Pogba Berdansa, Pogba Dicerca

3 Januari 2019 20:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paul Pogba, pemain Manchester United. (Foto: Reuters/Jason Cairnduff)
zoom-in-whitePerbesar
Paul Pogba, pemain Manchester United. (Foto: Reuters/Jason Cairnduff)
ADVERTISEMENT
Paul Pogba seakan tak pernah berhenti berjoget setelah kepergian Jose Mourinho. Pertama Huddersfield Town, kemudian Bournemouth yang jadi saksi pementasannya. Namun, pemain berdarah Guinea tersebut punya banyak alasan untuk melakukannya. Manchester United kini lebih sering menang, dia juga lebih produktif dalam mencetak gol, dan --yang pasti--, Pogba merasa lebih bahagia sekarang.
ADVERTISEMENT
Namun, tak semuanya turut berbahagia akan hal itu, Claude Makelele salah satunya. Pria yang pernah memperkuat Chelsea itu menganggap bahwa selebrasi dansa yang ditunjukkan Pogba itu dianggap merendahkan lawan. Makelele kemudian membandingkan Pogba dengan Thierry Henry yang tak banyak gaya saat mencetak gol.
Pogba merayakan gol ke gawang Huddersfield. (Foto: Reuters/David Klein)
zoom-in-whitePerbesar
Pogba merayakan gol ke gawang Huddersfield. (Foto: Reuters/David Klein)
"Ketika dia (Henry) mencetak gol sebelumnya, semua orang seperti, 'Sialan, meski sudah mencetak banyak gol, dia tidak pernah bahagia'," kata Henry di acara Astro SuperSport's Sunday Night Live
"Suatu hari saya memberi tahu Thierry, 'Kenapa melakukan perayaan gol seperti itu?'. Dia berkata, 'Begitulah cara saya merayakan gol. Saya tahu orang-orang tidak suka ini, tetapi saya seperti ini. Saya tidak bisa mengubah ini."
Makelele juga menegaskan bahwa perayaan gol sebaiknya dilakukan sewajarnya saja, khususnya saat tim lawan yang dibobol sudah dalam keadaan yang jauh tertinggal.
ADVERTISEMENT
"Itu membuat frustrasi. Aku ingin bertemu langsung dengan Pogba. Aku ingin memberitahunya, 'Dengar, lakukan ini di ruang ganti, jangan sekarang. Ini membuat frustrasi --kamu menang 4-0, lalu kamu menari di depanku."
Bukan cuma Makelele saja yang mengkritisi aksi Pogba, Dean Saunders juga ikut angkat suara. Mantan pemain Liverpool dan Aston Villa itu menegaskan bahwa tindakan Pogba tidak mencerminkan perilaku seorang pemain papan atas.
"Saya bukan orang yang suka merusak suasana, tapi dia salah mengartikannya (perayaan gol). Pemain top tidak melakukan itu. Pemain top tidak pamer. Apakah dia memberikan segalanya di bawah Mourinho? Apakah dia telah memberikan segalanya untuk Manchester United? Bagi saya, jawabannya adalah tidak,” kata Saunders kepada Sports Breakfast.
ADVERTISEMENT
Paul Pogba tidak seburuk itu, kok. (Foto: Reuters/Michael Dalder)
zoom-in-whitePerbesar
Paul Pogba tidak seburuk itu, kok. (Foto: Reuters/Michael Dalder)
Perkataan Saunders mungkin ada benarnya. Banyak pemain top yang tidak banyak gaya dalam melakukan perayaan gol dan itu tetap tak merusak esensi yang mereka miliki.
Pogba saja belum layak dilabeli sebagai bintang Premier League. United belum dibawanya ke mana-mana--selain menjuarai titel Liga Europa dan Piala Liga pada 2016/17 lalu. Begitu pula dengan titel individunya yang masih nihil di tanah Inggris.
Bandingkan dengan bintang Premier League lainnya macam Sergio Aguero, Mohamed Salah, atau Harry Kane yang nggak neko-neko dalam melakukan selebrasi usai menjebol gawang lawan. Bahkan, Lionel Messi sekalipun tak tampak berlebihan dalam merayakan prosesi pasca-gol.
Nah, yang jadi pertanyaan lainnya, apakah merayakan gol cuma hak pemain top saja?
ADVERTISEMENT
Jika itu benar, maka Peter Crouch and Daniel Sturridge lebih dulu diadili akan hal ini. Dibanding Pogba, keduanya lebih dulu berjoget di atas penderitaan lawan. Crouch dengan The Robot dan Sturridge yang kental akan goyangan tangan khasnya.
Dibanding Pogba, raihan keduanya jauh tak ada apa-apanya. Oke, Sturridge memang pernah menggondol titel Premier League bersama Chelsea di edisi 2009/10. Namun, kontribusinya tak lebih dari penghangat bangku cadangan. Cuma sebiji gol yang dibuatnya sepanjang gelaran liga waktu itu.
Crouch lebih absurd lagi karena cuma mencicipi titel Piala FA dan Community saja sepanjang kariernya. Bandingkan dengan Pogba yang sudah mengemas delapan titel bersama Juventus, termasuk empat Scudetto. Itu belum dihitung dengan keberhasilannya merengkuh trofi Piala Dunia 2018 lalu.
ADVERTISEMENT
Peter Crouch masuk Guinness Book of Record. (Foto: Reuters/Craig Brough)
zoom-in-whitePerbesar
Peter Crouch masuk Guinness Book of Record. (Foto: Reuters/Craig Brough)
Perayaan gol tak bisa dijauhkan dari emosi, mengenai hasrat yang tak terbendung setelahnya. Bukan cuma tentang meluapkan kebahagiaan dan ejekan kepada tim lawan, tetapi juga mencakup aksi protes hingga bentuk apresiasi.
Robbie Fowler pernah memperagakan aksi 'hirup kokain' setelah menjebol gawang Everton 1999 silam. Itu bentuk dari aksi protes setelah para pendukung The Toffees menganggap Fowler sebagai seorang 'pemakai'.
Justin Kluivert juga pernah membentangkan jersi Abdelhak Nouri saat mencetak gol debutnya di Liga Champions. Ya, Nouri merupakan mantan rekan setimnya yang pensiun dini karena menderita kerusakan otak permanen dan aritmia jantung.
Mengerucut ke aksi joget. Bebeto pernah mengayunkan kedua tangannya saat menjebol gawang Belanda di Piala Dunia 1994. Alasannya simpel: Untuk merayakan kelahiran anak pertmanya, Mattheus Oliveira.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, memang tak semuanya seleberasi bermuatan positif. Ada pemain yang benar-benar berniat untuk mengejek lawan setelah menjebol gawang mereka. Emmanuel Adebayor, misalnya, dengan onggokan dendamnya dia berlari dan melakukan perayaan ke arah tribune pendukung Arsenal saat mencetak gol 2009 lalu.
Perayaan gol tak selalu bermakna sama, seperti komunikasi non-verbal yang multitafsir. Di sini subjektivisme dan tendensi juga turut membentuk pesan itu sendiri. Bisa positif, bisa pula negatif.
Pogba, kita tahu, selalu mendapatkan komentar miring di tiap jengkal tindakannya. Pun demikian dari penampilannya, gaya rambut, termasuk juga performanya di lapangan hijau. Bukan kultur yang aneh, sebab media di Inggris kerap mendramatisir berita para pesepak bola. Hal yang kemudian memengaruhi pola pikir khalayak.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi, tentang perayaan gol Pogba bahwa itu sebuah ejekan kepada lawan atau bukan adalah tentang perkara subjektivisme. Boleh percaya, boleh tidak.