ambrizal Umanailo, Rezaldi Hehanusa, Sutanto Tan, Ade Jantra dan Novri Setiawan. Akan tetapi, mereka tampaknya belum siap dijadikan tumpuan tim sebesar Persija.
Masa-masa kelam di ISC 2016 telah berlalu. Manajemen tim kini mengalihkan fokus mereka ke ISL 2017 yang rencananya digelar pada Maret mendatang. Persija pun tampak lebih serius dalam menyiapkan tim. Sebagai langkah awal, mereka langsung merekrut pelatih baru. Nama Stefano Cugurra Teco ditunjuk sebagai juru latih sebelum pergantian tahun lalu.
ADVERTISEMENT
"Kontraknya (Teco) satu musim. Tapi ada opsi diperpanjang jika target membawa Persija ke papan atas terpenuhi," sebut Media Officer Persija, Mosez Souza, kepada kumparan  perihal kerja sama dengan sang pelatih anyar.
Jika dirunut sejak 2000, pelatih berpaspor Brasil menjadi pelatih asing keenam yang menangani Persija di Liga Indonesia. Jumlah yang tak terlalu banyak memang, mengingat nama-nama itu juga tak ada yang mampu mempersembahkan gelar bagi tim kebanggaan Ibu Kota. Sejarah mencatat gelar terakhir yang diraih Persija pada musim 2001. Itu lahir dari tangan pelatih lokal, Sofyan Hadi.  
Faktor Non Teknis
Teco sendiri datang ke Jakarta setelah enam tahun berkarier sebagai pelatih di Thailand. Pernah menangani empat klub berbeda di “Negeri Gajah”, raihan yang didapat Teco tergolong biasa-biasa saja. Prestasi terbaiknya hanyalah mengantarkan Chiangrai United --klub pertama yang dilatihnya-- promosi dari Divisi 1 Thailand ke Thai Premier League.
Teco kini menjadi pelatih Persija. (Foto: Facebook/Osotspa Samut Prakan)
zoom-in-whitePerbesar
Teco kini menjadi pelatih Persija. (Foto: Facebook/Osotspa Samut Prakan)
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui pula, ini bukanlah pertama kali ia berkarier sebagai pelatih di Indonesia. Sebelumnya, musim 2004 hingga 2007 lalu, Teco merupakan pelatih fisik di klub Persebaya Surabaya. Ketika itu pada tahun 2004 bersama kompatriot asal Brasil yang menjadi pelatih kepala, Jacksen F Thiago, Bajul Ijo berhasil keluar sebagai kampiun Liga Indonesia.
Setelah urusan pelatih rampung, manajemen tim kini mengincar para pemain anyar. Hingga saat ini, belum muncul nama-nama pemain incaran tim. Hal itu dilakukan mereka secara sengaja mengingat perburuan pemain sedang dilakukan seluruh calon kontestan ISL 2017. Persija pun memilih melancarkan operasi senyap dalam mencari pemain.
Namun, bukan Persija namanya jika tak dihadapkan sederet masalah. Hampir setiap musim, faktor nonteknis menjadi lebih dominan daripada urusan teknis. Penyebabnya apalagi kalau bukan status sebagai tim musafir.
ADVERTISEMENT
Sejak dahulu kala, Persija sangat lekat dengan partai usiran. Mereka pun tak ubahnya anak tiri di rumah sendiri. Semenjak Stadion Lebak Bulus dirobohkan, Persija dipaksa menggunakan Stadion Utama Gelora Bung Karno. Apesnya, pihak kepolisian kerap tak mengeluarkan izin keramaian kepada Persija. Masalahnya beragam, dari mulai alasan politik hingga kelakukan The Jakmania yang tak tertib.
Menghadapi ISL 2017, Persija pun dihadapkan problem klasik tersebut. Alhasil, pekerjaan manajemen tim bertambah karena disibukan mencari opsi stadion. Stadion Patriot, Bekasi menjadi opsi pertama dengan pertimbangan jarak yang dekat dengan Ibu Kota. Sementara, opsi lainnya adalah Stadion Wibawa Mukti, Cikarang dan Stadion Manahan, Solo.
Ironisnya, masalah stadion bagi Persija kerap dijadikan alat politik. Angin segar muncul pertama kali dengan rencana membangun Stadion BMW di era Gubernur DKI Joko Widodo--tak terealisasi sampai menjadi presiden. Kini, saat masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017, lagi-lagi soal pembangunan stadion dijadikan pancingan bakal calon Gubernur DKI untuk menggaet suara dari Jakmania.
ADVERTISEMENT
Ya, di tengah kondisi atmosfer sepak bola Indonesia yang belum beranjak dari keterpurukan, mengelola dan mengurus sebuah klub sepak bola bukanlah barang mudah. Kerja keras harus menjadi modal utama untuk orang-orang yang terlibat aktif dalam jajaran manajemen. Mulai mempersiapkan tim, penunjuk pelatih, mencari sponsor sampai mengurus perijinan pertandingan harus dilakukan.
Suporter Persija, Jakmania, di Stadion GBK. (Foto: PT GTS/ISC A)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter Persija, Jakmania, di Stadion GBK. (Foto: PT GTS/ISC A)
Membesarkan hati para Jakmania yang sudah begitu setia mendukung dan mendampingi Macan Kemayoran bertanding di manapun menjadi salah satu dasar utama pihak manajemen dalam mempersiapkan musim yang akan datang adalah dengan selalu menjanjikan akan mendatangkan pemain dan pelatih yang berkualitas.
Untuk menghadapi musim yang akan datang, selain terjadinya perubahan dari pihak manajemen di musim depan, Jakmania pun dituntut agar tidak lagi terlibat kericuhan di dalam stadion. Apalagi setelah ISC ini berakhir, Persija Jakarta menjadi tim yang paling sering dan paling besar mendapat denda dari penyelenggara turnamen.
ADVERTISEMENT
Persija tentu bukan hanya manajemen, pelatih dan juga pemain. Akan tetapi, Persija Jakarta juga ada Jakmania di dalamnya.Kerja keras bersama dan kesadaran akan kesulitannya manajemen dalam meraih pundi-pundi uang kiranya dapat menjadi motivasi yang kuat antara manajemen dan Jakmania dalam menciptakan kondisi tubuh Persija yang sehat.