Rahasia Nama-nama Keren Klub J-League

3 Agustus 2020 18:13 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sanfrecce Hiroshima ketika menjadi juara J-League 2012. Foto: AFP/Jiji Press
zoom-in-whitePerbesar
Sanfrecce Hiroshima ketika menjadi juara J-League 2012. Foto: AFP/Jiji Press
ADVERTISEMENT
Nama-nama klub di J-League agak terdengar berbeda dengan nama-nama klub besar di dunia yang berdasar pada nama kota.
ADVERTISEMENT
Ternyata nama-nama itu punya sejarah sendiri. Misalnya 'Consadole', 'Albirex', 'Bellmare'. 'Grampus', 'Ventforet', dan 'S-Pulse', mustahil untuk tidak bertanya-tanya dari mana datangnya nama-nama tersebut.
Jawaban dari pertanyaan itu sebenarnya sederhana. Akan tetapi, jawaban sederhana tersebut harus dijelaskan panjang lebar. Inilah yang akan kami lakukan sebelum menerangkan lebih lanjut apa sesungguhnya arti nama-nama tadi.
Kemunculan nama-nama keren di sepak bola Jepang itu tak bisa dilepaskan dari kelahiran J-League sendiri. Kompetisi itu resmi dibentuk pada 1991 dan dua tahun kemudian digelar untuk pertama kalinya.
Laga pertama J-League tanggal 15 Mei 1993 mempertemukan dua klub kuat era Japan Soccer League (JSL), Verdy Kawasaki dan Yokohama Marinos. Well, itu nama J-League mereka. Sebelumnya, ketika masih berlaga di JSL yang merupakan kompetisi semi-profesional, Verdy Kawasaki bernama Yomiuri FC dan Yokohama Marinos bernama Nissan Motors FC.
Para pemain klub J-League, Yokohama F Marinos, merayakan gol yang mereka cetak. Foto: Jiji Press/AFP
Baik Yomiuri maupun Nissan Motors adalah nama perusahaan. Yomiuri adalah perusahaan media, sementara Nissan Motors bergerak di bidang otomotif. Pada era JSL, semua klub yang berlaga memang merupakan perwakilan perusahaan-perusahaan di Jepang, sama seperti Galatama di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di Jepang, begitulah cara sepak bola dijalankan dulunya. Para atlet direkrut oleh perusahaan dan diangkat sebagai karyawan. Akan tetapi, beban kerja mereka tidaklah seperti karyawan-karyawan lainnya. Para atlet ini diberi beban kerja lebih ringan supaya bisa berlatih pada sore dan malam harinya.
Ide menggelar kompetisi semi-profesional itu mulai mengapung pada dekade 1960-an dan akhirnya menjadi kenyataan berkat bantuan pelatih tim nasional, Otto Cramer, yang berasal dari Jerman. Pada 1965, JSL resmi dibentuk.
Jepang memang sedikit terlambat dalam peralihan menuju era sepak bola profesional. Padahal, sepak bola sendiri sudah datang ke negara tersebut pada 1873 ketika pelaut-pelaut Inggris berlabuh di sana. Selain itu pada 1888 laga sepak bola pertama telah dimainkan di sana dan pada 1921 Emperor's Cup mulai dihelat.
ADVERTISEMENT
Namun, selama itu sepak bola kebanyakan cuma dimainkan di sekolah-sekolah. Belakangan, perusahaan pun akhirnya ikut terjun ke sana. Ketika perekonomian Jepang mulai pulih pasca-Perang Dunia II, perusahaan-perusahaan itu pun akhirnya berinisiatif membentuk JSL tadi.
Saburo Kawabuchi, mantan bos J-League dan JFA, turut terlibat dalam bidding Olimpiade Tokyo 2020. Foto: AFP/Fabrice Coffrini
Pembentukan JSL nyatanya berpengaruh positif pada perkembangan sepak bola Jepang. Terbukti, pada 1968, mereka sukses merebut medali perunggu Olimpiade ketika Meksiko menjadi tuan rumah. Akan tetapi, memasuki dekade 1980-an, itu semua dirasa tak cukup.
Secara kualitas, Timnas Jepang makin tertinggal dari negara-negara Asia lain. Selain itu, minat penonton pun kian rendah. Sepak bola benar-benar tak mampu bersaing dengan bisbol dan sumo yang memang sudah populer sejak lama. Asosiasi Sepak Bola Jepang (JFA) kemudian memutuskan untuk membentuk kompetisi profesional.
ADVERTISEMENT
Saburo Kawabuchi adalah sosok paling berjasa dalam upaya pembentukan J-League sehingga pada 1991 dia ditunjuk menjadi direktur dari kompetisi tersebut. Antara 1991 dan 1993 inilah masa krusial bagi J-League untuk menentukan seperti apa kompetisi bakal dijalankan.
Para pemain Jepang merayakan kemenangan. Foto: REUTERS/Thaier Al-Sudani
Salah satu yang dipikirkan J-League adalah bagaimana memberi distingsi yang jelas antara sepak bola dan bisbol. Pada titik itu, baik tim sepak bola maupun bisbol sama-sama membawa nama perusahaan. Sampai sekarang, tim-tim Nippon Professional Baseball (NPB) pun masih membawa nama perusahaan.
Nah, pembentukan identitas itu dilakukan antara 1991 dan 1993 tadi. J-League ingin klub-klub pesertanya punya ciri khas. Untuk mencari ciri khas tersebut, mereka lantas menggandeng agensi iklan ternama, Dentsu Advertising.
ADVERTISEMENT
Dentsu Advertising sendiri sudah kaya pengalaman di sepak bola sebelumnya. Sejak medio 1980-an mereka sudah acapkali mengorganisir turnamen-turnamen sepak bola, termasuk Piala Kirin. Dentsu Advertising-lah yang kemudian memunculkan ide penamaan klub J-League. Mereka pula yang mendesain logo-logo tim peserta.
Nama perusahaan dihilangkan. Sebagai gantinya, klub-klub Jepang itu diberi nama yang mengandung identitas kota, daerah asal, atau asal sejarah mereka. Tapi, nama yang diberikan tidak asal-asalan. Ada unsur-unsur asing yang dimasukkan dan dicampuradukkan sehingga akhirnya muncul nama-nama seperti 'Verdy' dan 'Marinos' tadi.
'Verdy' berasal dari kata 'Verde' yang dalam bahasa Portugis berarti 'hijau'. Nama ini dipilih karena klub ini memang mengenakan seragam hijau di lapangan. Kemudian, 'Marinos' dalam bahasa Spanyol berarti 'pelaut'. Nama ini dipilih karena Yokohama merupakan kota pelabuhan.
ADVERTISEMENT
Cara klub-klub J-League menamai diri mereka ini mirip dengan bagaimana tim-tim olahraga Amerika Serikat menamai dirinya. Nama 'Patriots', misalnya, lahir dari identitas sejarah wilayah New England.
Timnas Jepang rayakan gol. Foto: REUTERS/Max Rossi
New England sendiri merupakan wilayah di timur laut Amerika Serikat yang berisikan enam negara bagian (Massachusetts, New Hampshire, Maine, Vermont, Rhode Island, dan Connecticut). Dulunya, wilayah ini merupakan basis perlawanan tentara Patriot menghadapi pasukan kolonial Inggris.
Praktik inilah yang digunakan di J-League. Kashima Antlers, misalnya. Dalam bahasa Jepang, 'Kashima' berarti 'Pulau Rusa'. Sementara, 'Antlers' dalam bahasa Inggris artinya 'Tanduk Rusa'. Namun, tak semua nama dipilih semudah itu.
Sekarang kita beralih ke Albirex Niigata. 'Albirex' sendiri merupakan gabungan dua kata, 'Albireo' dan 'Rex'. Albireo merupakan tata surya yang menjadi bagian dari konstelasi bintang Cygnus. 'Rex', sementara itu, dalam bahasa Latin berarti 'Raja'.
ADVERTISEMENT
Nama itu dipilih karena di Niigata ada Danau Hyogo yang menjadi habitat banyak angsa. Cygnus adalah bahasa Latin dari angsa. Jadi, meski terdengar asing, sesungguhnya nama-nama klub Jepang ini justru sangat lokal, tidak seperti Tangerang Wolves.
Ada banyak referensi selain hewan dalam penamaan klub. Sebelumnya sudah disebutkan bahwa 'Marinos' dipilih karena Yokohama merupakan kota pelabuhan. Klub lain yang memilih nama bertema laut adalah Shonan Bellmare.
Bellmare adalah gabungan dua kata berbahasa Italia, 'Belle' dan 'Mare'. Jika digabung artinya 'lautan yang indah'. Shonan sendiri merupakan area pesisir dari kota Hiratsuka. Sebelum menggunakan nama Shonan Bellmare, mereka tampil dengan nama Bellmare Hiratsuka.
Oh, ya... Sebelum beranjak ke bahasa dan referensi lain, ada baiknya kita telisik dahulu mengapa Yokohama Marinos kini bernama Yokohama F-Marinos. Huruf 'F' itu tidak datang dengan sendirinya, melainkan hasil dari merger dua klub pada 1998.
ADVERTISEMENT
Huruf 'F' itu berasal dari kata 'Fluegels' yang dalam bahasa Jerman berarti 'Sayap'. Nama ini merupakan milik klub Yokohama Fluegels yang beroperasi dari 1993 sampai 1998. Klub ini sebelumnya dimiliki maskapai penerbangan All Nippon Airways.
Pada 1998 All Nippon Airways memutuskan menarik diri dari klub dan merger dengan Yokohama Marinos pun terjadi. Merger ini sendiri tak mendapat restu dari semua pihak. Anasir-anasir yang tak puas itu lantas mendirikan Yokohama FC.
Bicara soal All Nippon Airways, berarti kita bicara soal perusahaan lagi. Urawa Red Diamonds adalah klub yang identitas perusahaannya masih tampak meski sudah saru. Red Diamonds merujuk pada berlian merah di logo Mitsubishi yang hingga kini masih jadi pemilik klub.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, ada nama klub yang berasal dari simbol kota. Nagoya Grampus adalah contoh klub yang menamai dirinya dengan cara demikian. 'Grampus' merupakan nama Latin dari lumba-lumba Risso yang patungnya terdapat di puncak Kastil Nagoya.
Kemudian, ada pula yang menamai klubnya dengan referensi sejarah seperti Sanfrecce Hiroshima. 'Sanfrecce' merupakan gabungan kata dari bahasa Jepang, 'San' yang berarti tiga, dan kata dari bahasa Italia, 'Frecce' yang artinya 'Anak Panah'. Tiga anak panah itu adalah simbol pengorbanan pahlawan masa lampau.
Pemain Yokohama Marinos, Alberto Acosta (kiri), berusaha menjauhkan bola dari terjangan pemain Gamba Osaka, Noritada Saneyoshi. Foto: AFP/Kazuhiro Nogi
Ventforet Kofu juga menggunakan apa yang Sanfrecce gunakan. 'Ventforet' adalah gabungan kata bahasa Prancis 'Vent' dan 'Foret'. 'Vent' berarti 'Angin', 'Foret' berarti 'Hutan'. Nama ini lahir dari bendera perang seorang daimyo (adipati) bernama Takeda Shingen.
ADVERTISEMENT
Lalu, ada pula penghargaan untuk warga kota dan suporter dari klub itu sendiri. Consadole Sapporo adalah klub yang memberi penghormatan kepada warga kotanya, sementara Shimizu S-Pulse memberikannya untuk para suporter.
Nama 'Consadole' ini, seperti 'Sanfrecce', juga perpaduan dari bahasa Jepang dan asing. 'Consadole' berasal dari 'Consado' dan 'Ole'. 'Consado' sendiri merupakan permainan kata 'Donsako' yang berarti warga kota Sapporo. 'Ole', sementara itu, dari bahasa Spanyol yang berarti 'Ayo'.
Terakhir, ada 'S-Pulse' yang menggabungkan semua unsur 'S' di namanya. Shimizu S-Pulse berasal dari kota Shimizu yang berada di prefektur Shizuoka. Dua 'S' itu, digabung dengan 'Soccer' dan 'Supporters' membentuk satu kesatuan yang selalu menghasilkan denyut alias 'Pulse'. Jadilah Shimizu S-Pulse.
ADVERTISEMENT
Nah, sebenarnya, masih banyak lagi nama-nama klub Jepang yang bisa dijelaskan. Akan tetapi, secara garis besarnya sama. Think globally, act locally. Itulah yang dilakukan klub-klub J-League tadi. Dengan citra yang mereka bentuk itu, J-League kini menjadi salah satu kompetisi terbaik Asia, kalau bukan yang terbaik.
Tentunya, penamaan itu bukan satu-satunya cara mereka untuk berkembang. Merekrut pemain asing berkualitas, mendidik pemain dengan benar, semuanya mereka lakukan. Jadi, jangan heran kalau di usianya yang belum genap tiga dekade J-League sudah menjadi panutan bagi banyak kompetisi di Benua Kuning.
Perebutan medali emas sepak bola, Korea Selatan vs Jepang. Foto: REUTERS/Athit Perawongmetha
***
Saksikan video menarik di bawah ini.