Rekam Jejak Manuver Ratu Tisha Selama Menjabat Sekjen PSSI

14 April 2020 15:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen PSSI, Ratu Tisha. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen PSSI, Ratu Tisha. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Empati berdatangan beberapa jam usai Ratu Tisha Destria meninggalkan jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI. Beberapa insan sepak bola nasional beramai-ramai menuturkan rasa terima kasih atas pencapaian Tisha selama dua setengah tahun di federasi.
Paling nyata tentu mengacu pada terpilihnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-2021 mendatang. Keputusan itu ditentukan pada 24 Oktober tahun lalu, usai pertemuan Dewan FIFA dengan para anggota federasi sepak dunia di Shanghai, China. Presiden FIFA, Gianni Infantino, akhirnya mengumumkan Indonesia sebagai negara tuan rumah.
Tisha, bersama anggotanya di Kesekretariatan Jenderal PSSI bisa dibilang dalang di balik terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Menyelesaikan 205 dokumen sebagai syarat bidding yang mesti disetor kepada FIFA, Indonesia sukses meyakinkan FIFA dengan sejumlah program yang dibawakan sewaktu presentasi.
Tisha sendiri yang melakukan presentasi tersebut. Beberapa program yang dipaparkannya membuat FIFA akhirnya menyetujuinya.
Di lain sisi, terpilihnya Indonesia sebetulnya tak lepas dari mundurnya Brasil sehari sebelum FIFA menentukan siapa yang akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Praktis tinggal Peru yang jadi pesaing Indonesia.
Sejak resmi menjabat sebagai Sekjen PSSI per 17 Juli 2017 silam, Tisha sudah mematok untuk sampai ke titik ini.
Sebagai Sekjen PSSI, salah satu tugas Tisha mesti menyelaraskan aspek kompetisi. Setidaknya ada 12 program yang dirancang untuk kemudian dijalankan oleh federasi.
Beberapa di antaranya yakni menggelar kursus kepelatihan dan perwasitan di berbagai provinsi. Kemudian, memutar rantai kompetisi usia muda di level elite hingga amatir.
Ketiga, membangun kerja sama dengan federasi kelas dunia, mengibarkan kembali sepak bola putri, dan puncaknya adalah terpilihnya Indonesia sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U-20.
Program demi program sudah dijalankan. Salah satunya soal kursus kepelatihan. Pada awal tahun ini sebanyak 22 pelatih mengikuti kursus kepelatihan AFC Pro. Berita baiknya, kursus ini dijalankan di Indonesia.
Sekjen PSSI, Ratu Tisha. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
AFC secara resmi sudah memberikan mandat kepada PSSI untuk menyelenggarakan di Indonesia. Hal ini tak lepas dari rutinnya, para pelatih Tanah Air ikut andil mengambil kurus kepelatihan sejak 2017 silam.
Tak sampai di situ, AFC juga memberikan sertifikat untuk PSSI menyelenggarakan kursus turunannya. Mengambil kursus kepelatihan Lisensi AFC A dan B sudah bisa diselenggarakan di Indonesia.
Menyoal kurus wasit, sejak akhir 2017 PSSI sudah menggalakkan pengembangan skill wasit. Lewat Pelatihan Wasit Premier Skills yang menggandeng instruktur wasit AFC dan FIFA dari Jepang hingga Jerman, program tersebut rutin digelar setiap tahunnya.
Terkait penyelenggaraan kompetisi usia muda, 2018 jadi tonggak awal bagi PSSI. Dimulai dari Liga 1 U-19, tahun berikutnya berkembang menjadi tiga turnamen mulai dari Elite Pro Academy U-16, U-18, serta U-20.
Persija Jakarta U-16 di Kompetisi Elite Pro Academy U-16. Foto: Dok. PSSI
Masih pada tahun 2019, Tisha juga sukses menggulirkan kompetisi sepak bola wanita via Liga 1 Putri. Sebelumnya, tak ada wadah bagi para pemain sepak bola putri untuk unjuk gigi di kompetisi elite. Mereka hanya ikut di turnamen semacam Srikandi Cup dan Bengawan Solo Cup.
Hasil dari bergulirnya kompetisi usia muda berdampak baik. Para pemain Timnas U-16 dan U-19 Indonesia lahir dari produk kompetisi Elite Pro Academy. Selain itu yang cukup membanggakan adalah terbentuknya Timnas Sepak Bola Putri Indonesia.
Timnas Wanita Indonesia Foto: Alan Kusuma/kumparan
Sebelumnya, PSSI mesti susah payah menyeleksi pemain sepak bola wanita via dua turnamen karena memang tak memiliki wadah yang paten. Sejak tahun lalu, pelatih Timnas Putri sudah bisa merekrut pemain dari kompetisi.
Program kompetisi lainnya adalah Garuda Select. Sudah sejak 2018 lalu, PSSI mengikat kerja sama dengan Inggris untuk mengirim bakat-bakat pemain usia 16 hingga 18 tahun untuk menerpa diri di luar negeri. Ini sekaligus mengakhiri paceklik setelah program terakhir PSSI melalui SAD (Sociedad Anonima Deportiva) pada 2009.
Bicara membangun kerja sama dengan sepak dunia, Tisha juga sukses masuk dalam pejabat teras Asosiasi Sepak Bola Asia Tenggara alias AFF. Pada 22 Juni 2019, AFF resmi mengangkat sosok 33 tahun itu menjadi Wakil Presiden.
Tak hanya di kawasan Asia Tenggara, Tisha juga mengembangkan sayapnya menjadi salah satu bagian di Konfederasi Sepak Bola Asia atau AFC. Di sana, Tisha menjabat sebagai anggota Komite Kompetisi.
Terobosan lain yang sebetulnya masih akan dilakukan oleh Tisha adalah penggunaan Video Assistant Referee alias VAR di Liga 1. Sejak awal tahun ini PSSI sudah menggaet IFAB untuk mengimplementasikan VAR di Indonesia.
Adapun, persiapan VAR akan dimulai dari pelatihan SDM (termasuk wasit), penerapan teknologi, survei stadion, hingga time plan menuju 2021.
Terkait implementasinya, ada enam tahapan besar yang mesti dijalani, yaitu perencanaan, persiapan, offline, line (non competition), persetujuan, dan live competition.
Walau begitu, butuh waktu sekitar 9 hingga 12 bulan agar penggunaan VAR bisa disetujui. Di masa itu, ada lima tahapan lain yang juga mesti dijalani oleh PSSI dan pihak terkait.
Tahap 1: Initial consideration yang saat ini sedang terjadi antara IFAB dan PSSI (1,5 - 3 bulan). Tahap 2: VAR agreement (1 - 2 bulan), Tahap 3: Preparation and training (6 bulan), Tahap 4: Approval (1 bulan). Tahap 5: Monitoring.
Sayangnya, untuk program yang disebut terakhir tak akan lagi dilanjutkan oleh Tisha. Per 13 April 2020 lalu, Tisha sudah resmi meninggalkan jabatannya sebagai Sekjen PSSI.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!