Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Tangan Nurlaela tak berhenti mengaduk kopi hitam di gelas plastik kecil. Segelas, dua gelas, hingga puluhan gelas, bisa dibuatnya hanya dalam beberapa jam.
ADVERTISEMENT
Nurlaela tahu betul, ketika Persib Bandung berlaga, maka pundi-pundi rupiah bakal menghampirinya. Warungnya yang berada di seberang Gerbang Merah Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) menjadi tempat favorit Bobotoh ngariung, baik sebelum maupun sesudah laga.
“Tangan saya kadang sampai baal (mati rasa), ngaduk kopi enggak berhenti,” ucap Nurlaela.
Namun, kini Nurlaela agaknya merindukan tangannya yang kebas. Merindukan puluhan gelas plastik kopinya yang terjual. Karena, sekarang tak ada barang lima gelas kopi pun yang ia aduk dalam sehari.
Riwayat kehidupan Nurlaela sama suramnya dengan kondisi GBLA saat ini. Stadion yang menelan biaya pembangunan hingga Rp 545 miliar itu kini mati suri. Kemegahan yang sempat memancar ketika pertama kali diresmikan pada lima tahun silam, nyaris lenyap tak tersisa.
ADVERTISEMENT
***
Persib dan Stadion Siliwangi sempat menjadi dua hal yang tak terpisahkan selama lebih dari enam dasawarsa. Sudah begitu banyak memori indah yang terukir di stadion yang sebelumnya bernama lapangan SPARTA itu. Akan tetapi, Persib sebagai salah satu tim besar Tanah Air tak bisa terus-menerus bermarkas di Siliwangi yang sudah uzur itu.
Pada Oktober 2009, angin segar pun berembus. Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkolaborasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung memancang pondasi pembangunan stadion yang awalnya dinamai Stadion Gedebage itu.
Dibangunnya GBLA tak lepas dari terpilihnya Jawa Barat sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX 2016. GBLA yang berlokasi di Rancanumpang, Gedebage, Kota Bandung ini merupakan venue utama untuk menggelar upacara pembukaan dan penutupan.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, GBLA pun dicanangkan sebagai stadion masa depan Persib. Kapasitasnya hingga 38 ribu tempat duduk dirasa cocok untuk menampung gairah Bobotoh. Belum lagi lokasinya yang berada di kota, berbeda dengan Stadion Si Jalak Harupat yang berlokasi di Kabupaten Bandung--kandang lain Persib selain Siliwangi.
Harapan Bobotoh terwujud. GBLA dengan segala kemegahannya resmi menjadi kandang Persib terhitung sejak 16 Juli 2016. Stadion Siliwangi perlahan terlupakan, begitu pula Jalak Harupat, meski sesekali masih digunakan.
Tiga musim dilewati, masa-masa indah Persib dengan GBLA seketika harus berakhir pada 23 September 2018. Ketika itu, laga antara Persib dengan Persija meninggalkan bercak darah menyusul tewasnya Haringga Sirla di sekitar GBLA.
ADVERTISEMENT
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) melalui Komisi Disiplin meresponnya dengan memberikan hukuman berat bagi Persib. Salah satunya ialah harus menggelar laga kandang untuk sisa pertandingan Liga 1 2018 di luar Pulau Jawa.
Seketika itu pula, wajah GBLA yang tadinya bermandikan senyum kini termangu getir. Ibarat anak kecil, GBLA saat ini sejatinya tengah riang-riangnya. Tertawa lepas karena banyak orang yang menemaninya, siang atau pun malam.
Namun, tiba-tiba kebahagian itu lenyap begitu saja. Tak berbekas. Lampu-lampu yang biasa menerangi setiap penggawa ‘Maung Bandung’ bermain pada malam hari, berganti dengan gelap gulita.
Nama GBLA yang dahulu harum kini mulai tercium busuknya. Semua karena kondisinya yang begitu memprihatinkan. Kesan kumuh dan tak terawat tampak begitu nyata ketika kumparanBOLA menyambangi GBLA pada Selasa (16/7/2019) siang.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, baru hendak menuju Gerbang Merah, langkah kami dihentikan oleh adangan seorang Satpam. Meski telah memberitahu tentang instansi dan kepentingan kami, ia bersikukuh tak mengizinkan langkah kami berlanjut.
Menurutnya, GBLA kini tak bisa diakses sesuka hati seperti sebelumnya. Ia mengaku sudah kena tegur--entah oleh siapa--karena foto-foto kondisi terkini GBLA yang tersebar luas di media sosial.
“Harus ada izin dari Dispora (Dinas Pemuda dan Olahraga) Kota Bandung dulu, baru bisa masuk," ujarnya.
Kami tak patah arang. Ketika tengah bernegosiasi, terlihat dua orang wanita nyelonong masuk melalui gerbang tadi. Merasa kikuk, Satpam tadi akhirnya mengizinkan kami masuk meski hanya sebatas berada di area sekitar Gerbang Merah.
ADVERTISEMENT
Menjejakkan kaki di pelataran stadion, hawa muram langsung menyergap perasaan kami. Ikut merasakan GBLA yang saat ini seperti sedang merintih menahan sakit plus malu.
Ilalang-ilalang yang bertebaran terlihat menempel di gerbang-gerbang stadion. Pemandangan dipenuhi ilalang ini bahkan melebar hingga area parkir di luar stadion.
Tak hanya jumlahnya yang banyak, ilalang ini juga terlihat semakin ‘gagah’ karena bertinggi lebih dari satu meter. Di dekat pintu masuk stadion, beberapa bagian plafon terlihat rusak, sementara beberapa bagian bangunan retak.
Sayang, belum sempat mengamati lebih jauh, Satpam tadi tampak berdiri di gerbang sambil matanya terus memantau gerak-gerik kami. Hingga akhirnya, ia memberi kode bahwa kami harus meninggalkan area stadion.
ADVERTISEMENT
Namun, rezeki memang tak ke mana. Keesokan harinya, Rabu (17/7), ada agenda kunjungan Pemkot Bandung ke GBLA. Acara ini pun terbuka untuk para wartawan.
Kali ini, kami bisa dengan leluasa menjelajahi sudut-sudut GBLA. Kembali masuk melalui Gerbang Merah, masih disuguhi pemandangan ilalang, kesan kumuh semakin menjadi-jadi setelah besi-besi bekas bertebaran di area parkir dalam stadion.
Di area Gerbang I, retakan tampak di sebelah sisi pintu masuk. Di area lorong menuju stadion, banyak plafon yang sudah berlubang. Ketika berkeliling di area luar stadion, ubin-ubin banyak yang sudah tercabut dari tempatnya. Sedangkan, papan penunjuk area stadion sudah rusak.
Melangkah masuk, perhatian tertuju kepada toilet. Di beberapa ruangan, terlihat wastafel sudah tak terpasang dengan benar. Kesan kelam semakin bertambah manakala bekas-bekas runtuhan tembok berserakan di lantai toilet, ditambah dengan lumut yang menempel di dinding. Urinoir juga juga sudah tak berfungsi. Dan, tentu saja, airnya tak lagi mengalir.
ADVERTISEMENT
Beranjak ke area lapangan, beberapa retakan juga masih terlihat, salah duanya di area trek lari GBLA serta tribune penonton. Dari dalam area lapangan, tampak juga bahwa ada beberapa bagian atap stadion yang sudah terkelupas. Pagar-pagar yang mengelilingi stadion juga beberapa di antaranya sudah hampir tercabut.
Tak sampai di situ, beberapa lampu gantung di lorong menuju tribune VIP juga hilang. Ketika kami meninggalkan stadion dari sisi lainnya, pemandangan aspal-aspal yang retak seakan menyapa kami untuk tak kembali lagi.
Walikota Bandung Oded M. Danial memastikan akan berupaya maksimal melakukan pemeliharaan GBLA. Akan tetapi, terkait dengan mekanisme pemeliharaannya akan dibahas terlebih dahulu bersama pihak-pihak terkait.
Oded mengatakan telah memiliki payung hukum yang tertuang di dalam Peraturan Daerah (Perda) mengenai kerja sama pengelolaan barang jasa milik daerah. Oleh sebab itu, dia meminta kepada masyarakat untuk menunggu.
ADVERTISEMENT
"Kami akan upayakan dulu sendiri, tapi skemanya apakah kami sendiri atau dengan orang lain. Karena kami ‘kan sudah punya Perda, ada peraturannya. Saya buat payung hukumnya dulu, saya enggak mau buat kebijakan tanpa payung hukum, sekarang Perdanya sudah ada," ucap Odde.
Menurutnya, pembangunan GBLA yang terdiri dari tiga tahapan ini belum sepenuhnya diserahkan oleh kontraktor PT. Adhi Karya kepada Pemkot Bandung. Dia pun meminta kepada Wakil Walikota dan Dinas terkait untuk secepatnya menjalin komunikasi dengan mereka.
Wakil Walikota Bandung Yana Mulyana mengatakan tahap kedua pembangunan GBLA belumlah diserahkan kepada Pemkot Bandung. Pasalnya, lanjut Yana, berdasarkan temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat wanprestasi dengan total mencapai Rp 4,7 miliar. Terkait persoalan tersebut, belum ada titik temu di antara Pemkot dan PT. Adhi Karya.
ADVERTISEMENT
Pembangunan GBLA sejatinya juga pernah dinodai kasus korupsi yang mencuat pada 2015 lalu. Penyelidikan yang dipimpin Mabes Polri akhirnya menetapkan satu orang ASN Yayat Ahmad Sudrajat sebagai tersangka.
Yayat kemudian terbukti menyalahgunakan wewenangnya, yang saat itu menjabat sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) tahun 2009 hingga 2010, yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 103 miliar lebih. Yayat pun divonis hakim 5,5 tahun penjara.
Sejauh ini, pemeliharaan GBLA dilakukan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) dan Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bandung dengan anggaran pertahun mencapai Rp 1,2 miliar untuk pemeliharaan area dalam stadion.
Kepala Dispora Kota Bandung Eddy Marwoto mengatakan pihaknya sedang membahas rencana untuk menggandeng pihak ketiga atau swasta untuk mengelola GBLA, sebagaimana yang dilakukan oleh Bali United untuk Stadion Kapten I Wayan Dipta.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan pengelolaan GBLA, Direktur Utama PT Persib Bandung Bermartabat, Glenn Sugita, mengaku pihaknya sudah menyusun rencana untuk menyewa GBLA dalam jangka waktu panjang. Dalam wawancara dengan kumparanBOLA pada 1 Oktober 2018, Glenn mengatakan tengah menghitung untung dan ruginya.
“Bisa saja malah jadi rugi. Untuk saat ini, kami masih melakukan penghitungan apa-apa saja yang harus dilakukan pada hari ketika tidak ada pertandingan. Karena kami cuma menggunakannya dalam 17 dari 365 hari (untuk pertandingan Liga 1). Yang pasti, pengelolaan GBLA secara jangka panjang bisa berguna untuk latihan, diklat, dan akademi,” ucapnya.
Sepintas, masalah GBLA hanya terletak pada mandeknya perawatan. Padahal, jika ditelisik lebih dalam, ada problem yang jauh lebih besar lagi. Hal itu terkait dengan penurunan tanah yang terjadi di atas bangunan stadion dan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Pada 2015 silam, Komjen Budi Waseso yang kala itu menjabat Kabareskrim sempat melakukan tinjauan langsung terhadap kondisi GBLA. Setelah dilakukan pemeriksaan konstruksi dan struktur bangunan, tanah di atas stadion dan sekitarnya tersebut amblas sedalam 75 centimeter. Tak hanya itu, dinding stadion pun tampak terdapat banyak retakan.
Kepala Dinas Tata Ruang Kota dan Cipta Karya Kota Bandung, Iskandar Zulkarnain, mengakui terjadinya penurunan tanah di GBLA. Akan tetapi, penurunan itu terjadi di luar stadion, tepatnya batas antara stadion dengan jalan masuk.
"Kemarin ‘kan sudah di foto. Kalau yang penurunan (tanah) itu di luar stadion. Nanti tindak lanjutnya dibahas untuk pemeliharaan. Masih dalam proses," ucapnya.
"Itu ‘kan satu kesatuan semua jadi semua yang terkait dengan proses GBLA kami sedang bahas tahapan-tahapannya terkait dengan pengelolaan, terkait dengan ke depan, untuk dikerjasamakan dan lain sebagainya. Ini masih berproses," kata Iskandar.
ADVERTISEMENT
Tak ada yang tahu pasti, kapan GBLA akan kembali tersenyum seperti sedia kala. Nurlaela pun tampaknya masih menunggu kapan bisa kembali mengaduk puluhan gelas kopi hanya dalam waktu beberapa jam.
Lantas, akankah riwayat GBLA berakhir sampai sini saja? Semoga tidak.