CVR, Steaua Bucuresti 1986

Soal Rekor Tak Terkalahkan, Jauh di Atas Arsenal Ada Steaua Bucuresti

2 Maret 2020 18:18 WIB
comment
130
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Arsenal merayakan keberhasilan menjadi juara Premier League 2003/04. Foto: AFP/Odd Andersen
zoom-in-whitePerbesar
Arsenal merayakan keberhasilan menjadi juara Premier League 2003/04. Foto: AFP/Odd Andersen
ADVERTISEMENT
Cukup dengan "Phew..." dan semua orang sudah mengerti apa yang mereka maksud.
ADVERTISEMENT
Rasanya tidak ada yang lebih girang ketimbang Arsenal dan para suporternya ketika peluit panjang ditiupkan wasit Michael Oliver di Vicarage Road, Sabtu (29/1/2020) malam WIB lalu.
Watford 3, Liverpool 0, dan rekor tak terkalahkan dalam 49 pertandingan milik Arsenal pun terjaga. Dua gol dari Ismaila Sarr, ditambah satu dari Troy Deeney, membuat catatan tak terkalahkan 'Si Merah' berhenti di angka 44.
"Phew...," begitulah bunyi cuitan akun Twitter resmi Arsenal sesaat setelah pertandingan Premier League pekan ke-26 itu selesai digelar.
Tentu kekalahan dari Watford itu tidak lantas membuat Liverpool bisa batal juara. Saat ini, keunggulan poin mereka atas Manchester City masih 22 angka. Cuma keajaiban atau hal-hal luar biasa lain seperti virus corona yang bisa membuat pasukan Juergen Klopp urung mengangkat trofi.
ADVERTISEMENT
Namun, melihat Liverpool akhirnya tersandung, harus diakui, memunculkan rasa puas tersendiri, khususnya bagi para pendukung Arsenal. Sebab, sebelum ini, melihat rekor tak terkalahkan yang dicatatkan dari Mei 2003 sampai Oktober 2004 ini terasa muskil.
Ada alasan mengapa rekor tak terkalahkan Arsenal itu jadi begitu spesial. Pertama, tentunya, karena mencatatkan rekor demikian tidaklah mudah. Kedua, karena The Gunners membukukan catatan emas itu dengan sepak bola yang benar-benar memanjakan mata.
Pakem yang digunakan Arsene Wenger saat itu sederhana saja, yaitu 4-4-2. Akan tetapi, kesederhanaan itu kemudian menjadi sesuatu yang amat mengerikan. Semua pemain di dalam skuat punya peran spesifik yang, ketika disatukan, menjadi unit tak terhentikan.
The Invincibles, begitu mereka dijuluki. Tak terkalahkan di 49 pertandingan Premier League, Arsenal kemudian merajai kompetisi tersebut pada musim 2003/04. Itulah terakhir kali trofi Premier League masuk ke kabinet milik Arsenal.
ADVERTISEMENT
Kedigdayaan Arsenal di awal 2000-an itu kemudian menjadi sebuah mitos. Levelnya bukan lagi sekadar keberhasilan fantastis dalam kompetisi olahraga, melainkan sebuah kisah monumental yang sangat pantas untuk diceriterakan ke anak cucu kelak.
Kendati begitu, prestasi Arsenal itu, setidaknya secara angka, belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan capaian klub Rumania, Steaua Bucuresti pada pertengahan hingga akhir 1980-an.
Dari 1985 sampai 1989, Steaua Bucuresti mencatatkan rekor tak terkalahkan yang rasanya tidak akan pernah bisa terulang sampai kapan pun, oleh siapa pun. Dalam kurun tersebut, klub milik tentara Rumania itu mencatatkan rekor 119 laga domestik tak terkalahkan.
Jika rekor 49 laga nirkekalahan Arsenal 'cuma' dicatatkan di ajang liga, rangkaian yang dijalani Steaua itu terjadi di Liga serta Piala Rumania. Rinciannya, mereka tak terkalahkan dalam 104 laga liga serta 15 laga piala.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hitung-hitungan Richard Foster yang termaktub dalam artikelnya di The Guardian, dari 104 laga itu, 102 di antaranya dijalani dari musim 1986/87 sampai 1988/89 secara penuh. Jika dirinci, dari 102 pertandingan itu, Steaua menang 86 kali dan bermain imbang 16 kali.
Dalam kurun waktu tersebut, Steaua mencetak 322 gol dengan rata-rata 3 gol per pertandingan dan hanya kebobolan 63 kali. Catatan paling impresif terjadi di musim 1988/89, ketika mereka menang 31 kali dari 34 laga, mencetak 121 gol, dan cuma kemasukan 28 kali.
Kesuksesan fenomenal Steaua itu diarsiteki oleh pelatih bernama Emerich Jenei. Namun, untuk bisa mendapatkan prestasi demikian, Jenei butuh tiga percobaan. Selain itu, dia tidak ikut mengawal Steaua di rentetan tak terkalahkannya tersebut.
ADVERTISEMENT
Jenei pertama kali ditunjuk menjadi pelatih Steaua pada 1975 ketika dia dipromosikan dari jabatan asisten pelatih. Tiga tahun kemudian dia dipecat sebelum ditunjuk lagi pada 1983. Dipecat lagi di akhir musim 1983/84, Jenei kembali mendapat pekerjaan di Steaua empat bulan kemudian.
Third time's a charm, kata orang, dan itulah yang terjadi pada Jenei. Pada percobaan ketiganya, dia berhasil menyusun sebuah tim solid yang rupanya cukup kuat untuk menaklukkan Eropa.
Steaua Bucuresti 1986. Foto: FIFA
Steaua sebenarnya diuntungkan dengan status mereka pada periode tersebut. Kala itu Rumania masih berada dalam kungkungan diktator kejam Nicolae Ceausescu. Sebagai tim milik tentara, Steaua mendapat sumber daya yang cukup untuk merekrut pemain-pemain terbaik.
Berbekal nama-nama legendaris mulai dari Victor Piturca, Miodrag Belodedici, Laszlo Boloni, sampai Helmuth Duckadam, Jenei berhasil membawa Steaua juara Liga Rumania musim 1984/85. Mereka pun kemudian berhak berlaga di European Cup musim berikutnya.
ADVERTISEMENT
European Cup 1985/86 kemudian menjadi ajang yang membuat nama Steaua dan Jenei abadi. Pada musim tersebut, mereka berhasil menjadi juara setelah mengalahkan Barcelona dalam laga final di Estadio Ramon Sanchez Pizjuan, Sevilla.
Steaua berlaga sebagai underdog di final itu. Mereka adalah tim Rumania pertama yang berlaga di partai puncak sebuah kompetisi akbar. Selain itu, fakta bahwa laga digelar di Spanyol, yang membuat akses untuk suporter Barcelona jadi lebih terbuka, ditambah absennya kapten Tudorel Stoica, juga tak membantu.
Baik Jenei maupun pelatih Barcelona, Terry Venables, sama-sama menggunakan pakem dasar 4-4-2 pada laga tersebut. Namun, apa yang tampak di lapangan begitu berbeda. Barcelona yang lebih diunggulkan begitu dominan dan agresif.
Namun, dominasi dan agresivitas itu tak berarti apa-apa karena Steaua mampu menunjukkan disiplin permainan yang tiada duanya. Serangan demi serangan Barcelona mentah di kaki bek serta tangan kiper Steaua.
Steaua Bucuresti menjuarai European Cup 1986. Foto: UEFA
Kecerdasan Jenei tak sampai di situ. Pada momen ketika para pemain Steaua mulai goyah, dia memeritahkan asistennya, Anghel Iordanescu, untuk masuk ke lapangan.
ADVERTISEMENT
Dua tahun sebelum itu Iordanescu sebenarnya sudah pensiun sebagai pemain bersama klub Yunani, OFI Crete. Namun, jelang laga final itu namanya didaftarkan sebagai pemain. Iordanescu pun bisa bermain dan dia sukses menjadi pembeda.
Di usia 36 tahun, Iordanescu belum kehilangan sentuhan sebagai pemain. Dia bisa membuat para pemain Steaua tenang kembali. Di saat bersamaan, rasa frustrasi membuat pemain-pemain Barcelona kehilangan kendali.
Bernd Schuster, bintang Barcelona saat itu, bahkan marah besar karena diganti di tengah laga. Pemain berjuluk 'Malaikat Berambut Pirang' itu kabarnya meninggalkan stadion sebelum pertandingan selesai dan dibekukan dari skuat pada musim berikutnya.
Upaya Steaua itu berhasil. Mereka bisa menahan imbang Barcelona tanpa gol sampai 120 menit lamanya. Adu penalti pun digelar untuk menentukan pemenang.
ADVERTISEMENT
Di babak ini, sang kiper, Duckadam, menjelma menjadi pahlawan yang sampai sekarang masih begitu dipuja publik Rumania. Dia berhasil menahan semua tendangan penalti pemain Barcelona. Ini membuat Blaugrana jadi satu-satunya tim dalam sejarah European Cup yang gagal mencetak gol di adu penalti.
Dua penendang pertama Steaua, Boloni dan Mihail Majearu, sebenarnya gagal menunaikan tugasnya. Akan tetapi, Marius Mihai Lacatus dan Gavril Balint berhasil membobol gawang Francisco Urruti. Steaua menang 2-0 dan berhak atas trofi 'Si Kuping Besar'.
Kesuksesan di European Cup ini menjadi fondasi bagi Steaua di tahun-tahun berikutnya. Setelah final, Jenei mengundurkan diri untuk menjadi pelatih Timnas Rumania dan posisinya digantikan oleh Iordanescu.
Di bawah Iordanescu inilah Steaua merajut rekor tak terkalahkan itu. Para pemain juara European Cup tadi tak semuanya bertahan sampai 1989, tetapi Steaua kemudian mendapatkan bintang-bintang baru dalam diri Gheorghe Hagi dan Gheorghe Popescu.
ADVERTISEMENT
Pada dekade 1990-an, Hagi dan Popescu menjadi simbol dari generasi emas Rumania. Namun, sebelum itu semua terjadi, mereka lebih dulu ditempa oleh Iordanescu di Steaua. Di level Eropa, gelar European Cup memang tidak lagi bisa didapat, tetapi satu titel Piala Super Eropa berhasil mereka rengkuh.
Gelar Piala Super Eropa itu sendiri didapat dengan mengalahkan Dynamo Kviv asuhan Valeriy Lobanovskyi. Hagi, dalam pertandingan itu, mencetak gol tunggal kemenangan timnya lewat tendangan bebas yang terdefleksi.
Dengan prestasi itu, Steaua Bucuresti menunjukkan bahwa dominasi absurd mereka di level domestik bukan cuma kebetulan. Mereka bisa 119 kali tak terkalahkan bukan hanya karena lawan-lawannya di kancah domestik tidak bisa bersaing, tetapi juga karena memang benar-benar hebat.
ADVERTISEMENT
-----
Mau nonton bola langsung di Inggris? Ayo, ikutan Home of Premier League. Semua biaya ditanggung kumparan dan Supersoccer, gratis! Ayo buruan daftar di sini.
Bagi yang mau nonton langsung siaran liga Inggris bisa ke MolaTV dan bagi yang ingin merasakan kemeriahan Nobar Supersoccer bisa cek list schedule nya di SSCornerID.
Tersedia juga hadiah bulanan berupa Polytron Smart TV, langganan MolaTV, dan jersi original.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten