Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Samarinda secara harfiah berarti sama rendah. Banyak versi soal makna sama rendah dalam asal usul nama Samarinda.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang paling dipercaya masyarakat ialah ukuran tinggi Sungai Mahakam dan daratan ditepiannya sama-sama rendah. Keyakinan tersebut dipertegas dengan bencana banjir yang sering menghinggapi Samarinda.
Selain Sungai Mahakam, faktor tanah juga bisa menjadi sebab seringnya banjir di Samarinda. Dari data Dinas Pertanian, Pekebunan, dan Kehutanan Kota Samarinda pada 2010 menyebut ibu kota Kalimantan Timur (Kaltim) itu didominasi tanah podzolik.
Tekstur tanah podzolik berlempung dan berpasir. Boleh dibilang, lunak atau mudah patah. Daya simpan airnya pun rendah.
Kondisi geografis Samarinda membuat pembangunan harus memikirkan banyak hal agar tak gagal. Begitu pun saat Kaltim menjadi tuan rumah PON 2008. Dua kompleks olahraga besar dibangun, Kompleks Stadion Madya Sempaja dan Stadion Utama Kaltim atau yang dikenal dengan Palaran.
ADVERTISEMENT
Sempaja yang berada di pusat kota tak bisa dibilang aman. Banjir tak bisa terelakkan. Karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim memilih pembangunan infrastruktur olahraga di Palaran. Daerah dataran yang lebih tinggi alias berbukit.
Kompleks Stadion Palaran lebih mendapat sorotan ketimbang Sempaja. Bahkan dengan sekejap menjadi primadona baru Kaltim.
“Pada PON 2008 orang terpesona. Di sebuah hutan ada bangunan megah. Seperti mimpi ada istana saja,” tutur Wakil Kepala Humas dan Kesiswaan Sekolah Khusus Olahragawan Internasional (SKOI), Hendra Saputra, ketika berbincang dengan kumparanBOLA di SKOI Kaltim, Kamis (25/7/2019).
Delapan venue olahraga dengan standar berstatus internasional. Stadion utama tak kalah megah. Semua kursi tribun sudah single seat dengan kapasitas 67.000, lebih dulu daripada Stadion Utama Gelora Bung Karno. Fasilitas lain tak kalah memikat.
ADVERTISEMENT
Ruang ganti menawan, akses tamu khusus dan darurat terpisah, papan skor digital, dan rumput sekelas Zoysia Matrella—rumput standar FIFA. Dana yang dikucurkan tak sedikit. Nilainya mencapai Rp800 miliar.
Di balik kemegahan itu, muncul kekhawatiran soal perawatan. Tidak mudah menjaga aset sebegitu mahal untuk tetap elok. Jawabannya hadir 11 tahun setelah peresmian Stadion Palaran. Tanah menampilkan wujud aslinya. Struktur bangunan utama stadion banyak yang retak parah.
“Dari dulu sudah diwanti-wanti bisa tidak termanfaatkan dengan lokasi seperti ini. Jawabannya sekarang ini,” ujar Hendra.
Stadion Palaran tak terawat baik. Infrastruktur peninggalan PON 2008 itu seperti dibiarkan menjemput ajal. Anggaran perawatan didaulat sebagai sumber masalah. Pemprov Kaltim tak bisa royal mengucurkan biaya untuk menjaga aset olahraganya.
ADVERTISEMENT
Anggaran perawatan dari Pemprov Kaltim bahkana saling berebut. Pasalnya, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Kaltim kudu membagi anggaran ke dua aset miliknya, Sempaja dan Palaran.
“Dispora punya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) untuk mengelola aset olahraganya. Kemudian UPTD dipecah dua menjadi Seksi Stadion Madya Sempaja dan Seksi Stadion Palaran. Anggaran juga dibagi dua,” ujar sumber kumparanBOLA.
Menurut sumber itu, pembagian anggaran tak seimbang. Perawatan banyak dilakukan di Sempaja dengan alasan banyak menggelar event.
“Perawatan banyak di Sempaja. Palaran sedikit. Bos juga ada di sana (Sempaja) semua. Perawatan rumput saja di Palaran susah. Anak tiri,” tuturnya.
Palaran mengenaskan. Akses menuju ke stadion rusak berat. Bagaimana tidak, dua lajur itu disesaki truk-truk kontainer dan angkutan barang yang hendak menuju peti kemas atau tambang batu bara.
ADVERTISEMENT
Jika malam tiba, tak ada penerangan sepanjang jalan menuju Kompleks Stadion Palaran. Tiang-tiang lampu hanya menjadi pajangan saja.
“Banyak dicuri juga lampu-lampu atau instalasi listrik,” kata sumber itu lagi.
Kembali ke bangunan utama stadion. Tanah lunak yang ditunggangi stadion diduga kuat penyebab keretakan parah.
Pelaksana tugas Kepala Seksi Kompleks Stadion Palaran, Gusti, menyebut stadion di bangun di atas tanah rawa. Pembangunan pun dikebut sehingga belum mempertimbangkan kondisi tanah.
“Inilah Kaltim. Stadion dibangun di atas tanah rawa. Pembangunan juga dengan waktu yang mepet. Kondisinya jadi begini. Kalau prosesnya dikebut, hasilnya bisa dilihat seperti apa. Tanah di sini labil karena bekas rawa. Perlu pemadatan atau timbunan. Membangun sesuatu ‘kan harus pelan-pelan. Timbunan harus dibiarkan dulu biar menjadi tanah tetap,” kata Gusti.
ADVERTISEMENT
Kisah yang dilontarkan Gusti akhirnya menjadi perbincangan dari mulut ke mulut masyarakat Samarinda. Pembangunan Stadion Palaran pun ditenggarai punya banyak kepentingan.
Penentuan lokasi juga langsung menimbulkan tanda tanya. Wilayah Palaran yang terletak di Samarinda seberang berjarak satu jam dari pusat kota. Tak ada hotel atau tempat penginapan. Tak ditemui juga pusat-pusat perniagaan.
Yang sering dijumpai hanyalah hamparan bukit-bukit beserta traktor-traktor pengeruk. Sesekali melihat pemukiman warga.
“Kenapa dibangunnya di sini? Kenapa tidak lebih dekat dengan pusat kota? Kabar yang sudah jadi rahasia umum bahwa pembangunan Kompleks Stadion Palaran punya banyak kepentingan. Isu tentang tanah pejabat,” kata sumber lain yang didapat kumparanBOLA.
Pembangunan Kompleks Stadion Palaran punya lima proyek besar sekaligus. Pembebasan lahan, penebangan hutan, penambangan batu bara, penimbunan lahan bekas penambangan, dan pembangunan venue.
ADVERTISEMENT
“Dapat banyak dia. Dibebaskan lahannya oleh pemerintah. Dia dapat pohon dari hutannya. Setelah itu ditambang batu baranya. Lalu, dia menguruk bekas tambang. Terakhir pembangunan infrastruktur. Seandainya KPK lihat ini,” ucapnya.
Wajar banyak bangunan utama stadion amblas dan retak. Tanah hasil timbunan tambang tentu tanah yang sangat lunak alias tidak tetap. Masyarakat pun dibuat geram melihat kondisi itu.
Sumber tadi menilaai stadion megah tak layak dibangun di Samarinda. Selain jarak, komitmen Pemprov Kaltim pun dipertanyakan. Menurutnya, kota Balikpapan lebih cocok dibangunkan stadion mewah, bandara internasional, dan hotel bintang lima. Apalagi, di sana tidak banjir.
“Memang dulu akhirnya membuat perpecahan kebijakan dan kepentingan antara Samarinda dan Balikpapan. Balikpapan praktis tidak kebagian stadion. Menurut saya malah seharusnya Balikpapan yang layak dibangunkan stadion. Di Samarinda bandara belum level internasional. Jaraknya lebih jauh lagi dari Palaran ke bandara. Banjir juga tidak ada solusi di sini,” katanya.
ADVERTISEMENT
Daya tarik Stadion Palaran sudah pudar. Tak ada satu pun klub Kaltim yang mau memakai jasanya. Borneo FC pun memilih Stadion Segiri yang ada di jantung kota. Sesekali Stadion Palaran dipakai tim tamu Pesut Etam untuk latihan.
“Biasanya ada sewa dari Borneo FC. Namun, bukan buat pertandingan liga. Paling cuma buat tim lawan latihan. Itu bayarnya juga per pakai. Tidak ada kontrak jangka panjang atau apa pun. Hasil sewa itu kami serahkan ke kas daerah,” kata Gusti.
Klub tamu Borneo FC juga tidak anteng-anteng saja berlatih di Stadion Palaran. Keluhan juga terlontar karena jaraknya jauh dari penginapan tim. Tak cuma di Liga 1, peserta turnamen berlabel Piala Gubernur Kaltim juga punya suara sumbang yang sama.
ADVERTISEMENT
Stadion Palaran kini menunggu keajaiban. Pemilik aset infrastruktur olahraga Kaltim mesti sadar. Banyak cara untuk Stadion Utama Kaltim itu bersolek. Atau, membiarkan Stadion Palaran mati di atas tanah yang sarat kepentingan sang elite.